Tugas Analisis Novel "Di Bawah Lindungan Ka'bah"

Posted By Muhammad Aziz on Saturday, October 29, 2016 | 3:13 PM

BAB I
PENDAHULUAN
IDENTITAS BUKU/NOVEL
NOVEL
DI BAWAH LINDUNGAN KA’BAH
Judul Buku      : Di Bawah Lindungan Ka’bah.
Jenis Buku      : Fiksi.
Penulis             : Prof. DR. Haji Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA).
Penerbit           : PT. Bulan Bintang.
Tahun Terbit    : Jumadil Awal 1422 / Agustus 2001.
Cetakan Ke     : 25.
Tebal Buku      : 80 halaman.
Kategori          : Novel Sastra.
Jenis Kertas     : HVS 70 gram.
SINOPSIS NOVEL
Seorang anak yatim yang miskin bernama Hamid diangkat anak oleh keluarga Haji Jafar . Haji Jafar adalah orang yang kaya raya. Haji Jafar dan istrinya ( Asiah ), menganggap Hamid seperti anaknya sendiri. Hamid anak yang rajin, sopan dan berbudi sehingga diperlakukan sama dengan anak kandung mereka, Zaenab.
Hamid juga menganggap Hamid seperti kakak kandungnya. Ia banyak bersama-sama dengan Hamid. Karena bersekolah di tempat yang sama, keduanya pergi dan bermain bersama. Ketika mereka beranjak remaja, dalam hati mereka mulai tumbuh perasaan lain, suatu perasaan yang selama ini belum mereka rasakan sebelumnya. Hamid merasa bahwa rasa sayangnya terhadap Zaenab bukan lagi perasaan sayang kepada adiknya. Demikian pula halnya dengan Zaenab.
Setelah tamat dari sekolah rendah, Hamid melanjutkan sekolah ke Padang Panjang, sedangkan Zaenab tidak melanjutkan sekolahnya. Pada masa itu, wanita yang tamat sekolah rendah tidak dibolehkan meneruskan sekolahnya. Mereka dipingit untuk kemudian dinikahkan dengan pilihan orang tuanya. Dengan berat hati, Hamid meninggalkan gadis itu.
Selama di Padang Panjang, Hamid semakin menyadari perasaan cintanya terhadap Zaenab. perasaan rindu hendak bertemu dengan gadis itu semakin hari semakin menyiksa. Ia ingin selalu berada di dekatnya. Namun, ia tidak berani mengutarakan perasaan hatinya. Dia sadar adanya jurang pemisah yang sangat dalam antara mereka. Zaenab berasal dari keluarga terpandang, sedangkan Hamid berasal dari keluarga miskin. Itulah sebabnya, rasa cinta yang bergelora terhadap Zaenab hanya dipendamnya saja.
Hamid benar – benar harus menguburkan rasa cintanya kepada Zaenab ketika Haji Jafar, ayah Zaenab yang sekaligus ayah angkatnya, meninggal dunia. Tidak lama kemudian, ibu kandungnya pun meninggal. Betapa pilu hatinya ditinggal oleh dua orang yang sangat dia cintai. Kini dia merasa hidup sebatang kara. Dia merasa tidak lebih sebagai pemuda yatim piatu yang miskin. Sejak kematian ayah angkatnya, Hamid tidak dapat menemui Zaenab lagi karena gadis itu telah dipingit ketat oleh mamaknya.
Hati Hamid semakin hancur ketika mengetahui bahwa Zaenab akan dijodohkan dengan pemuda yang memiliki kekerabatan dengan ayah angkatnya. Bahkan, Mak Asiah meminta Hamid untuk membujuk Zaenab supaya mau dijodohkan. Betapa hancur hati Hamid menerima kenyataan tersebut. Cinta kasihnya kepada Zaenab tidak akan pernah tercapai.
Dengan berat hati, Hamid menuruti kehendak Mak Asiah. Dia menemui Zaenab dan membujuk gadis itu agar mau menerima pemuda pilihan mamaknya. Menerima kenyataan tersebut, hati Zaenab menjadi sangat sedih. Dalam hatinya, dia ingin menolak kehendak mamaknya, namun dia tidak mampu melakukannya.
