BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Beberapa jenis molekul dapat mempengaruhi
aktivitas enzim. Aktivitas dari enzim dapat dipengaruhi oleh beberapa jenis
molekul, salah satunya adalah inhibitor. Inhibitor merupakan suatu senyawa yang
dapat menghambat atau menurunkan laju reaksi yang dikatalisis oleh enzim.
Inhibitor irreversibel atau tidak dapat balik, dimana setelah inhibitor
mengikat enzim, inhibitor tidak dapat dipisahkan dari sisi aktif enzim. Keadaan
ini menyebabkan enzim tidak dapat mengikat substrat atau inhibitor merusak
beberapa komponen (gugus fungsi) pada sisi katalitik molekul enzim. Sedangakan
nhibitor reversibel atau dapat balik, bekerja dengan mengikat sisi aktif enzim
melalui reaksi reversibel dan inhibitor ini dapat dipisahkan atau dilepaskan
kembali dari ikatannya. Inhibitor dapat balik terdiri dari tiga jenis, yaitu
inhibitor yang bekerja secara kompetitif, non-kompetitif, dan un-kompetitif.
Sehingga
dilakukan percobaan pengaruh inhibitor terhadap aktivitas enzim dengan tujuan
untuk mengetahui pengaruh inhibitor terhadap aktivitas enzim. Dimana dalam
percobaan pengaruh inhibitor terhadap aktivitas enzim ini, digunakan inhibitor
kompetitif yaitu malonat. Dalam hal ini malonat yang menginhibisi reaksi yang
dikatalisis oleh enzim suksinat dehidrogenase.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana
sejarah enzim?
2. Apa
pengertian dari enzim?
3. Bagaimana
tatanama dan klasifikasi enzim?
4. Apa
saja bagian aktif ?
5. Bagaimana
sifat-sifat enzim?
6. Bagaimana
kinetika reaksi enzim?
7. Apa
saja mekanisme reaksi enzim?
8. Bagaimana
inhibisi reaksi enzim (Reversible and Irreversible)?
1.3 Tujuan
Mahasiswa
dapat menjelaskan mengenai klasifikasi, spesifikasi, dan beberapa reaksi
kinetika enzim.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
Sejarah Enzim
Hal-hal yang berkaitan dengan enzim dipelajari dalam enzimologi. Dalam dunia pendidikan
tinggi, enzimologi tidak dipelajari sebagai satu jurusan tersendiri, tetapi sejumlah program studi memberikan mata kuliah ini.
Enzimologi terutama dipelajari dalam kedokteran, ilmu pangan, teknologi pengolahan pangan, dan cabang-cabang ilmu pertanian.
Pada akhir tahun 1700-an dan awal tahun 1800-an, pencernaan daging oleh sekresi perut dan konversipati menjadi gula oleh ekstrak tumbuhan dan ludah telah diketahui. Namun,
mekanisme bagaimana hal ini terjadi belum diidentifikasi.
Pada abad ke-19, ketika mengkaji fermentasi gula menjadi alkohol oleh ragi, Louis Pasteur menyimpulkan bahwa fermentasi
ini dikatalisasi oleh gaya dorong vital yang terdapat dalam sel ragi, disebut
sebagai "ferment", dan diperkirakan hanya berfungsi dalam tubuh
organisme hidup. Ia menulis bahwa "fermentasi alkoholik adalah peristiwa
yang berhubungan dengan kehidupan dan organisasi sel ragi, dan bukannya
kematian ataupun putrefaksi sel tersebut."
Pada tahun 1850 Louis Pasteur memyimpulkan bahwa fermentasi gula
menjadi alkohol oleh ragi yang dikatalis ‘fermen’ Pasteur mengemukakan bahwa
fermmen ini yang kemeduian dinamakan enzim (‘di dalam ragi’) tidak dapat
dipisahkan dari struktur sel ragi hidup,suatu pendapat yang bertahan selama
bertahun-tahun.
Pada tahun 1878, ahli fisiologi
Jerman Wilhelm Kühne (1837–1900) pertama kali menggunakan istilah "enzyme",
yang berasal dari bahasa Yunani yang berarti "dalam bahan pengembang" (ragi), untuk
menjelaskan proses ini. Kata "enzyme" kemudian digunakan untuk
merujuk pada zat mati seperti pepsin, dan kata ferment digunakan untuk merujuk pada
aktivitas kimiawi yang dihasilkan oleh organisme hidup.
Pada tahun 1897, Eduard Buchner memulai kajiannya mengenai
kemampuan ekstrak ragi untuk memfermentasi gula walaupun ia tidak terdapat pada
sel ragi yang hidup. Pada sederet eksperimen di Universitas Berlin, ia menemukan bahwa gula difermentasi bahkan
apabila sel ragi tidak terdapat pada campuran. Ia menamai enzim yang memfermentasi sukrosa sebagai "zymase"
(zimase). Pada tahun 1907, ia menerima penghargaan nobel dalam bidang kimia atas riset biokimia dan penemuan fermentasi tanpa sel yang
dilakukannya. Mengikuti praktek Buchner, enzim biasanya dinamai sesuai dengan
reaksi yang dikatalisasi oleh enzim tersebut. Umumnya, untuk mendapatkan nama
sebuah enzim, akhiran -ase ditambahkan pada nama substrat enzim tersebut (contohnya: laktase, merupakan enzim yang
mengurai laktosa) ataupun pada jenis reaksi yang
dikatalisasi (contoh: DNA polimerase yang menghasilkan polimer DNA).
