BAB
I
PENDAHULUAN
IDENTITAS
BUKU/NOVEL
NOVEL
DI
BAWAH LINDUNGAN KA’BAH
Judul
Buku : Di Bawah Lindungan Ka’bah.
Jenis
Buku : Fiksi.
Penulis : Prof. DR. Haji Abdul Malik Karim
Amrullah (HAMKA).
Penerbit : PT. Bulan Bintang.
Tahun
Terbit : Jumadil Awal 1422 / Agustus
2001.
Cetakan
Ke : 25.
Tebal
Buku : 80 halaman.
Kategori : Novel Sastra.
Jenis
Kertas : HVS 70 gram.
SINOPSIS
NOVEL
Seorang
anak yatim yang miskin bernama Hamid diangkat anak oleh keluarga Haji Jafar .
Haji Jafar adalah orang yang kaya raya. Haji Jafar dan istrinya ( Asiah ),
menganggap Hamid seperti anaknya sendiri. Hamid anak yang rajin, sopan dan
berbudi sehingga diperlakukan sama dengan anak kandung mereka, Zaenab.
Hamid
juga menganggap Hamid seperti kakak kandungnya. Ia banyak bersama-sama dengan
Hamid. Karena bersekolah di tempat yang sama, keduanya pergi dan bermain
bersama. Ketika mereka beranjak remaja, dalam hati mereka mulai tumbuh perasaan
lain, suatu perasaan yang selama ini belum mereka rasakan sebelumnya. Hamid merasa
bahwa rasa sayangnya terhadap Zaenab bukan lagi perasaan sayang kepada adiknya.
Demikian pula halnya dengan Zaenab.
Setelah
tamat dari sekolah rendah, Hamid melanjutkan sekolah ke Padang Panjang,
sedangkan Zaenab tidak melanjutkan sekolahnya. Pada masa itu, wanita yang tamat
sekolah rendah tidak dibolehkan meneruskan sekolahnya. Mereka dipingit untuk
kemudian dinikahkan dengan pilihan orang tuanya. Dengan berat hati, Hamid
meninggalkan gadis itu.
Selama
di Padang Panjang, Hamid semakin menyadari perasaan cintanya terhadap Zaenab.
perasaan rindu hendak bertemu dengan gadis itu semakin hari semakin menyiksa.
Ia ingin selalu berada di dekatnya. Namun, ia tidak berani mengutarakan
perasaan hatinya. Dia sadar adanya jurang pemisah yang sangat dalam antara mereka.
Zaenab berasal dari keluarga terpandang, sedangkan Hamid berasal dari keluarga
miskin. Itulah sebabnya, rasa cinta yang bergelora terhadap Zaenab hanya
dipendamnya saja.
Hamid
benar – benar harus menguburkan rasa cintanya kepada Zaenab ketika Haji Jafar,
ayah Zaenab yang sekaligus ayah angkatnya, meninggal dunia. Tidak lama
kemudian, ibu kandungnya pun meninggal. Betapa pilu hatinya ditinggal oleh dua
orang yang sangat dia cintai. Kini dia merasa hidup sebatang kara. Dia merasa
tidak lebih sebagai pemuda yatim piatu yang miskin. Sejak kematian ayah
angkatnya, Hamid tidak dapat menemui Zaenab lagi karena gadis itu telah
dipingit ketat oleh mamaknya.
Hati
Hamid semakin hancur ketika mengetahui bahwa Zaenab akan dijodohkan dengan
pemuda yang memiliki kekerabatan dengan ayah angkatnya. Bahkan, Mak Asiah
meminta Hamid untuk membujuk Zaenab supaya mau dijodohkan. Betapa hancur hati
Hamid menerima kenyataan tersebut. Cinta kasihnya kepada Zaenab tidak akan
pernah tercapai.
Dengan
berat hati, Hamid menuruti kehendak Mak Asiah. Dia menemui Zaenab dan membujuk
gadis itu agar mau menerima pemuda pilihan mamaknya. Menerima kenyataan
tersebut, hati Zaenab menjadi sangat sedih. Dalam hatinya, dia ingin menolak
kehendak mamaknya, namun dia tidak mampu melakukannya.
Setelah
kejadian itu, Hamid memutuskan untuk pergi meninggalkan kampung halamannya. Dia
tidak sanggup menanggung beban berat. Dia meninggalkan Zaenab dan pergi ke
Medan, dia menulis surat kepada Zaenab. Dalam suratnya, dia mencurahkan isi
hatinya kepada gadis itu. Dari Medan Hamid melanjutkan perjalanan menuju
Singapura, kemudian dia pergi ke tanah suci Mekkah.
Betapa
sedih dan hancur hati Zaenab ketika dia menerima surat dari Hamid. Gadis itu
tersiksa karena dia pun mencintai Hamid. Dia sangat merindukannya. Namun, dia
harus melupakan cintanya karena mamaknya telah menjodohkan dirinya dengan
pemuda lain. Karena selalu dirundung kesedihan, Zaenab sering sakit-sakitan dan
kehilangan semangat hidup.
Hamid
selalu gelisah karena menahan rindu pada Zaenab. Untuk mengahapuskan
kerinduannya, dia bekerja pada sebuah penginapan milik seorang Syekh. Sambil
bekerja, dia terus memperdalam agama islam dengan tekun.
Setelah
setahun berada di Mekkah, Hamid bertemu dengan Saleh, seorang teman dari
kampungnya yang sedang melakukan ibadah haji. Ketika itu Saleh menjadi tamu di
penginapan tempat Hamid bekerja. Dari Saleh, Hamid dapat mendengar kabar
tentang Zaenab. Sejak kepergiannya, Zaenab sering sakit-akitan. Dia sangat
menderita karena menanggung rindu kepadanya. Dia juga mengetahui kalau Zaenab
tidak jadi menikah dengan pemuda pilihan ibunya.