Setelah kejadian itu, Hamid memutuskan untuk pergi meninggalkan kampung halamannya. Dia tidak sanggup menanggung beban berat. Dia meninggalkan Zaenab dan pergi ke Medan, dia menulis surat kepada Zaenab. Dalam suratnya, dia mencurahkan isi hatinya kepada gadis itu. Dari Medan Hamid melanjutkan perjalanan menuju Singapura, kemudian dia pergi ke tanah suci Mekkah.
Betapa sedih dan hancur hati Zaenab ketika dia menerima surat dari Hamid. Gadis itu tersiksa karena dia pun mencintai Hamid. Dia sangat merindukannya. Namun, dia harus melupakan cintanya karena mamaknya telah menjodohkan dirinya dengan pemuda lain. Karena selalu dirundung kesedihan, Zaenab sering sakit-sakitan dan kehilangan semangat hidup.
Hamid selalu gelisah karena menahan rindu pada Zaenab. Untuk mengahapuskan kerinduannya, dia bekerja pada sebuah penginapan milik seorang Syekh. Sambil bekerja, dia terus memperdalam agama islam dengan tekun.
Setelah setahun berada di Mekkah, Hamid bertemu dengan Saleh, seorang teman dari kampungnya yang sedang melakukan ibadah haji. Ketika itu Saleh menjadi tamu di penginapan tempat Hamid bekerja. Dari Saleh, Hamid dapat mendengar kabar tentang Zaenab. Sejak kepergiannya, Zaenab sering sakit-akitan. Dia sangat menderita karena menanggung rindu kepadanya. Dia juga mengetahui kalau Zaenab tidak jadi menikah dengan pemuda pilihan ibunya.
Mendengar penurturan Saleh, Hamid merasa sedih sekaligus gembira. Dia sedih sebab Zaenab dalam keadaan menderita batin. Di lain pihak, dia gembira sebab Zaenab ternyata mencintainya. Setelah mengetahui kenyataan yang menggembirakan itu, Hamid memutuskan untuk kembali pulang ke kampung halamannya setelah ia menunaikan ibadah haji.
Sementara itu , Saleh mengirim surat kepada istrinya mengabarkan pertemuannya dengan Hamid. Dia menceritakan bahwa hamid masih menantikan Zaenab dan dia pun memberitahukan bahwa Hamid akan pulang ke kampung halamannya bila mereka telah selesai menunaikan ibadah Haji.
Rosna memberikan surat dari Saleh kepada Zaenab. Ketika dia membaca surat itu, betapa gembiranya hati Zaenab. Dia tidak pernah menyangka akan bertemu lagi dengan kekasih hatinya. Dia merasa tidak sabar lagi menanti kedatangan Hamid. Segala kenangan indah bersama Hamid kembali menari-nari dalam pikirannya. Semua itu dia ungkapkan melalui suratnya kepada Hamid.
Hamid menerima surat Zaenab dengan sukacita. Semangatnya untuk segera kembali pulang ke kampung semakin mengebu-gebu. Dia sangat merindukan kekasih hatinya. Itulah sebabnya, dia memaksakan diri untuk tetap menunaikan ibadah haji sekalipun dalam keadaan sakit. Dia menjalankan setiap tahap yang wajib dilaksanakan untuk kesucian dan kemurnian ibadah haji dengan penuh semangat. Dalam keadaan sakit parah, dia melakukan wukuf. Namun, sepulang melakukan wukuf di Padang Arafah, tubuhnya semakin melemah.
Pada saat yang sama, Saleh mendapat kabar dari istrinya bahwa Zaenab telah meninggal dunia. Dia tidak ingin memberi tahu kabar itu kepada Hamid. Namun, Hamid mendesaknya untuk menceritakan isi surat tersebut.
Mengetahui isi surat itu, Hamid sangat terpukul. Namun, karena keimanannya kuat, dia mampu menerima kenyataan pahit itu. Dia menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah SWT. Keesokan harinya, dia tetap memaksakan diri untuk berangkat ke Mina. Namun, dalam perjalannya, dia terjatuh, sehingga Saleh mengupah orang Badui untuk memapahnya.