Penemuan bahwa enzim dapat
bekerja diluar sel hidup mendorong penelitian pada sifat-sifat biokimia enzim
tersebut. Banyak peneliti awal menemukan bahwa aktivitas enzim diasosiasikan
dengan protein, namun beberapa ilmuwan seperti Richard Willstätter berargumen bahwa proten
hanyalah bertindak sebagai pembawa enzim dan protein sendiri tidak dapat
melakukan katalisis. Namun, pada tahun 1926, James B. Sumner berhasil mengkristalisasienzim
urease dan menunjukkan bahwa ia merupakan protein
murni. Kesimpulannya adalah bahwa protein murni dapat berupa enzim dan hal ini
secara tuntas dibuktikan oleh Northrop dan Stanley yang meneliti enzim pencernaan pepsin (1930), tripsin, dan
kimotripsin. Ketiga ilmuwan ini meraih penghargaan Nobel tahun 1946 pada bidang
kimia.
Penemuan bahwa enzim dapat
dikristalisasi pada akhirnya mengijinkan struktur enzim ditentukan melalui kristalografi sinar-X. Metode ini pertama kali diterapkan pada lisozim, enzim yang ditemukan pada air mata, air ludah, dan telur
putih, yang mencerna lapisan pelindung beberapa bakteri. Struktur enzim ini
dipecahkan oleh sekelompok ilmuwan yang diketuai oleh David Chilton Phillips dan dipublikasikan pada tahun
1965. Struktur lisozim dalam resolusi tinggi ini
menandai dimulainya bidang biologi struktural dan usaha untuk memahami bagaimana enzim bekerja pada tingkat
atom.
2.2
Pengertian
enzim
Enzim adalah biokatalisator
organik yang dihasilkan organisme hidup di dalam protoplasma, yang terdiri atas
protein atau suatu senyawa yang berikatan dengan protein, berfungsi sebagai senyawa yang mempercepat proses reaksi tanpa
habis bereaksi dalam suatu reaksi kimia. Hampir semua enzim merupakan
protein. Pada reaksi yang dikatalisasi oleh enzim, molekul awal reaksi disebut
sebagai substrat, dan enzim mengubah molekul tersebut menjadi molekul-molekul
yang berbeda, disebut produk. Jenis produk yang akan dihasilkan bergantung pada
suatu kondisi/zat, yang disebut promoter. Semua proses biologis sel memerlukan enzim agar dapat
berlangsung dengan cukup cepat dalam suatu arah lintasan metabolisme yang ditentukan oleh hormon sebagai promoter.
2.3
Tatanama
dan klasifikasi enzim
Enzim dapat digolongkan berdasarkan tempat bekerjanya, substrat yang
dikatalisis, daya katalisisnya, dan cara terbentuknya.
1. Penggolongan enzim
berdasarkan tempat bekerjanya
A. Endoenzim
Endoenzim disebut juga enzim
intraseluler, yaitu enzim yang bekerjanya di dalam sel. Umumnya merupakan enzim
yang digunakan untuk proses sintesis di dalamsel dan untuk pembentukan energi
(ATP) yang berguna untuk proses kehidupan sel,misal dalam proses respirasi.
B. Eksoenzim
Eksoenzim disebut juga enzim
ekstraseluler, yaitu enzim yang bekerjanya di luar sel. Umumnya berfungsi untuk
“mencernakan” substrat secara hidrolisis, untuk dijadikan molekul yang lebih
sederhana dengan BM lebih rendah sehingga dapat masuk melewati membran sel.
Energi yang dibebaskan pada reaksi pemecahan substrat di luar sel tidak
digunakan dalam proses kehidupan sel.
2. Penggolongan enzim
berdasarkan daya katalisis
A. Oksidoreduktase
Enzim ini mengkatalisis reaksi
oksidasi-reduksi, yang merupakan pemindahan elektron, hidrogen atau oksigen.
Sebagai contoh adalah enzim elektron transfer oksidase dan hidrogen peroksidase
(katalase). Ada beberapa macam enzim electron transfer oksidase, yaitu enzim
oksidase, oksigenase, hidroksilase dan dehidrogenase.
B. Transferase
Transferase mengkatalisis
pemindahan gugusan molekul dari suatu molekul ke molekul yang lain. Sebagai
contoh adalah beberapa enzim sebagai berikut:
1. Transaminase adalah transferase yang memindahkan gugusan amina.
2. Transfosforilase adalah transferase yang memindahkan gugusan
fosfat.
3. Transasilase adalah transferase yang memindahkan gugusan asil.
C. Hidrolase
Enzim ini mengkatalisis
reaksi-reaksi hidrolisis, dengan contoh enzim adalah:
1. Karboksilesterase adalah hidrolase yang menghidrolisis gugusan
ester karboksil.
2. Lipase adalah hidrolase yang menghidrolisis lemak (ester lipida).
3. Peptidase adalah hidrolase yang menghidrolisis protein dan
polipeptida.
D. Liase
Enzim ini berfungsi untuk
mengkatalisis pengambilan atau penambahan gugusan dari suatu molekul tanpa
melalui proses hidrolisis, sebagai contoh adalah:
1. L malat hidroliase (fumarase) yaitu enzim yang mengkatalisis
reaksi
pengambilan air dari malat sehingga dihasilkan
fumarat.
2. Dekarboksiliase (dekarboksilase) yaitu enzim yang mengkatalisis
reaksi
pengambilan gugus karboksil.
E.