Mendengar
penurturan Saleh, Hamid merasa sedih sekaligus gembira. Dia sedih sebab Zaenab
dalam keadaan menderita batin. Di lain pihak, dia gembira sebab Zaenab ternyata
mencintainya. Setelah mengetahui kenyataan yang menggembirakan itu, Hamid
memutuskan untuk kembali pulang ke kampung halamannya setelah ia menunaikan
ibadah haji.
Sementara
itu , Saleh mengirim surat kepada istrinya mengabarkan pertemuannya dengan
Hamid. Dia menceritakan bahwa hamid masih menantikan Zaenab dan dia pun
memberitahukan bahwa Hamid akan pulang ke kampung halamannya bila mereka telah
selesai menunaikan ibadah Haji.
Rosna
memberikan surat dari Saleh kepada Zaenab. Ketika dia membaca surat itu, betapa
gembiranya hati Zaenab. Dia tidak pernah menyangka akan bertemu lagi dengan
kekasih hatinya. Dia merasa tidak sabar lagi menanti kedatangan Hamid. Segala
kenangan indah bersama Hamid kembali menari-nari dalam pikirannya. Semua itu
dia ungkapkan melalui suratnya kepada Hamid.
Hamid
menerima surat Zaenab dengan sukacita. Semangatnya untuk segera kembali pulang
ke kampung semakin mengebu-gebu. Dia sangat merindukan kekasih hatinya. Itulah
sebabnya, dia memaksakan diri untuk tetap menunaikan ibadah haji sekalipun dalam
keadaan sakit. Dia menjalankan setiap tahap yang wajib dilaksanakan untuk
kesucian dan kemurnian ibadah haji dengan penuh semangat. Dalam keadaan sakit
parah, dia melakukan wukuf. Namun, sepulang melakukan wukuf di Padang Arafah,
tubuhnya semakin melemah.
Pada
saat yang sama, Saleh mendapat kabar dari istrinya bahwa Zaenab telah meninggal
dunia. Dia tidak ingin memberi tahu kabar itu kepada Hamid. Namun, Hamid
mendesaknya untuk menceritakan isi surat tersebut.
Mengetahui
isi surat itu, Hamid sangat terpukul. Namun, karena keimanannya kuat, dia mampu
menerima kenyataan pahit itu. Dia menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah SWT.
Keesokan harinya, dia tetap memaksakan diri untuk berangkat ke Mina. Namun,
dalam perjalannya, dia terjatuh, sehingga Saleh mengupah orang Badui untuk
memapahnya.
Usai
acara di Mina, mereka berdua berangkat ke Masjidil Haram. Ketika mereka selesai
mengelilingi Ka’bah, Hamid minta berhenti di Kiswah. Sambil memegang Kiswah
itu, dia mengucapkan “ Ya Rabbi, ya Tuhanku Yang Maha Pengasih dan Penyayang, “
beberapa kali. Suaranya semakin melemah dan akhirnya berhenti untuk
selama-lamanya. Hamid meninggal dunia di depan Ka’bah.
BAB
II
ANALISIS
A. UNSUR INTRINSIK
1.
Tema
Tema dalam novel yang berjudul Di
Bawah Lindungan Ka’bah karya HAMKA ini adalah kasih yang tak sampai. Karena
pada cerita novel ini Hamid dan Zainab adalah dua orang yang saling mencintai,
tetapi Hamid adalah seorang dari keluarga miskin, sedangkan Zainab adalah
seorang dari kelurga kaya dan terpandang. Dan hidup keluarga Hamid selalu
tergantung atas kedermawanan dai keluarga Zainab. Ia merasa tak pantas untuk
bersanding dengan Zainab. Kisah percintaan mereka terhalang oleh setatus sosial
sehingga pasangan pemuda tersebut harus menahan perasaannya demi menjaga
perasaan orang tuanya sampai-sampai keduanya sama-sama meninggal.
Datanya pada halaman 67-69:
khadam syekh dating terburu-buru
mengantarkan sepucuk kawat dari Sumatra! Setelah kami buka, ternyata datang
dari Rosna. Muka Saleh menjadi pucat, jantung saya berdebar membaca isinya yang
tiada sangka: Zainab wafat, surat menyusul Rosna.
”Tenangkanlah hatimu, Sahabat!”
kata Saleh. “Kehendak Allah telah
berlaku. Ia telah memanggil orang yang dicintai-Nya ke hadirat-Nya.”
“O, jadi Zainab telah dahulu dari
kita?’ tanyanya pula.
Setelah termenung sejenak. Saleh
menganggukkan kepalanya.
Melihat itu kepalanya tertekun, ia
menarik nafas panjang, dari pipinya meleleh dua titik air mata yang panas.
Tiada beberapa saat kemudian
datanglah Badui tersebut dengan temannya membawa tandu yang kami pesan. Hamid
pun dipindahkan ke dalam dan diangkat dengan segera menuju Masjidil Haram; saya
dan Saleh mengirngkan di belakang menurutkan kedua Badui yang berjalan cepat
itu. Hati saya sangat berdebar melihat keadaan itu; saya lihat pula muka Hamid,
sudah tampak terbayang tanda-tanda dari kematian. Sesampainya di sana
diulurkannya tangannya, dipegangnya kiswah kuat-kuat dengan tangannya yang
kurus, seakan-akan tidak akan dilepasnya lagi. Saya dekati dia, kedengaran oleh
saya dia membaca doa.
Setelah itu suaranya tiada
kedengaran lagi; di mukanya terbayang, suatu cahaya yang jernih dan damai,
cahay keridaan Ilahi.
Di bibirnya terbayang suatu
senyuman dan sampailah waktunya. Lepas ia dari dunia yang mahaberat ini dengan
keizinan Tuhannya. Di bawah lindungan Ka’bah!
2.
Amanat
Amanat yang ingin disampaikan
pengarang kepada kita yaitu:
Jangan
pernah berputus asa, karena setiap masalah
pasti akan ada jalan keluarnya.