Usai acara di Mina, mereka berdua berangkat ke Masjidil Haram. Ketika mereka selesai mengelilingi Ka’bah, Hamid minta berhenti di Kiswah. Sambil memegang Kiswah itu, dia mengucapkan “ Ya Rabbi, ya Tuhanku Yang Maha Pengasih dan Penyayang, “ beberapa kali. Suaranya semakin melemah dan akhirnya berhenti untuk selama-lamanya. Hamid meninggal dunia di depan Ka’bah.


BAB II
ANALISIS

A.    UNSUR INTRINSIK
1. Tema
            Tema dalam novel yang berjudul Di Bawah Lindungan Ka’bah karya HAMKA ini adalah kasih yang tak sampai. Karena pada cerita novel ini Hamid dan Zainab adalah dua orang yang saling mencintai, tetapi Hamid adalah seorang dari keluarga miskin, sedangkan Zainab adalah seorang dari kelurga kaya dan terpandang. Dan hidup keluarga Hamid selalu tergantung atas kedermawanan dai keluarga Zainab. Ia merasa tak pantas untuk bersanding dengan Zainab. Kisah percintaan mereka terhalang oleh setatus sosial sehingga pasangan pemuda tersebut harus menahan perasaannya demi menjaga perasaan orang tuanya sampai-sampai keduanya sama-sama meninggal.
          Datanya pada halaman 67-69:
            khadam syekh dating terburu-buru mengantarkan sepucuk kawat dari Sumatra! Setelah kami buka, ternyata datang dari Rosna. Muka Saleh menjadi pucat, jantung saya berdebar membaca isinya yang tiada sangka: Zainab wafat, surat menyusul Rosna.
            ”Tenangkanlah hatimu, Sahabat!” kata Saleh.  “Kehendak Allah telah berlaku. Ia telah memanggil orang yang dicintai-Nya ke hadirat-Nya.”
            “O, jadi Zainab telah dahulu dari kita?’ tanyanya pula.
            Setelah termenung sejenak. Saleh menganggukkan kepalanya.
            Melihat itu kepalanya tertekun, ia menarik nafas panjang, dari pipinya meleleh dua titik air mata yang panas.
            Tiada beberapa saat kemudian datanglah Badui tersebut dengan temannya membawa tandu yang kami pesan. Hamid pun dipindahkan ke dalam dan diangkat dengan segera menuju Masjidil Haram; saya dan Saleh mengirngkan di belakang menurutkan kedua Badui yang berjalan cepat itu. Hati saya sangat berdebar melihat keadaan itu; saya lihat pula muka Hamid, sudah tampak terbayang tanda-tanda dari kematian. Sesampainya di sana diulurkannya tangannya, dipegangnya kiswah kuat-kuat dengan tangannya yang kurus, seakan-akan tidak akan dilepasnya lagi. Saya dekati dia, kedengaran oleh saya dia membaca doa.
            Setelah itu suaranya tiada kedengaran lagi; di mukanya terbayang, suatu cahaya yang jernih dan damai, cahay keridaan Ilahi.
            Di bibirnya terbayang suatu senyuman dan sampailah waktunya. Lepas ia dari dunia yang mahaberat ini dengan keizinan Tuhannya. Di bawah lindungan Ka’bah!
2. Amanat
     Amanat yang ingin disampaikan pengarang  kepada kita yaitu:
Jangan pernah berputus asa, karena setiap masalah  pasti akan  ada jalan keluarnya.
Datanya pada halaman 12:
Kemiskinan telah menjadikan ibu putus harapan memandang kehidupan dan pergaulan dunia ini, karena tali tempat bergantung sudah putus dan tanah tempat berpijak sudah terban.
(Dalam kutipan tersebut tergambar dengan jelas bahwa Ibu Hamid telah putus asa karena kemiskinannya, seharusnya beliau harus menerima apa adanya (Qona’ah) dan terus berusaha karena Allah SWT pasti akan membantunya jika dia mau berdoa dan berusaha)
Teruslah berusaha dan berdoa agar semua yang diinginkan akan tercapa, karena Allah SWT pasti akan mendengar doa dari hambanya.