Isomerase
Isomerase meliputi enzim-enzim
yang mengkatalisis reaksi isomerisasi, yaitu:
1. Rasemase, merubah l-alanin D-alanin
2. Epimerase, merubah
D-ribulosa-5-fosfat D-xylulosa-5-fosfat
3. Cis-trans isomerase, merubah transmetinal cisrentolal
4. Intramolekul ketol isomerase, merubah D-gliseraldehid-3-fosfat dihidroksi
aseton
fosfat
5. Intramolekul transferase atau mutase, merubah metilmalonil-CoA
suksinil-CoA
F. Ligase
Enzim ini mengkatalisis reaksi
penggabungan 2 molekul dengan dibebaskannya molekul pirofosfat dari nukleosida
trifosfat, sebagai contoh adalah enzim asetat=CoASH ligase yang mengkatalisis
rekasi sebagai berikut:
Asetat + CoA-SH +
ATP Asetil CoA + AMP + P-P
3. Enzim lain dengan tatanama
berbeda
Ada beberapa enzim yang
penamaannya tidak menurut cara di atas, misalnya enzim pepsin, triosin, dan
sebagainya serta enzim yang termasuk enzim permease. Permease adalah enzim yang
berperan dalam menentukan sifat selektif permiabel dari membran sel.
4. Penggolongan enzim berdasar
cara terbentuknya
A. Enzim konstitutif
Di dalam sel terdapat enzim
yang merupakan bagian dari susunan sel normal, sehingga enzim tersebut selalu
ada umumnya dalam jumlah tetap pada sel hidup. Walaupun demikian ada enzim yang
jumlahnya dipengaruhi kadar substratnya, misalnya enzim amilase. Sedangkan
enzim-enzim yang berperan dalam proses respirasi jumlahnya tidak dipengaruhi oleh
kadar substratnya.
B. Enzim adaptif
Perubahan lingkungan mikroba
dapat menginduksi terbentuknya enzim tertentu. Induksi menyebabkan kecepatan
sintesis suatu enzim dapat dirangsang sampai beberapa ribu kali. Enzim adaptif
adalah enzim yang pembentukannya dirangsang oleh adanya substrat. Sebagai
contoh adalah enzim beta galaktosidase yang dihasilkan oleh bakteri E.coli yang
ditumbuhkan di dalam medium yang mengandung laktosa. Mulamula E.
coli tidak dapat menggunakan laktosa sehingga awalnya tidak nampak
adanya pertumbuhan (fase lag/fase adaptasi panjang) setelah beberapa waktu baru
menampakkan pertumbuhan. Selama fase lag tersebut E. colimembentuk
enzim beta galaktosidase yang digunakan untuk merombak laktosa.
Enzim diklasifikasikan
berdasarkan tipe reaksi dan mekanisme reaksi yang dikatalisis. Pada awalnya
hanya ada beberapa enzim yang dikenal, dan kebanyakan mengkatalisis reaksi
hidrolisis ikatan kovalen. Semua enzim ini diidentifikasi dengan menambahkan
akhiran –ase pada nama substansi atau substrat yang dihidrolisis. Contoh:
lipase menghidrolisis lipid, amilase menghidrolisis amilum, protease
menghidrolisis protein. Pemakaian penamaan tersebut terbukti tidak memadai
karena banyak enzim mengkatalisis substrat yang sama tetapi dengan reaksi yang berbeda.
Contohnya ada enzim yang megkatalisis reaksi reduksi terhadap fungsi alkohol
gula dan ada pula yang mengkatalisis reaksi oksidasi pada substrat yang sama.
Sistem penamaan enzim sekarang
tetap menggunakan –ase, namun ditambahkan pada jenis reaksi yang
dikatalisisnya. Contoh: enzim dehidrogenase mengkatalisis reaksi pengeluaran
hidrogen, enzim transferase mengkatalisis pemindahan gugus tertentu. Untuk
menghindari kesulitan penamaan karena semakin banyak ditemukan enzim yang baru,
maka International Union of Biochemistry (IUB) telah
mengadopsi sistem penamaan yang kompleks tetapi tidak meragukan berdasarkan
mekanisme reaksi. Namun sampai sekarang masih banyak buku-buku yang masih
menggunakan sistem penamaan lama yang lebih pendek.
2.4
Bagian Aktif Enzim
Enzim
tersusun atas dua bagian. Apabila enzim dipisahkan satu sama lainnya
menyebabkan enzim tidak aktif. Namun keduanya dapat digabungkan menjadi
satu, yang disebut holoenzim. Kedua bagian enzim tersebut yaitu apoenzim dan koenzim.
1. Apoenzim
Apoenzim adalah bagian protein dari enzim,
bersifat tidak tahan panas, dan berfungsi menentukan kekhususan dari
enzim. Contoh, dari substrat yang sama dapat menjadi senyawa yang
berlainan, tergantung dari enzimnya.
2. Koenzim
Koenzim disebut gugus prostetik apabila terikat
sangat erat pada apoenzim. Akan tetapi, koenzim tidak begitu erat dan
mudah dipisahkan dari apoenzim. Koenzim bersifat termostabil (tahan
panas), mengandung ribose dan fosfat. Fungsinya menentukan sifat dari
reaksinya. Misalnya, Apabila koenzim NADP (Nicotiamida Adenin
Denukleotid Phosfat) maka reaksi yang terjadi adalah
dehidrogenase. Disini NADP berfungsi sebagai akseptor hidrogen.