Datanya
pada halaman 12:
Kemiskinan
telah menjadikan ibu putus harapan memandang kehidupan dan pergaulan dunia ini,
karena tali tempat bergantung sudah putus dan tanah tempat berpijak sudah
terban.
(Dalam
kutipan tersebut tergambar dengan jelas bahwa Ibu Hamid telah putus asa karena
kemiskinannya, seharusnya beliau harus menerima apa adanya (Qona’ah) dan terus
berusaha karena Allah SWT pasti akan membantunya jika dia mau berdoa dan
berusaha)
Teruslah
berusaha dan berdoa agar semua yang diinginkan akan tercapa, karena Allah SWT
pasti akan mendengar doa dari hambanya.
Datanya
pada halaman 18:
Pada
suatu pagi saya dating ke muka ibu saya dengan perasaan yang sangat gembira,
membawa kabar suka yang sangat membesarkan hatinya, yaitu besok Zainab akan
diantarkan ke sekolah dan saya dibawa serta. Saya akan disekolahkan dengan
belanja Engku Haji Ja’far sendiri bersama-sama anaknya.
Mendengar
perkataan itu, terlompatlah air mata ibuku karena suka cita, kejadian yang
selama ini sangat diharap-harapkannya.
(Dalam
kutipan di atas tergambar dengan jelas bahwa Ibu Hamid terus berdoa dan
berusaha agar anaknya dapat sekolah, dan akhirnya doa dan usaha Ibu Hamid tidak
sia-sia, anaknya sekarang bisa bersekolah walaupun biaya sekolahnya bukan Ibu
Hamid sendiri yang menanggungnya).
Kita
harus berani mengungkapkan perasaan kita kepada orang yang kita cintai, jangan
kita sesali akan perbuatan kita yang tidak peka terhadap keadaan.
Datanya
pada halaman 26:
Dahulu saya tiada pedulikan hal
itu, tetapi setelah saya besar dan terpisah darinya, barulah saya insaf, bahwa
kalau bukan di dekatnya, saya berasa kehilangan.
Mustahil dia akan dapat menerima
cinta saya, karena dia langit dan saya ini bumi, bangsanya, tinggi dan saya
hidup darinya tempat buat lekat hati Zainab. Jika kelak datang waktunya orang
tuanya bermenantu, mustahil pula saya akan termasuk dalam golongan orang
terpilih untuk menjadi menantu Engku Haji Ja’far. Karena tidak ada yang akan
dapat diharapkan dari saya. Tetapi Tuan
kemustahilan itulah yang kerap kali memupuk cinta.
(Dari
kutipan di atas telah tergambar dengan
jelas bahwa Hamid mempunyai rasa dengan Zainab, tetapi dia tidak berani
untuk menungkapkannya karena dia minder akan status sosialnya. Seharusnya Kalau
Hamid benar-benar cinta dengan Zainab, Hamid harus berani mengungkapn
perasaannya dengan penuh keyakinan cintanya akan diterma).
Kita harus harus berbicara yang sopan
walaupun kepada orang yang usianya lebih muda dan selalu tolong-menolong kepada
sesama.
Datanya
pada halaman 26-27:
“Belajarlah
sungguh-sungguh, Hamid, mudah-mudahan engkau lekas pintar dalam perkara agama
dan dapat hendaknya saya menolong engkau sampai tamat pelajaranmu.”
(Dalam
kutipan tersebut terpapar dengan jelas bahwa Haji Ja’far adalah orang yang
berlaku sopan dalam berbicara kepada orang yang usianya lebih muda dan selalu
tolong menolong terhadap sesama).
Segala
sesuatu membutuhkan pengorbanan. Kita
sebagai manusia boleh berencana, berharap dan berusaha semaksimal mungkin,
namun Allah jugalah yang menentukan semua itu.
Datanya
pada halaman 69 :
Setelah itu suaranya
tiada kedengaran lagi; di mukanya terbayang, suatu cahaya yang jernih dan
damai, cahay keridaan Ilahi.
Di bibirnya terbayang suatu
senyuman dan … sampailah waktunya. Lepas ia dari dunia yang mahaberat ini
dengan keizinan Tuhannya. Di bawah lindungan Ka’bah!
(Dalam
kutipan di atas tergambar jelas bahwa Hamid adalah seorang yang memperjuangkan
cintanya sampai ia meninggal. Perjuangan cinta Hamid merupakan pengorbanan yang
begitu besar. Tetapi Hamid meninggal sebelum cintanya tersampaikan).
3.
Penokohan
a.
Tokoh Protagonis
Hamid.
Zainab.
(Karena
Hamid dan Zainab adalah orang yang menjadi pokok terbentuknya suatu masalah
dalam cerpen tersebut)
b.
Tokoh Tritagonis
Saleh.
Rosna
(Karena
Saleh dan Rosna menjadi tokoh penengah akan permasalahan cinta antara Hamid dan
Zainab dalam novel tersebut).
c.Tokoh
Bawaan
Ibu Hamid
Haji Ja’far
Mak Asiah
Aku
(Karena
tokoh tersebut merupakan tokoh yang membantu jalannya suatu cerita pada cerpen
tersebut)
d.
Tokoh Figuran
Badui.
Pak
Paiman
(Karena
dalam cerita di novel tersebut tokoh Badui dan Pak Paiman tidak banyak
ditampilkan dan hanya muncul di saat tertentu dan apabila dua tokoh tersebut
tidak ditampilkan dalam cerita tidak akan mengubah cerita tersebut).
4.
Karakteristik
Hamid
:
a.
Dengan menggunakan cara analitik dapat diketahui bahwa karateristik Hamid yaitu
:
Tabah
dan sabar serta tegar, sifatnya pendiam,
dan suka bermenung seorang diri.
Datanya pada halaman 7:
Seorang anak muda yang baru berusia
kira-kira 23 tahun, sifatnya pendiam, suka bermenung seorang diri.