Datanya pada halaman 18:
Pada suatu pagi saya dating ke muka ibu saya dengan perasaan yang sangat gembira, membawa kabar suka yang sangat membesarkan hatinya, yaitu besok Zainab akan diantarkan ke sekolah dan saya dibawa serta. Saya akan disekolahkan dengan belanja Engku Haji Ja’far sendiri bersama-sama anaknya.
Mendengar perkataan itu, terlompatlah air mata ibuku karena suka cita, kejadian yang selama ini sangat diharap-harapkannya.
(Dalam kutipan di atas tergambar dengan jelas bahwa Ibu Hamid terus berdoa dan berusaha agar anaknya dapat sekolah, dan akhirnya doa dan usaha Ibu Hamid tidak sia-sia, anaknya sekarang bisa bersekolah walaupun biaya sekolahnya bukan Ibu Hamid sendiri yang menanggungnya).
Kita harus berani mengungkapkan perasaan kita kepada orang yang kita cintai, jangan kita sesali akan perbuatan kita yang tidak peka terhadap keadaan.
Datanya pada halaman  26:
              Dahulu saya tiada pedulikan hal itu, tetapi setelah saya besar dan terpisah darinya, barulah saya insaf, bahwa kalau bukan di dekatnya, saya berasa kehilangan.
              Mustahil dia akan dapat menerima cinta saya, karena dia langit dan saya ini bumi, bangsanya, tinggi dan saya hidup darinya tempat buat lekat hati Zainab. Jika kelak datang waktunya orang tuanya bermenantu, mustahil pula saya akan termasuk dalam golongan orang terpilih untuk menjadi menantu Engku Haji Ja’far. Karena tidak ada yang akan dapat diharapkan dari saya. Tetapi Tuan  kemustahilan itulah yang kerap kali memupuk cinta.
(Dari kutipan di atas telah tergambar dengan  jelas bahwa Hamid mempunyai rasa dengan Zainab, tetapi dia tidak berani untuk menungkapkannya karena dia minder akan status sosialnya. Seharusnya Kalau Hamid benar-benar cinta dengan Zainab, Hamid harus berani mengungkapn perasaannya dengan penuh keyakinan cintanya akan diterma).
  Kita harus harus berbicara yang sopan walaupun kepada orang yang usianya lebih muda dan selalu tolong-menolong kepada sesama.
Datanya pada halaman  26-27:
“Belajarlah sungguh-sungguh, Hamid, mudah-mudahan engkau lekas pintar dalam perkara agama dan dapat hendaknya saya menolong engkau sampai tamat pelajaranmu.”
(Dalam kutipan tersebut terpapar dengan jelas bahwa Haji Ja’far adalah orang yang berlaku sopan dalam berbicara kepada orang yang usianya lebih muda dan selalu tolong menolong terhadap sesama).
  Segala sesuatu  membutuhkan pengorbanan. Kita sebagai manusia boleh berencana, berharap dan berusaha semaksimal mungkin, namun Allah jugalah yang menentukan semua itu.
Datanya pada halaman 69 :
                        Setelah itu suaranya tiada kedengaran lagi; di mukanya terbayang, suatu cahaya yang jernih dan damai, cahay keridaan Ilahi.
              Di bibirnya terbayang suatu senyuman dan … sampailah waktunya. Lepas ia dari dunia yang mahaberat ini dengan keizinan Tuhannya. Di bawah lindungan Ka’bah!
(Dalam kutipan di atas tergambar jelas bahwa Hamid adalah seorang yang memperjuangkan cintanya sampai ia meninggal. Perjuangan cinta Hamid merupakan pengorbanan yang begitu besar. Tetapi Hamid meninggal sebelum cintanya tersampaikan).
3. Penokohan
a. Tokoh Protagonis
 Hamid.
 Zainab.
(Karena Hamid dan Zainab adalah orang yang menjadi pokok terbentuknya suatu masalah dalam cerpen tersebut)
b. Tokoh Tritagonis
Saleh.
Rosna
(Karena Saleh dan Rosna menjadi tokoh penengah akan permasalahan cinta antara Hamid dan Zainab dalam novel tersebut).
c.Tokoh Bawaan
 Ibu Hamid
 Haji Ja’far
 Mak Asiah
 Aku
(Karena tokoh tersebut merupakan tokoh yang membantu jalannya suatu cerita pada cerpen tersebut)
d. Tokoh Figuran
Badui.