Koenzim
dapat bertindak sebagai penerima/akseptor hidrogen, seperti NAD atau donor
dari gugus kimia, seperti ATP (Adenosin Tri Phosfat).
2.5
Sifat-sifat enzim
1.
Enzim
adalah protein
Sebagai protein enzim memiliki
sifat seperti protein, yaitu sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan,
seperti suhu, pH, konsentrasi substrat). Jika lingkungannya tidak sesuai, maka enzim
akan rusak atau tidak dapat bekerja dengan baik.
2.
Bekerja
secara khusus
Setiap enzim memiliki sisi
aktif yang sesuai hanya dengan satu jenis substrat, artinya setiap enzim hanya
dapat bekerja pada satu substrat yang cocok dengan sisi aktifnya.
3.
Berfungsi sebagai katalis
Meningkatkan kecepatan reaksi
kimia tanpa merubah produk yang diharapkan tanpa ikut bereaksi dengan substratnya, dengan demikian energi yang
dibutuhkan untuk menguraikan suatu substrat menjadi lebih sedikit.
4. Diperlukan dalam jumlah sedikit
Reaksi enzimatis dalam
metabolisme hanya membutuhkan sedikit sekali enzim untuk setiap kali reaksi.
5. Bekerja bolak-balik
Enzim tidak mempengaruhi arah
reaksi, sehingga dapat bekerja dua arah (bolak-balik). Artinya enzim dapat menguraikan
substrat menjadi senyawa sederhana, dan sebaliknya enzim juga dapat menyusun
senyawa-senyawa menjadi senyawa tertentu.
6. Enzim mengalami
denaturasi/kerusakan pada temperatur tinggi.
7. Efektif dalam jumlah
kecil.
8. Tidak berubah pada waktu
reaksi berlangsung.
9. Tidak memengaruhi
keseimbangan, tetapi hanya mempercepat reaksi.
10. Spesifik untuk reaksi
tertentu.
2.6
Kinetika
reaksi enzim
Kinetika enzim adalah ilmu mengenai sifat kecepatan reaksi
yang dikatalis oleh enzim. Pengukuran kinetik adalah alat biokimia yang sangat
berguna, karena kita dapat memperkirakan konsentrasi enzim dalam contoh
biologik, dan membandingkan aktifitas kataliknya dengan enzim lain. Pengukuran
kinetika juga merupakan cara yang secara kuantitatif efek racun atau obat
terhadap aktifitas enzim. Kecepatan reaksi enzimatik diatur oleh : •
Konsentrasi enzim
• Konsentrasi
substrat Kecepatan suatu reaksi diukur dengan : Penurunan konsentrasi reaktan
•
Peningkatan konsentrasi produk Penurunan kecepatan reaksi mungkin disebabkan
karena : Pengurangan substrat, Penghambatan enzim oleh produknya, Denaturasi
enzim Masing-masing peristiwa ini mempengaruhi keadaan reaksi sampai
batas-batas yang tidak diketahui.
Jadi hanya pada keadaan awal reaksi yang
diketahui dengan tepat.
Enzim merupakan protein
yang mengkatalisis reaksi biokimia yang secara bersama-sama membentuk
metabolisme perantara dari sel, berfungsi untuk mempercepat jalannya reaksi
metabolisme di dalam tubuh tanpa mempengaruhi keseimbangan reaksi. Enzim
bekerja dengan urutan yang teratur, dapat mengkatalisis ratusan reaksi bertahap
yang menguraikan molekul nutrien, reaksi yang menyimpang dan mengubah energi
kimiawi serta yang membuat makromolekul sel dari prekursor sederhana. Kerja
enzim yaitu menurunkan energi aktivasi suatu reaksi kimia tanpa mengubah
keseluruhan perubahan energi bebas reaksi atau letak kesetimbangan akhir, serta
meningkatkan fraksi molekul dalam kumpulan molekul tertentu untuk lebih cepat
bereaksi per satuan waktu dibandingkan dengan keadaan tanpa katalisator. Selama
dalam siklus katalitik, enzim akan bergabung dengan substrat.
Salah satu sifat enzim yaitu ikut bereaksi, tetapi pada akhir reaksi akan didapatkan kembali dalam bentuk semula. Hal tersebut mengakibatkan enzim dapat dipakai kembali setelah melaksanakan aktivitasnya, sehingga tubuh kita tidak membutuhkan enzim dalam jumlah yang besar. Jumlah atau kadar enzim yang kecil tersebut menimbulkan kesulitan tersendiri bagi kita untuk mengukur kadar enzim, sehingga memerlukan teknik yang rumit. Secara klinis pengukuran kadar enzim sangat penting dilakukan. Disamping untuk mengetahui kadar suatu enzim pada seorang penderita, enzim plasma nonfungsinal dapat dijadikan sebagai pertanda adanya kerusakan organ tertentu. Pengukuran kadar enzim dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu:
Salah satu sifat enzim yaitu ikut bereaksi, tetapi pada akhir reaksi akan didapatkan kembali dalam bentuk semula. Hal tersebut mengakibatkan enzim dapat dipakai kembali setelah melaksanakan aktivitasnya, sehingga tubuh kita tidak membutuhkan enzim dalam jumlah yang besar. Jumlah atau kadar enzim yang kecil tersebut menimbulkan kesulitan tersendiri bagi kita untuk mengukur kadar enzim, sehingga memerlukan teknik yang rumit. Secara klinis pengukuran kadar enzim sangat penting dilakukan. Disamping untuk mengetahui kadar suatu enzim pada seorang penderita, enzim plasma nonfungsinal dapat dijadikan sebagai pertanda adanya kerusakan organ tertentu. Pengukuran kadar enzim dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu:
Dibandingkan dengan
enzim murni. Dilakukan dengan membandingkan enzim yang ingin diukur kadarnya
dengan enzim murni yang sudah diketahui kadarnya. Kadar enzim dinyatakan dengan
satuan µg. Contoh misalnya enzim murni dengan kadar 2 ug dapat mengkatalisis
substrat dengan jumlah tertentu selama 10 detik. Jika memakai enzim yang ingin
diukur kadarnya membutuhkan waktu 20 detik, maka kadar enzim yang bersangkutan
adalah 1 ug. Pengukuran dengan cara diatas, jelas membutuhkan tersedianya enzim
murni.