Seorang
pemuda yang shaleh menjalankan ibadah, sopan, berbudi pekerti yang baik dan
mulia. Hidupnya amat sederhana, tidak lupa beribadat, tidak suka membuang-buang
waktu kepada sesuatu yang tidak bermanfaat, dan dia juga suka membaca buku-buku
agama
Datanya
pada halaman 7:
Biasanya
sebelum kedengaran azan subuh, ia telah lebih dahulu bangun, pergi ke masjid
seorang dirinya, dan sifatnya yang saleh., saya telah beroleh seorang sahabat
yang mulia dan patut dicontoh.
Hidupnya
amat sederhana, tiada lalai dari beribadat, tiada suka membuang-buang waktu
kepada yang tiada berfaedah, lagi amat suka memperhatikan buku-buku agama.
b.
Dengan menggunakan cara dramalitik dapat diketahui bahwa karakteristik Hamid
yaitu :
berusia
23 tahun, badannya kurus lampai dan rambutnya
hitam berminyak
Datanya pada halaman 7 :
Seorang anak muda yang baru berusia
kira-kira 23 tahun, badannya kurus lampai, rambutnya hitam berminyak.
Ia
adalah seorang anak yatim dari sebuah keluarga miskin
Datanya pada halaman 12 -13:
Ia
meninggalkan saya dan ibu didalam kedaan yang sangat melarat. Rumah tempat kami
tinggal hanya sebuah rumah kecil yang telah tua, yang lebih pantas kalau
disebut gubuk atau dangau. Kemiskinan telah menjadikan ibu putus harapan
memandang kehidupan dan pergaulan dunia ini, karena tali tempat bergantung
sudah putus dan tanah tempat berpijak sudah terban. Hanyalah saya yang tinggal,
jerat semata, tempat dia menggantungkan pengharapan untuk zaman yang akan
datang, zaman yang masih gelap.
Suka
bekerja keras, berbakti kepada orang tua, serta tabah menghadapi cobaan.
Datanya
pada halaman 12, 13, 14, 28, 29, dan 34:
Masa
saya masih berusia empat tahun, ayah saya telah wafat saya hanya duduk dalam
rumah di dekat ibu, mengerjakan apa yang dapat saya tolong, Sehingga akhirnya
saya telah menjadi menjadi seorang anak penjual kue yang terkenaldengan tidak
disangka-sangka satu musibah besar telah menimpa kami berturut-turut.pertama
ialah kematian yang sekonyong-konyong dari
Engku Haji Ja’far yang dermawan itu, ibu saya yang tercinta, yang telah membawa
saya menyeberangi hidup bertahun-tahun telah ditimpa sakitsedang saya duduk
menjaga dengan diam dan sabar, sekarang
saya sudah tinggal sebatang kara dalam dunia ini.
Seorang
pemuda yang berpendidikan, dan pintar
dalam ilmu agama
Datanya
pada halaman 23:
Sekolah-sekolah
agama yang disitu mudah sekali saya masuki, seorang guru memberi pikiran,
menyuruh saya mempelajari agama di luar sekolah saja sebab kepandaian saya
lebih tinggi dalam hal ilmu umum daripada kawan
yang lain.
Zainab
a.
Dengan menggunakan cara analitik dapat diketahui bahwa karateristik Zainab
yaitu: seorang gadis anak dari Haji Ja’far yang berhati mulia dan taat kepada
orang tuanya.
Datanya
pada halaman 16:
Anak
perempuan itu masih kecil, sebaya dengan saya. Apa perintah ibunya diikutinya
dengan patuh rupanya ia amat disayangi karena anaknya hanya seorang itu.
b.
Dengan menggunakan cara dramalitik dapat diketahui bahwa karakteristik
Zainab yaitu: umurnya lebih muda
daripada Hamid, mudah bergaul, baik, pendiam, tidak sombong, dan rendah hati
Datanya
pada halaman 19:
Umur saya lebih tua daripada Zainab.
Meskipun saya hanya anak yang beroleh tolongan dari ayahnya, sekali-kali
tidaklah Zainab memandang saya sebagai orang lain lagi, tidak pula pernah
mengangkat diri, agaknya karena kebaikan didikan ayah bundanya. Cuma di
sekolah, anak-anak orang kaya kerap kali menggelakkan saya, anak berjual goring
pisang telah bersekolah sama-sama dengan anak orang hartawan.
Saleh
Dengan
menggunakan cara dramalitik dapar diketahui bahwa karakteristik Saleh yaitu:
Sahabat
Hamid yang berbudi luhur, taat beragama, baik, mempunyai tutur kata yang sopan,
amanah, jujur, dan setia kawan.
Datanya pada halaman 8:
Kedatangan sahabat baru itu mengubah
keadaan dan sifat-sifat hamid. Entah kabar apa agaknya yang baru dibawah saleh
dari kampung yang mengganggu ketentraman pikiran hamid.
Datanya pada halaman 67:
khadam
syekh dating terburu-buru mengantarkan sepucuk kawat dari Sumatra! Setelah kami
buka, ternyata dating dari Rosna. Muka Saeh menjadi pucat, jantung saya
berdebar membaca isinya yang tiada sangka: Zainab wafat, surat menyusul Rosna.
Setelah dibacanya, dengan sikap yang
sangat gugup Saleh menyimpan surat kawat itu ke dalam koceknya, sambil
memandang Hamid dengan perasaan yang sangat terharu.
Tiba-tiba dari tempat tidurnya, Hamid
kedengaran berkata, “Surat apakah yang tuan-tuan terima? Apakah sebabnya
tuan-tuan sembunyikan dariku? Adakah ia membawa kabar suka atau kabar duka? Jika
ia kabar suka, tidakkah patut saya diberi sedikit saja pada kesukaan itu? Kalau
kabar itu mengenai diri saya sendiri, lebih baik tuan-tuan terangkan kepada
saya lekas-lekas, tiadalah patut tuan-tuan sembunyikan lama-lama, jangan
dibiarkan saya di dalam sakit menanggung perasaan yang ragu-ragu.”