Pak Paiman
(Karena dalam cerita di novel tersebut tokoh Badui dan Pak Paiman tidak banyak ditampilkan dan hanya muncul di saat tertentu dan apabila dua tokoh tersebut tidak ditampilkan dalam cerita tidak akan mengubah cerita tersebut).
4. Karakteristik
Hamid :
a. Dengan menggunakan cara analitik dapat diketahui bahwa karateristik Hamid yaitu :
Tabah dan sabar serta tegar, sifatnya pendiam,  dan suka bermenung seorang diri.
     Datanya pada halaman  7:
            Seorang anak muda yang baru berusia kira-kira 23 tahun, sifatnya pendiam, suka bermenung seorang diri.
Seorang pemuda yang shaleh menjalankan ibadah, sopan, berbudi pekerti yang baik dan mulia. Hidupnya amat sederhana, tidak lupa beribadat, tidak suka membuang-buang waktu kepada sesuatu yang tidak bermanfaat, dan dia juga suka membaca buku-buku agama
Datanya pada halaman 7:
Biasanya sebelum kedengaran azan subuh, ia telah lebih dahulu bangun, pergi ke masjid seorang dirinya, dan sifatnya yang saleh., saya telah beroleh seorang sahabat yang mulia dan patut dicontoh.
Hidupnya amat sederhana, tiada lalai dari beribadat, tiada suka membuang-buang waktu kepada yang tiada berfaedah, lagi amat suka memperhatikan buku-buku agama.
b. Dengan menggunakan cara dramalitik dapat diketahui bahwa karakteristik Hamid yaitu :
berusia 23 tahun, badannya kurus lampai dan  rambutnya hitam berminyak
     Datanya pada halaman 7 :
            Seorang anak muda yang baru berusia kira-kira 23 tahun, badannya kurus lampai, rambutnya hitam berminyak.
Ia adalah seorang anak yatim dari sebuah keluarga miskin
            Datanya pada halaman 12 -13:
Ia meninggalkan saya dan ibu didalam kedaan yang sangat melarat. Rumah tempat kami tinggal hanya sebuah rumah kecil yang telah tua, yang lebih pantas kalau disebut gubuk atau dangau. Kemiskinan telah menjadikan ibu putus harapan memandang kehidupan dan pergaulan dunia ini, karena tali tempat bergantung sudah putus dan tanah tempat berpijak sudah terban. Hanyalah saya yang tinggal, jerat semata, tempat dia menggantungkan pengharapan untuk zaman yang akan datang, zaman yang masih gelap.
Suka bekerja keras, berbakti kepada orang tua, serta tabah menghadapi cobaan.
Datanya pada halaman 12, 13, 14, 28, 29, dan 34:
Masa saya masih berusia empat tahun, ayah saya telah wafat saya hanya duduk dalam rumah di dekat ibu, mengerjakan apa yang dapat saya tolong, Sehingga akhirnya saya telah menjadi menjadi seorang anak penjual kue yang terkenaldengan tidak disangka-sangka satu musibah besar telah menimpa kami berturut-turut.pertama ialah kematian yang sekonyong-konyong  dari Engku Haji Ja’far yang dermawan itu, ibu saya yang tercinta, yang telah membawa saya menyeberangi hidup bertahun-tahun telah ditimpa sakitsedang saya duduk menjaga dengan diam dan sabar,  sekarang saya sudah tinggal sebatang kara dalam dunia ini.
Seorang pemuda yang berpendidikan, dan  pintar dalam  ilmu agama
Datanya pada halaman 23:
Sekolah-sekolah agama yang disitu mudah sekali saya masuki, seorang guru memberi pikiran, menyuruh saya mempelajari agama di luar sekolah saja sebab kepandaian saya lebih tinggi dalam hal ilmu umum daripada kawan  yang lain.
Zainab
a. Dengan menggunakan cara analitik dapat diketahui bahwa karateristik Zainab yaitu: seorang gadis anak dari Haji Ja’far yang berhati mulia dan taat kepada orang tuanya.