Kenyataannya banyak
enzim yang belum tersedia bentuk murninya. Mengukur kecepatan reaksi yang
dikatalisisnya. Satuan enzim dinyatakan dalam unit, kadarnya diukur berdasarkan
jumlah substrat yang bereaksi atau produk yang terbentuk per satuan waktu. Satu
unit internasional disepakati sebagai jumlah enzim yang diperlukan untuk
mengkatalisis pembentukan 1 µmol produk per menit pada kondisi tertentu.
Pengukuran aktifitas enzim dapat pula dilakukan menggunakan alat
spektrofotometer. Contoh misalnya aktifitas enzim dehidrogenase yang bergantung
NAD+ diperiksa secara spektofotometris dengan mengukur perubahan absorbsinya
pada 340 nm yang menyertai oksidasi atau reduksi NAD+ atau NADPH. Oksidasi NADH
menjadi NAD+ terjadi disertai dengan penurunan densitas optik (OD, optical
density) pada 340 nm, yang proporsional dengan jumlah NADH yang dioksidasi.
Demikian pula, kalau NAD+ direduksi, OD pada 340 nm akan meningkat sebanding
dengan jumlah NADH yang terbentuk. Perubahan OD pada 340 nm ini dapat
dimanfaatkan bagi pemeriksaan analisis kuantitatif setiap enzim dehidrogenase
yang bergantung NAD+ atau NADP+. Bagi enzim dehidrogenase yang mengatalitis oksidasi
NADH oleh substratnya yang teroksidasi, kecepatan penurunan OD pada 340 nm akan
berbanding lurus dengan konsentrasi enzim. Oleh karena itu, hasil pengukuran
kecepatan penurunan OD pada 340 nm memungkinkan kita menyimpulkan kuantitas
enzim.
Kecepatan reaksi
enzimatik dapat diukur dengan mengukur jumlah substrat yang diubah atau produk
yang dihasilkan per satuan waktu, dan pada suatu waktu yang sangat pendek, atau
pada satu titik tertentu pada grafik diatas disebut kecepatan sesaat
(instantaneus velocity). Kecepatan sesaat merupakan tangens dari garis singgung
terhadap grafik pada suatu titik tertentu. Kecepatan sesaat pada waktu
mendekati nol, yaitu saat grafik masih berupa garis lurus disebut kecepatan
awal (Vo). Pada reaksi enzimatis, jika disebut kecepatan, umumnya yang dimaksud
adalah kecepatan awal. Hal ini disebabkan karena pada keadaan awal reaksi, kita
dapat mengetahui kondisi/ keadaan dengan lebih tepat. Disamping kecepatan
sesaat dan Vo, juga dikenal istilah kecepatan rata-rata, yaitu perbandingan
antara perubahan jumlah substrat terhadap waktu.
Faktor-faktor yang
mempengaruhi kecepatan reaksi enzimatik :
1. Suhu
2. pH
3. Kadar enzim
4. Kadar substrat
5. Aktivator
6. Inhibitor
Reaksi enzimatik :
Keterangan :E : Enzim
S : Substrat
P : Produk
Reaksi enzimatik berlangsung melalui pembentukan kompleks enzim substrat (ES), bila semua enzim dalam keadaan ES (sistem jenuh oleh substrat) maka laju reaksi akan mencapai nilai maksimum (Vmaks). Kinetika enzim menginvestigasi bagaimana enzim mengikat substrat dengan mengubahnya menjadi produk. Data laju yang digunakan dalam analisa kinetika didapatkan dari asai enzim.
Aktivitas enzim akan
meningkat bersamaan dengan peningkatan suhu, laju berbagai proses metabolisme
akan naik sampai batasan suhu maksimal. Prinsip biologis utama adalah
homeostatis, yaitu keadaan dalam tubuh yang selalu mempertahankan keadaan
normalnya. Perubahan relatif kecil saja dapat mempengaruhi aktivitas banyak
enzim. Adanya inhibitor non kompetitif irreversibel dan antiseptik dapat menurunkan
aktivitas enzim. Kecepatan reaksi mula-mula meningkat dengan menaiknya suhu,
hal ini disebabkan oleh peningkatan energi kinetik pada molekul-molekul yang
bereaksi. Akan tetapi pada akhirnya energi kinetik enzim melampaui rintangan
energi untuk memutuskan ikatan hidrogen dan hidrofobik yang lemah, yang
mempertahankan struktur sekunder-tersiernya. Pada suhu ini terjadi denaturasi
enzim menunjukkan suhu optimal. Sebagian besar enzim suhu optimalnya berada
diatas suhu dimana enzim itu berada.