”Tenangkanlah hatimu,
Sahabat!” kata Saleh. “Kehendak Allah
telah berlaku. Ia telah memanggil orang yang dicintai-Nya ke hadirat-Nya.”
“O, jadi Zainab telah dahulu dari kita?’
tanyanya pula.
Setelah
termenung sejenak. Saleh menganggukkan kepalanya.
Melihat
itu kepalanya tertekun, ia menarik nafas panjang, dari pipinya meleleh dua
titik air mata yang panas.
Datanya
pada halaman 66 :
Demi
melihat hal itu jantung saya berdebar-debar, saya kasihan kepadanya,
kalau-kalau di tempat itulah dia akan bercerai buat selama-lamanya dengan kami.
Seorang
yang berpendidikan, seorang yang bisa dikatakan mempunyai harta, sehingga dia
bisa naik Haji dan sekolah di Mesir.
Datanya
pada halaman 48:
Saleh
adalah seorang teman saya semasa kami masih sama-sama bersekolah agama di
Padang Panjang. Oleh karena sekolahnya di Padang telah tamat, dia hendak
meneruskan pelajarannya ke Mesir, ia singgah ke Mekah ini untuk mencukupkan
rukun.
Rosna
Dengan
menggunakan cara dramalitik dapat diketahui bahwa Rosna mempunyai karakteristik
yaitu:seorang wanita istri dari Saleh
yang setia dan teguh hati.
Datanya
pada halaman 49:
Dia
menceritakan kepadaku, bahwa dia telah beristri dn istrinya telah sudi
melepaskan dia berlayar sejauh itu, padahal mereka baru kawin. Dipujinya
istrinya sebagai seorang yang setia dan teguh hati melepas suaminya berjalan
jauh karena untuk menambah pengetahuannya.
Ibu
Hamid
Dengan
menggunakan cara dramalitik dapat diketahui bahwa karakteristik Ibu Hamid
yaitu:
Pemarah,
putus asa,penyabar, dan seorang yang penuh kasih sayang.
Datanya pada halaman 13:
Di
waktu teman-teman bersukaria bersenda gurau, melepaskan hati yang masih
merdeka, saya hanya duduk dalam rumah didekat ibu, mengerjakan apa yang dapat
saya tolong. Kadang-kadang ada juga disuruhnya saya bermain-main, tetapi hati
saya tiada dapat gembira sebagai teman-teman itu, karena kegembiraan bukanlah
saduran dari luar, tetapi terbawa oleh sebab-sebab yang boleh mendatangkan
gembira itu.
Datanya pada halaman 14:
Tetapi
ibu kelihatan tidak putus harapan, ia berjanji akan berusaha, supaya kelak saya
menduduki bangku sekolah, membayarkan cita-cita almarhum suamiya yang sangat
besar angan-angannya, supaya kelak saya menjadi orang yang terpakai dalam
pergaulan hidup.
Datanya
pada halaman 17:
Mula-mula
ibu seakan-akan hendak menampik, dia agak marah kepada saya, kalau-kalau saya
telah bercepat mulut menerangkan untung perasaian kami kepada orang lain.
Haji
Ja’far
Dengan menggunakan cara dramalitik
dapat diketahui bahwa karateristik Haji Ja’far yaitu:
Suka
tolong menolong, rendah hati, tidak sombong, pandai bergaul, berbudi yang baik
dan ramah.
Datanya
pada halaman 18 :
Saya
akan disekolahkan dengan belanja Engku Haji Ja’far sendiri bersama-sama anaknya,
melanjutkan cita-cita ibu saya karena kedermawanan Engku Haji Ja’far juga, ia
seorang yang sangat dicintai oleh penduduk negeri, karena ketinggian budinya
dan kepandaiannya dalam pergaulan, tidak ada satu pun perbuatan umum di sana
yang tak dicampuri oleh Engku Haji Ja’far seorang hartawan yang amat peramah
kepada fakir dan miskin
Baik
hati dan dermawan.
Datanya
pada halaman 26-27:
“Belajarlah
sungguh-sungguh, Hamid, mudah-mudahan engkau lekas pintar dalam perkara agama
dan dapat hendaknya saya menolong engkau sampai tamat pelajaranmu”
Mak
Asiah
a.
Dengan menggunakan cara analitik dapat diketahui bahwa karakteristik Mak Asiah
yaitu peramah dan penyanyang.
Datanya
pada halaman 16:
Perempuan
itu memakan sirih, mukanya jernih, peramah dan penyayang.
b.
Dengan menggunakan cara dramalitik dapat diketahui bahwa karakteristik Mak
Asiah yaitu: dermawan, rendah hati, dan memiliki rasa belas kasihan,
Datanya
pada halaman 17-18:
segala
perasaian dan penanggungan ibu
didengarnya dengan tenang dan muka rawan, kadang-kadang ia pun turut menangis
waktu ibu menceritakan hal-hal yang sedih-sedih. Sehingga waktu cerita itu
habis, terjadilah diantara keduanya persahabatan yang kental, harga-menghargai
dan cinta mencinta.
Badui
Dengan
menggunakan cara dramalitik dapat diketahui bahwa karakteristik dari Badui
yaitu: baik, patuh perintah dan pekerja keras.
Datanya
pada halaman 67-68:
Tiada berapa saat kemudian
datanglah Badui tersebut dengan temannya membawa tandu yang kami pesan. Hamid
pun dipindahkanlah ke dalam dan diangkat dengan segera menuju Masjidil Haram.
Datanya
pada halaman 69:
Setelah nyata wafatnya, maka
dengan tidak menunggu lama, kedua Badui itu memikul mayat itu ke rumah syekh
kami. Dan mereka berdua jugalah yang mengurus dan memikulnya sampai ke kubur.