Datanya pada halaman 16:
Anak perempuan itu masih kecil, sebaya dengan saya. Apa perintah ibunya diikutinya dengan patuh rupanya ia amat disayangi karena anaknya hanya seorang itu.
b. Dengan menggunakan cara dramalitik dapat diketahui bahwa karakteristik Zainab  yaitu: umurnya lebih muda daripada Hamid, mudah bergaul, baik, pendiam, tidak sombong, dan rendah hati
Datanya pada halaman 19:
        Umur saya lebih tua daripada Zainab. Meskipun saya hanya anak yang beroleh tolongan dari ayahnya, sekali-kali tidaklah Zainab memandang saya sebagai orang lain lagi, tidak pula pernah mengangkat diri, agaknya karena kebaikan didikan ayah bundanya. Cuma di sekolah, anak-anak orang kaya kerap kali menggelakkan saya, anak berjual goring pisang telah bersekolah sama-sama dengan anak orang hartawan.
Saleh
Dengan menggunakan cara dramalitik dapar diketahui bahwa karakteristik Saleh yaitu:
Sahabat Hamid yang berbudi luhur, taat beragama, baik, mempunyai tutur kata yang sopan, amanah,  jujur, dan  setia kawan.
     Datanya pada halaman  8:
            Kedatangan sahabat baru itu mengubah keadaan dan sifat-sifat hamid. Entah kabar apa agaknya yang baru dibawah saleh dari kampung yang mengganggu ketentraman pikiran hamid.
     Datanya pada halaman 67:
khadam syekh dating terburu-buru mengantarkan sepucuk kawat dari Sumatra! Setelah kami buka, ternyata dating dari Rosna. Muka Saeh menjadi pucat, jantung saya berdebar membaca isinya yang tiada sangka: Zainab wafat, surat menyusul Rosna.
      Setelah dibacanya, dengan sikap yang sangat gugup Saleh menyimpan surat kawat itu ke dalam koceknya, sambil memandang Hamid dengan perasaan yang sangat terharu.
      Tiba-tiba dari tempat tidurnya, Hamid kedengaran berkata, “Surat apakah yang tuan-tuan terima? Apakah sebabnya tuan-tuan sembunyikan dariku? Adakah ia membawa kabar suka atau kabar duka? Jika ia kabar suka, tidakkah patut saya diberi sedikit saja pada kesukaan itu? Kalau kabar itu mengenai diri saya sendiri, lebih baik tuan-tuan terangkan kepada saya lekas-lekas, tiadalah patut tuan-tuan sembunyikan lama-lama, jangan dibiarkan saya di dalam sakit menanggung perasaan yang ragu-ragu.”
                  ”Tenangkanlah hatimu, Sahabat!” kata Saleh.  “Kehendak Allah telah berlaku. Ia telah memanggil orang yang dicintai-Nya ke hadirat-Nya.”
 “O, jadi Zainab telah dahulu dari kita?’ tanyanya pula.
Setelah termenung sejenak. Saleh menganggukkan kepalanya.
Melihat itu kepalanya tertekun, ia menarik nafas panjang, dari pipinya meleleh dua titik air mata yang panas.
Datanya pada halaman 66 :
Demi melihat hal itu jantung saya berdebar-debar, saya kasihan kepadanya, kalau-kalau di tempat itulah dia akan bercerai buat selama-lamanya dengan kami.
Seorang yang berpendidikan, seorang yang bisa dikatakan mempunyai harta, sehingga dia bisa naik Haji dan  sekolah di Mesir.
Datanya pada halaman 48:
Saleh adalah seorang teman saya semasa kami masih sama-sama bersekolah agama di Padang Panjang. Oleh karena sekolahnya di Padang telah tamat, dia hendak meneruskan pelajarannya ke Mesir, ia singgah ke Mekah ini untuk mencukupkan rukun.
Rosna
Dengan menggunakan cara dramalitik dapat diketahui bahwa Rosna mempunyai karakteristik yaitu:seorang wanita  istri dari Saleh yang setia dan teguh hati.