Ada dua metode analisis
kuantitatif kinetika reaksi enzim, yaitu asas keseimbangan Michaelis-Menten dan
asas teori keadaan tunak (steady state theory) Briggs-Haldone. Persamaan
Michaelis-Menten merupakan persamaan kecepatan reaksi enzimatik substrat
tunggal yang menyatakan hubungan kuantitatif kecepatan reaksi awal (Vo),
kecepatan reaksi maksimum (Vmaks), konsentrasi substrat [S], dan konstanta
Michaelis-Menten [KM].
Persamaan reaksi
Michaelis-Menten :
(Km=(K2+K3))/K1
Keterangan : Vo =
kecepatan reaksi awal
Vmaks = kecepatan
reaksi maksimum
[S] = konsentrasi
substrat
[KM] = konstanta
Michaelis-Menten
Persamaan
Briggs-Haldone menyatakan dimana laju reaksi pembentukan kompleks ES sama
dengan laju reaksi penguraian ES menjadi P dan E yang akan menghasilkan
persamaan yang sama untuk hubungan laju reaksi enzim dengan konsentrasi
substrat.
Persamaan reaksi
Briggs-Haldone :
(Vo=Vmax .[S])/([S]+
Km)
Persamaan
Michaelis-Menten dapat diturunkan secara aljabar menjadi bentuk lain menjadi
persamaan Lineweaver-Burk karena dapat menghasilkan penentuan Vmaks secara
lebihtepat yang hanya dapat diduga pada pemetaan V0 terhadap [S].
2.7
Mekanisme
reaksi enzim
Ada
dua teori mengenai mekanisme kerja enzim, yaitu lock and key theory dan induced
fit theory.
1)
Lock and Key Theory (Teori Gembok dan Kunci)
Teori
ini dikemukakan oleh Fischer (1988). Menurutnya, enzim diumpamakan sebagai
gembok karena memiliki sebuah bagian kecil yang dapat berikatan dengan substrat
yang disebut dengan sisi aktif, sedangkan substrat sebagai kunci karena dapat
berikatan secara pas dengan sisi aktif enzim. Substrat dapat berikatan dengan
enzim jika sesuai dengan sisi aktif enzim. Sisi aktif enzim mempunyai bentuk
tertentu yang hanya sesuai untuk satu jenis substrat saja, hal itu menyebabkan
enzim bekerja secara spesifik. Substrat yang mempunyai bentuk ruang yang sesuai
dengan sisi aktif enzim akan berikatan dan membentuk kompleks transisi
enzim-substrat. Senyawa transisi ini tidak stabil sehingga pembentukan produk
berlangsung dengan sendirinya. Jika enzim mengalami denaturasi (rusak) karena
panas, bentuk sisi aktif akan berubah sehingga substrat tidak sesuai lagi.
Perubahan pH juga mempunyai pengaruh yang sama.
2)
Induced Fit Theory (Teori Ketepatan Induksi)
Teori
ini dikemukakan oleh Daniel Koshland. Menurutnya, sisi aktif enzim bersifat
fleksibel. Akibatnya, sisi aktif enzim dapat berubah bentuk menyesuaikan bentuk
substrat. Teori ini sesuai dengan mekanisme kerja enzim yangt sesungguhnya.
Reaksi
antara substrat dengan enzim berlangsung karena adanya induksi molekul substrat
terhadap molekul enzim. Menurut teori ini, sisi aktif enzim bersifat fleksibel
dalam menyesuaikan stuktur sesuai dengan struktur substrat. Ketika substrat
memasuki sisi aktif enzim, maka enzim akan terinduksi dan kemudian mengubah
bentuknya sedikit sehingga mengakibatkan perubahan sisi aktif yang semula tidak
cocok menjadi cocok (fit). Kemudian terjadi pengikatan substrat oleh enzim yang
selanjutnya substrat diubah menjadi produk. Produk kemudian dilepaskan dan
enzim kembali pada keadaan semula dan siap untuk mengikat substrat baru.
2.8
Inhibisi
reaksi enzim (Reversible and Irreversible)
1. Pengertian Inhibitor
Inhibitor adalah molekul yang
mengikat enzim dan
dapat menurunkan aktivitasnya . Tidak semua molekul yang
mengikat adalah inhibitor enzim; enzim aktivator mengikat enzim dan
meningkatkan aktivitas
enzimatik . Pengikatan
inhibitor dapat menghentikan sebuah substrat dari enzim memasuki situs aktif dan /
atau menghalangi enzim dari reaksi katalisisnya.
Hampir semua enzim dapat diracuni atau dihambat oleh senyawa kimiawi
tertentu. Dari penelitian mengenai senyawa penghambat enzim, telah diperoleh
informasi yang berguna mengenai spesifisitas substrat enzim, sifat-sifat
alamiah gugus fungsional pada sisi aktif, dan mekanisme aktivitas katalitik.
Senyawa penghambat enzim juga amat berguna dalam menjelaskan lintas metabolic
di dalam sel. Lebih lanjut, beberapa obat yang bermanfaat di dalam dunia
kedokteran nampaknya berfungsi karena senyawa ini dapat menghambat enzim-enzim
tertentu yang mengganggu kerja sel.
2. Jenis-jenis
Penghambatan Enzim
1. Hambatan
yang bekerja secara tidak dapat balik (irreversible inhibitor)
yaitu golongan yang bereaksi dengan, atau merusakkan
suatu gugus fungsional pada molekul enzim yang penting bagi aktivitas
katalitiknya. Suatu contoh dari penghambat tak dapat balik adalah senyawa
diisoprofilfluorofosfat (DFP), yang menghambat
enzim asetilkolinesterase, yang penting di dalam transmisi impuls
syaraf.