Pak
Paiman
Dengan
menggunakan cara dramaliti dapat diketahui bahwa karateristik Pak Paiman yaitu:
seorang yang baik hati, suka memberi, dan rajin.
Datanya
pada halaman 15-16 :
Selama
itu kerap kali kami datang ke situ meminta buah rambutan dan saoh (sawo) kepada
Pak Paiman, Pak Paiman yang telah menjadi jongos untuk memelihara perkarangan
itu, belum pernah dapat suara yang keras darinya.
Aku
Dengan
menggunakan cara dramalitik dapat diketahui bahwa karateristik Aku dalam novel
ini yaitu:
a.Secara
Fisiologis, Tokoh Aku di dalam ini adalah seorang tokoh sekaligus si pengarang
novel itu sendiri.
b.Secara
Sosioligis, tokoh Aku di dalam novel ini adalah seorang yang hidup lebih dari
cukup, tergolong dari keluarga yang mampu bahkan bisa naik Haji yang tidak
semua orang dapat menjalankannya tersebut
Datanya
pada halaman 6:
“Alangkah
besar hati saya ketika melihat Ka’bah”, ”saya injak Tanah Suci dengan
persangkaan yang biak.”,” tentu saja selain saya sendiri, orang-orang yang
datang ke sana itu adalah orang-orang yang gembira dan mampu.”
c.
Secara Psikologis, tokoh Aku dalam novel ini adalah: seorang yang pintar
bergaul, an menghormati orang lain:
Datanya pada halaman 7:
“Melihat
kebiasaannya demikian dan sifatnya yang saleh, saya menaruh hormat yang besar
atas dirinya dan saya ingin hendak berkenalan.”
d.
Seorang yang peduli dan perhatian terhadap penderitaan orang lain
Datanya
pada halaman 9-10
“kesedihannya
itu telah berpindah ke dada saya, meskipun saya tak tahu apa yang disedihkannya.”,
saya beranikan hati mendekatkan diri kepadanya. Maksud saya kalau dapat hendak
membagi kedukaan hatinya.”, saya akan menolong engkau sekedar tenaga yang ada
pada saya. Karena meskipun kita belum lama bergaul, saya tidak akan
menyia-nyiakan kepercayaan engkau kepada diri saya.”
5.
Sudut Pandang
Sudut
pandang yang digunakan pengarang dalam novel ini yaitu sudut pandang orang
pertama tunggal, karena dalam cerita ini penulis menetapkan dirinya sebagai
tokoh utama dan mengisahkan tentang dirinya sendiri, tindakan dan kejadian di
sekitarnya.
Kutipan:
Belakangan
Hamid lebih banyak duduk termenung dan berdiam seorang diri, seakan-akan
"Saya" dianggap tidak ada dan idak diperdulikannya lagi. (halaman 8)
Karena merasa tidak nyaman, maka
"Saya" memberanikan diri mendekati dan bertanya kepadanya, kabar
apakah gerangan yang dibawa sahabat baru itu sehingga membuatnya
murung.(halaman 9)
Ia
termenung kira-kira dua tiga menit,setelah itu ia memandangku dan berkata bahwa
itu sebuah rahasia. Namun setelah dibujuk agak lama, barulah ia mau berbagi
kedukaannya kepadaku. Dan ternyata rahasia yang ia katakan ialah tentang masa
lalu dan kisah cintanya dimasa itu. Saleh mengabarkan kalau dia sudah menikah
dengan Rosna yang kebetulan teman sekolahnya dan sahabat Zainab juga. (halaman
10)
Suatu
ketika Hamid bertandang ke rumah Zainab, yang mana Zainab itu adalah orang yang
Hamid kasihi selama ini, namun ia tiada berani untuk memberitahukan perasaannya
itu kepada Zainab,mengingat jasa-jasa orang tua Zainab kepada Hamid dan ibunya
selama ini. Apalagi saat itu ibunya Zainab pernah meminta Hamid untuk membujuk
Zainab supaya mau dinikahkan dengan kemenakan ayahnya. Padahal waktu itu Hamid
berniat unuk memberi tahukan tentang perasaannya yang selama itu dia simpan
kepada Zainab,namun niatnya itu diurungkannya.(halaman 39)
6.
Alur
Alur
yang digunakan pada novel ini yaitu alur
campuran (flash back atau maju mundur), karena dalam novel ini ceritanya
bergerak dari bagian tengah menuju ke awal, dilanjutkan ke akhir cerita.
Tahapan
Alur
a.
Eksposisi
Ketika
menginjakan kaki di tanah suci, aku menumpang di rumah seorang syekh yang
pekerjaan dan pencahariaannya dari memberi tumpangan bagi orang haji. Di tempat
tumpangan itu si Aku bertemu dengan seorang pemuda yang berusia kira-kira 23
tahun. Pemuda itu menurut syekh berasal dari Sumatra. Dalam beberapa hari si
Aku dapat berkenalan dengannya.
b.
Konflik Awal
Baru
dua bulan saja, pergaulan kami yang baik itu tiba-tiba telah terusik dengan kedatangan
seorang teman baru dari Padang, yang rupanya mereka adalah teman lama. Ia
bernama Saleh, menurut kabar ia hannya tinggal dua atau tiga hari di Mekah
sebelum naik haji, ia akan pergi ke Madinah dulu dua tiga hari pula sebelum
jemaah haji ke Arafah. Setelah itu ia akan meneruskan perjalanannya ke Mesir
guna meneruskan studinya. Namun kedatangan sahabat baru itu, mengubah keadaan
dan sifat-sifat Hamid.
c.
Komplikasi
Setelah
beberapa lama kemudian, dengan tidak disangka-sangka satu musibah besar telah menimpa
kami berturut-turut. Pertama ialah kematian yang sekonyong-konyong dari Engku
Haji Ja'far yang dermawan itu...Kematiannya membawa perubahan, yang bukan
sedikit kepada perhubungan dengan rumah tangga Zainab. Belum beberapa lama
setelah budiman itu menutup mata, datang pula musibah baru kepada diri saya.
Ibu saya yang tercinta, yang telah membawa saya menyebrangi hidup
bertahun-tahun telah ditimpa sakit, sakit yang selama ini telah melemahkan
badannya, yaitu penyakit dada.
d.
Klimaks
Setelah
kejadian pada pada hari itu, Hamid memutuskan untuk meninggalkan kota Padang
tanpa sepengetahuan Zainab. Hamid menuju kota Medan, ketika di Medan Hamid
mengirimkan surat kepada Zainab, dengan meberanikan diri mencurahkan segala
perasaan yang selama ini dipendamnya. Setelah dari Medan Hamid menuju ke
Singapura, selanjutnya ke Tanah Suci Mekah.
e.
Penurunan Klimaks
Kehadiran
Saleh memberikan informasi kepada Hamid tentang keadan di kampungnya dan
tentang Zainab. Tentu ini semua membuat bahagia Hamid. Saleh juga memberi tahu
bahwa Zainab mencintai Hamid, Saleh tau hal tersebut dari istrinya yaitu Rosna
yang kebetulan Rosna adalah teman sepermainannya Zainab.
f.
Penyelesaian
Begitupun
dengan Zainab kini ia telah mengetahui keberadaan Hamid, seseorang yang ia
nantikan selama bertahun-tahun. Karena Saleh pula cinta keduanya jadi terbuka,
Hamid dan Zainab kini sama-sama telah mengetahui perasaan masing-masing, yang
ternyata cinta mereka tidak bertepuk sebelah tangan. Tetapi sebelum keduanya
bertemu di tanah air, Tuhan telah berkehendak lain. Zainab dipanggil-Nya,
disusul pula oleh Hamid yang juga di paggil-Nya.
7.
Latar
Latar
yang terdapat dalam novel ini adalah:
a.
Latar Tempat
Di
Mekkah
Datanya
pada halaman 7:
Menurut
keterangan syekh kami, anak muda itu berasal dari Sumatera, datang pada tahun
yang lalu, jadi adalah dia seorang yang telah mukim di Mekah.
Di
Rumah
Datanya pada halaman 13:
Saya
hanya duduk dalam rumah didekat ibu
Di
Halaman Rumah
Datanya
pada halaman 16:
Setelah
saya akan meninggalkan halaman rumah itu
Di
Puncak Gunung Padang
Datanya
pada halaman 20:
Waktu
orang berlimau, sehari orang akan berpuasa, kami dibawa ke atas puncak Gunung
Padang.
Di
Padang
Datanya
pada halaman 20:
Sehari
orang akan puasa, kami dibawa ke atas Gunung Padang, karena di sanalah ayahku
berkubur dan beberapa famili ibu Zainab.
Di
Padang Panjang
Datanya
pada halaman 23:
Sejak
mula saya pindah ke Padang Panjang, senantiasa saya merasa kesepian.
Di
Pesisir Arau
Datanya
pada halaman 35:
di
waktu saya sedang berjalan-jalan seorang diri di Pesisir Arau yang indah itu.
Di
Medan, Singapura, Bangkok, Tanah-tanah Hindustan, Karachi, Basrah, Irak, Sahara
Nejd
Datanya
pada halaman 46:
Tiada lama saya di Medan, saya menuju
Singapura, mengembara ke Bangkok, berlayar terus memasuki tanah-tanah
Hindustan, dan dari karachi berlayar menuju ke Basrah, masuk Irak, melalui
Sahara Nejd dan akhirnya sampailah saya ke Tanah Suci ini.
Di
Madinah
Datanya
pada halaman 61:
sepuluh
hari sebelum orang-orang berangkat ke Arafah mengerjakan wukuf, jemaah-jemaah
telah kembali dari ziarah besar ke Madinah.
Pekuburan
Ma'ala
Datanya
pada halaman 73 :
Sehari
sebelum kami meninggalkan Mekkah, pergilah kami berziarah ke kuburan Ma'ala,
tempat Hamid di kuburkan.
b. Latar Waktu
Tahun
1927
Datanya
pada halaman 6:
Konon
kabarnya, belumlah pernah orang naik haji seramai tahun 1927 itu, baik sebelum
itu ataupun sesudahnya.
Bulan
Ramadan, Bulan Syawal
Datanya
pada halaman 8:
Baharu
dua bulan saja, semenjak awal Ramadan sampai syawal.
Malam
Datanya
:
a.
Pada suatu malam, sedang ia duduk seorang dirinya. (halaman 9)
b.
Di waktu malam, ketika akan tidur, kerap kali Ibu menceritakan kebaikan Ayah. (halaman
13).
§ Pagi
Datanya
:
a.Tiap-tiap
pagi saya selalu di hadapan rumah itu. (halaman 16).
b.Pada
suatu pagi saya datang ke muka ibu. (halaman 18).
c.Besok
paginya, saya tidak menjunjung nyiru tempat kue lagi. (halaman 18)
Hari
Minggu
Datanya
pada halaman 19:
Hari
Minggu kami diizinkan pergi ke tepi laut
Sore
Datanya
pada halaman 19 Kadang-kadang di waktu sore kami duduk di beranda muka
Bulan
Zulhijjah
Datanya
pada halaman 65:
Pada
hari kedelapan bulan Zulhijjah, datang perintah dari syekh kami
b.
Latar Suasana
Suasana
Bahagia
1.
Suasana bahagia ketika Hamid dapat bersekolah. Dengan bukti kutipan berikut:
Pada suatu pagi saya datang ke muka
ibu saya dengan perasaan yang sangat gembira, membawa kabar suka yang sangat
membesarkan hatinya, yaitu besok Zainab akan diantarkan ke sekolah dan saya
dibawa serta. Saya akan disekolahkan dengan belanja Engku Haji Ja'far sendiri
bersama-sama anaknya.