Apabila
penggabungan tidak bersifat reversibel maka pendekatan Michaelis-Menten tidak
dapat dilakukan. Hambatan tidak reversible ini dapat terjadi karena inhibitor
bereaksi tidak reversibel dengan bagian tertentu pada enzim, sehingga mengakibatkan
berubahnya bentuk enzim. Dengan demikian mengurangi aktivitas katalitik enzim
tersebut. Sebagai contoh inhibitor dalam hal ini ialah molekul iodoase-tamida
yang dapat bereaksi dengan gugus –SH suatu enzim tertentu.
Enzim-SH + ICH2CONH2 → enzim-S-CH2CONH2 + HI
Reaksi ini
berlangsung tidak reversible sehingga menghasilkan produk reaksi dengan
sempurna. Inhibitor lain ialah diisopropil fosfofluoridat. Inhibitor ini
termasuk senyawa fosfor organic yang bersifat racun, karena dapat berkaitan dengan
asetilkolin esterase yang terdapat dan berfungsi pada system syaraf pusat.
Dengan
terbentuknya ester ini maka enzim tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya,
sehingga dapat mengganggu kerja sel syaraf pusat. Ester yang terbentuk barsifat
stabil dan tidak mudah terhidrolisis. Dengan demikian hambatan ini diakibatkan
oleh diisopropilfosfoflouridat ini merupakan hambatan tidak reversible.
2. Hambatan
yang bekerja secara dapat balik (reversible inhibitor)
Suatu
penghambat kompetitif berlomba dengan substrat untuk berikatan dengan sisi
aktif enzim. Tetapi, sekali terikat tidak dapat diubah oleh enzim tersebut.
Ciri penghambat kompetitif adalah penghambatan ini dapat dibalikkan atau
diatasi hanya dengan meningkatkan konsentrasi substrat. Sebagai contoh, jika
suatu enzim 50% dihambat pada konsentrasi tertentu dari substrat dan penghambat
kompetitif, kita dapat mengurangi persen penghambat dengan meningkatkan
konsentrasi substrat.
Penghambat
kompetitif biasanya menyerupai substrat normal pada struktur tiga dimensinya.
Karena persamaan ini, penghambat kompetitif “menipu” enzim untuk berikatan
dengannya. Sebenarnya, penghambatan kompetitif dapat dianalisa secara
kuantitatif oleh teori Michaelis-Menten. Penghambat kompetitif (I) hanya
berikatan secara dapat balik dengan enzim, membentuk suatu kompleks EI
E + I ↔ EI
Akan tetapi,
penghambat tidak dapat dikatalisa oleh enzim untuk menghasilkan produk yang
baru.
Pengaruh inhibitor bersaing ini tidak tergantung pada
konsentrasi inhibitor semata, tetapi juga pada konsentrasi substrat. Pengaruh
inhibitor dapat dihilangkan dengan cara menambah substrat dalam konsentrasi
besar. Pada konsentrasi substrat yang sangat besar, peluang terbentuknya
kompleks ES juga makin besar. Kecepatan reaksi maksimum (Vmaks) dapat tercapai pada konsentrasi substrat yang
besar. Hubungan antara kecepatan reaksi V dengan konsentrasi substrat [S] pada
reaksi yang dihambat oleh inhibitor bersaing.
Jadi makin besar konsentrasi inhibitor, makin besar
pula sudut kemiringan garis grafik tersebut dan bila [I ]= 0, artinya reaksi
tanpa inhibitor, kemiringan garis dinyatakan dengan harga Km/Vmaks. Titik potong
grafik dengan sumbu -X besarnya ialah:
Untuk reaksi tanpa inhibitor atau [I] = 0, maka titik
,potong dengan sumbu -x besarnya
ialah -1/Km. Apabila harga titik potong grafik dengan sumbu -x
dapat ditentukan dari hasil eksperimen, sedangkan harga Km dan[I] telah diketahui, dapat dihitung harga K1. Untuk memperoleh grafik Lineweaver-Burk tersebut
dapat dilakukan serangkaian eksperimen dengan [I] yang sama dengan harga [S]
yang berbeda-beda. Untuk membandingkan suatu hasil eksperimen, dapat pula
dilakukan serangkaian eksperimen lagi dengan harga [I] lain yang tetap dan
harga [s] yang berbeda-beda.
Pada
penghambatan nonkompetitif, penghambat berikatan pada sisi enzim selain sisi
tempat substrat berikatan, mengubah konformasi molekul enzim, sehingga
mengakibatkan inaktifasi dapat balik sisi katalitik. Penghambatan nonkompetitif
berikatan secara dapat balik pada kedua molekul enzim bebas dan kompleks ES,
membentuk kompleks EI dan ESI yang tidak aktif :
E + I ↔ EI
ES + I ↔
ESI
(Lehninger. 1982 :251-255)
Hambatan
tidak bersaing ini (non competitive inhibition) tidak dipengaruhi oleh besarnya
konsentrasi substrat dan inhibitor yang melakukannya disebut inhibitor tidak
bersaing. Dalam hal ini inhibitor dapat bergabung dengan enzim pada suatu
bagian enzim diluar bagian aktif.
Hambatan
tidak bersaing ini dapat pula diketahui grafik yang menggambarkan hubungan
antara V dengan [S], atau hubungan antara1/V dengan 1/[S]. Bila digambarkan
hubungan antara V dengan [S] maka akan terjadi grafik seperti gambar 6-10.