Mendengar perkataan itu, terlompatlah
air mata ibuku karena suka cita, kejadian yang selama ini sangat
diharap-harapkannya. (halaman 18).
2.
Suasana bahagia jika waktu pakansi tiba. Dengan bukti kutipan sebagai berikut.
Bilamana
pakansi puasa telah datang, gembiralah hati saya, karena akan dapat saya
menghadap ibu saya, memaparkan dihadapannya, bahwa dia sudah patut gembira,
karena anaknya ada harapan akan menjadi orang alim. (halaman 24).
3.
Suasana bahagia ketika pakansi tiba, bertemu dengan ibu dan Haji Ja'far serta
dengan Mak Asiah dan Zainab. Dengan bukti kutipan sebagai berikut:
saya
titik air matanya karena kegirangan, Engku Haji Ja'far tersenyum mendengar saya
mengucapkan terima kasih. Mak Asiah memuji saya sebagai anak yang berbudi.
(halaman 25).
Suasana
sedih
1)
Hal tersebut digambarkan ketika Hamid sedang melakukan tawaf, ia mengeluarkan air mata. Dengan bukti kutipan
berikut:
air
matanya titik amat derasnya membasahi sorban yang membalut dadanya. (halaman
8-9).
2)
Suasana sedih anak perempuan yang tamat sekolah karena akan masuk pingitan.
Dengan bukti kutipan berikut:
Yang
berasa sedih amat, adalah anak-anak perempuan yang akan masuk pingitan; tamat
sekolah bagi mereka artinya suatu sangkar yang telah tersedia buat seekor
burung yang bebas terbang. (halaman 23).
3)
Suasana sedih karena kematian Haji Jafar dan ibunya. Dengan bukti kutipan
sebagai berikut:
“Tidak
mak, cuma kematian yang bertimpa-timpa itu agak mendukakan hatiku, itulah
sebabnya saya kurang keluar dari rumah.” (halaman 36).
4)
Suasana sedih ketika Hamid melunakan hati Zainab supaya mau ditunangankan.
Dengan bukti kutipan berikut:
air
matanya kelihatan menggelenggang, mengalir, setitik dua titik kepipinya. (halaman
41).
5)Suasana
sedih ketika Zainab menceritakan isi hatinya kepada Rosna. Dengan bukti kutipan
berikut:
Air
mata Zainab kembali jatuh. (halaman 51).
6)
Suasana sedih ketika Hamid mengetahui bahwa Zainab telah meninggal. Dengan
bukti kutipan berikut.
Melihat
itu kepalanya tertekun ia menarik nafas panjang, dari pipinya meleleh dua titik
air mata yang panas. (halaman 67).
8.
Gaya Bahasa
Dalam
novel ini ada beberapa gaya bahasa yang digunakan yaitu:
a.
Gaya bahasa asosiasi
1)
Bukit-bukit yang gundul itu tegak dengan teguhnya laksana pengawal yang
menyaksikan dan menjagai orang haji yang berangsur pulang ke kampungnya
masing-masing. (halaman 73)
b.
Gaya bahasa hiperbolisme
1)
terlompatlah air mata ibuku karena suka cita. (halaman 18).
2)
dan kadang-kadang memberi melarat kepada jiwamu. (halaman 32).
3)
saya karam dalam permenungan. (halaman 35).
4)
air matanya kelihatan menggelenggang. (halaman 41).
5)
saya patahkan hati anaknya yang hanya satu. (halaman 44).
6)
saya telah karam di dalam khayal. (halaman 54).
7) dia telah meninggalkan saya dengan gelombang
angan-angan... (halaman 55).
8)
Dan kapalku memecahkan ombak dan gelombang menuju Tanah air yang tercinta.
(halaman 74).
c.
Gaya bahasa antithese
1)
kita akan bertemu dengan yang tinggi dan yang rendah, kita akan bertemu dengan
kekayaan dan kemiskinan, kesukaan dan kedukaan, tertawa dan ratap tangis.
(halman 6).
2)
di antara kaya dan miskin, mulia dan papa... (halaman 30).
3)
tidak memperbeda-bedakan di antara raja-raja dengan orang minta-minta, tidak
menyisihkan orang kaya dengan orang miskin, orang hina dengan orang mulia...
(halaman 31).
d.
Gaya bahasa personifikasi
1)
tiba-tiba datang ombak yang agak besar, dihapuskannya unggunan yang kami dirikan
itu. (halaman 20).
2)
dicelah-celah ombak yang memecah ke atas pasir. (halaman 35).
3)
memperhatikan pergulatan ombak dan gelombang. (halaman 53).
e.
Gaya bahasa repetisi
1)
Masa itu sedang rimbun, bunga sedang kembang dan buah sedang lebat, (halamaan
13).
2)
“Engkau tentu memikirkan juga, bahwa emas tak setara dengan loyang, sutra tak
sebangsa dengan benang.“ (halaman 31)
BAB
III
KESIMPULAN
Dua
manuisa yang saling mencintai, tetapi tidak saling memiliki dikarenakan status
sosial yang membuat cibta dua manusia itu tidak dapat untuk memiliki satu sama
lain, Hamid adalah seorang lelaki yang berasal dari keluarga miskin, sedangkan
Zainab adalah seorang perempuan yang berasal dari kelurga kaya dan terpandang.
Dan hidup keluarga Hamid selalu tergantung atas kedermawanan dari keluarga
Zainab. Hamid merasa bahwa dirinya tidak pantas untuk bersanding dengan Zainab.
Jadi kisah percintaan mereka terhalang oleh setatus sosial, sehingga dua
manusia tersebut harus menahan perasaannya demi menjaga perasaan orang tuanya
sampai-sampai keduanya sama-sama meninggal.
0 komentar nya:
Post a Comment