Adanya inhibitor akan memperkecil harga Vmaks, sedangkan harga Km tidak berubah. Grafik yang terjadi bila
digambarkan hubungaa antara 1/V terhadap 1/[S] seperti pada gambar 6-11.
Dari grafik tersebut, tampak bahwa baik grafik reaksi
tanpa inhibitor maupun dengan inhibitor memotong sumbu –x pada titik yang sama,
yaitu pda harga -1/ Km. Titik potong grafik denga
sumbu –y untuk rekasi tanpa inhibitor terdapat pada harga 1/ Vmaks, sedangkan untuk reaksi dengan inhibitor
tidak bersaing terdapat pada harga :
Baik dari grafik Michaelis-Menten (Gambar 6-10) maupun
grafik Lineweaver-Burk (Gambar 6-11) tampak bahwa pada harga [S] yang sangat
besar pun harga Vmaks untuk reaksi dengan
inhibitor atau dengan kata lain hambatan tidak bersaing pada suatu reaksi tidak
dapat diatasi dengan jalan memperbesar konsentrasi substrat.
Contoh inhibitor tidak bersaing yang banyak dikenal
ialah ion-ion logam berat (Cu++, Hg++ dan Ag+) yang dapat
berhubungan dengan gugus -SH yang terdapat pada sistein dalam enzim.
c. Hambatan
Unkompetitif
Pada
inhibisi unkompetitif, inhibitor tidak dapat berikatan dengan enzim bebas,
namun hanya dapat dengan komples ES. Kompleks EIS yang terbentuk kemudian
menjadi tidak aktif. Jenis inhibisi ini sangat jarang, namun dapat terjadi pada
enzim-enzim multimerik.
3. Hambatan
Alosetrik
Model
Michaelis-Menten dapat digunakan untuk menerangkan terjadinya hambatan bersaing
maupun hambatan tidak bersaing. Namun ada beberapa enzim yang sifat kinetiknya
tidak dapat diterangkan dengan model Michaelis-Menten. Sebagai contoh bila
dibuat grafik kecepatan reaksi terhadap konsentrasi substrat, maka untuk
beberapa enzim tersebut tidak terbentuk hiperbola seperti halnya dengan
enzim-enzim yang telah dibahas sebelumnya, tetapi akan terjadi grafik yang
berbentuk sigmoida (Gambar 6-12). Kelompok enzim yang mempunyai sifat demikian
ini disebut alosterik. Hambatan yang terjadi pada enzim alosterik dinamakan
hambatan alosterik, sedangkan inhibitor yang menghambat dinamakan inhibitor
alosterik.
Bentuk
molekul inhibitor alosterik ini berbeda dengan molekul substrat. Lagipula
inhibitor alosterik berikatan dengan enzim pada tempat diluar bagian aktif
enzim. Dengan demikian hambatan ini tidak akan dapat diatasi dengan penambahan
sejumlah besar substrat. Terbentuknya ikatan antara enzim dengan inhibitor
mempengaruhi konformasi enzim, sehingga bagian aktif mengalami perubahan
bentuk. Akibatnya ialah penggabungan substrat pada bagian aktif enzim
terhambat. Model hipotetis suatu hambatan alosterik.
Treoin
sebaai substrat tidak dapat bergabung dengan enzim karena bentuk bagian aktif
enzim berubah setelah enzim berikatan dengan isoleusin sebagai inhibitor.
BAB
III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
protein murni dapat berupa
enzim dan hal ini secara tuntas dibuktikan oleh Northrop dan Stanley yang meneliti enzim pencernaan
pepsin (1930), tripsin, dan kimotripsin. Ketiga ilmuwan ini meraih penghargaan
Nobel tahun 1946 pada bidang kimia.
Penemuan bahwa enzim dapat
dikristalisasi pada akhirnya mengijinkan struktur enzim ditentukan melalui kristalografi sinar-X. Metode ini pertama kali diterapkan pada lisozim, enzim yang ditemukan pada air mata, air ludah, dan telur
putih, yang mencerna lapisan pelindung beberapa bakteri. Struktur enzim ini
dipecahkan oleh sekelompok ilmuwan yang diketuai oleh David Chilton Phillips dan dipublikasikan pada tahun
1965. Struktur lisozim dalam resolusi tinggi ini
menandai dimulainya bidang biologi struktural dan usaha untuk memahami bagaimana enzim bekerja pada tingkat
atom.
Enzim adalah senyawa organik
yang berperan sebagai katalis yaitu untuk mempercepat proses dan reaksi kimia
yang sedang berlangsung. Enzim bekerja secara spesifik pada satu jenis
substrat. Namun, ada satu enzim yang dapat bekerja pada beberapa jenis
substrat. Enzim sangat berguna untuk bagi manusia, hewan, dan tumbuhan. Oleh
karena itu, keberadaan enzim sangat dibutuhkan untuk kelangsungan kehidupan di
alam ini.
3.2
Saran
Saran dan harapan kami, dengan mempelajari
tentang enzim pembaca dapat lebih memahami tentang enzim dan mengetahui
asal-usul dari enzim serta dapat memanfaatkan ilmu pengetahuannya
sebaik-baiknya.
DAFTAR PUSTAKA
Enzim dan
Fungsinya | Artikel Biologi www.artikelbiologi.com
sadikin
mohammad.2002.seribiokimia.Jakarta:Widya-Medika
0 komentar nya:
Post a Comment