Datanya pada halaman 49:
Dia menceritakan kepadaku, bahwa dia telah beristri dn istrinya telah sudi melepaskan dia berlayar sejauh itu, padahal mereka baru kawin. Dipujinya istrinya sebagai seorang yang setia dan teguh hati melepas suaminya berjalan jauh karena untuk menambah pengetahuannya.
Ibu Hamid
Dengan menggunakan cara dramalitik dapat diketahui bahwa karakteristik Ibu Hamid yaitu:
Pemarah, putus asa,penyabar, dan seorang yang penuh kasih sayang.
 Datanya pada halaman 13:
Di waktu teman-teman bersukaria bersenda gurau, melepaskan hati yang masih merdeka, saya hanya duduk dalam rumah didekat ibu, mengerjakan apa yang dapat saya tolong. Kadang-kadang ada juga disuruhnya saya bermain-main, tetapi hati saya tiada dapat gembira sebagai teman-teman itu, karena kegembiraan bukanlah saduran dari luar, tetapi terbawa oleh sebab-sebab yang boleh mendatangkan gembira itu.
  Datanya pada halaman 14:
Tetapi ibu kelihatan tidak putus harapan, ia berjanji akan berusaha, supaya kelak saya menduduki bangku sekolah, membayarkan cita-cita almarhum suamiya yang sangat besar angan-angannya, supaya kelak saya menjadi orang yang terpakai dalam pergaulan hidup.
Datanya pada halaman 17:
Mula-mula ibu seakan-akan hendak menampik, dia agak marah kepada saya, kalau-kalau saya telah bercepat mulut menerangkan untung perasaian kami kepada orang lain.
Haji Ja’far
            Dengan menggunakan cara dramalitik dapat diketahui bahwa karateristik Haji Ja’far yaitu:
Suka tolong menolong, rendah hati, tidak sombong, pandai bergaul, berbudi yang baik dan ramah.
Datanya pada halaman 18 :
Saya akan disekolahkan dengan belanja Engku Haji Ja’far sendiri bersama-sama anaknya, melanjutkan cita-cita ibu saya karena kedermawanan Engku Haji Ja’far juga, ia seorang yang sangat dicintai oleh penduduk negeri, karena ketinggian budinya dan kepandaiannya dalam pergaulan, tidak ada satu pun perbuatan umum di sana yang tak dicampuri oleh Engku Haji Ja’far seorang hartawan yang amat peramah kepada fakir dan miskin
Baik hati dan dermawan.
Datanya pada halaman 26-27:
“Belajarlah sungguh-sungguh, Hamid, mudah-mudahan engkau lekas pintar dalam perkara agama dan dapat hendaknya saya menolong engkau sampai tamat pelajaranmu”
Mak Asiah
a. Dengan menggunakan cara analitik dapat diketahui bahwa karakteristik Mak Asiah yaitu peramah  dan penyanyang.
Datanya pada halaman 16:
Perempuan itu memakan sirih, mukanya jernih, peramah dan penyayang.
b. Dengan menggunakan cara dramalitik dapat diketahui bahwa karakteristik Mak Asiah yaitu: dermawan, rendah hati, dan memiliki rasa belas kasihan,
Datanya pada halaman 17-18:
segala perasaian dan penanggungan  ibu didengarnya dengan tenang dan muka rawan, kadang-kadang ia pun turut menangis waktu ibu menceritakan hal-hal yang sedih-sedih. Sehingga waktu cerita itu habis, terjadilah diantara keduanya persahabatan yang kental, harga-menghargai dan cinta mencinta.
Badui
Dengan menggunakan cara dramalitik dapat diketahui bahwa karakteristik dari Badui yaitu: baik, patuh perintah dan pekerja keras.
Datanya pada halaman 67-68:
              Tiada berapa saat kemudian datanglah Badui tersebut dengan temannya membawa tandu yang kami pesan. Hamid pun dipindahkanlah ke dalam dan diangkat dengan segera menuju Masjidil Haram.
Datanya pada halaman 69:
              Setelah nyata wafatnya, maka dengan tidak menunggu lama, kedua Badui itu memikul mayat itu ke rumah syekh kami. Dan mereka berdua jugalah yang mengurus dan memikulnya sampai ke kubur.
Pak Paiman
Dengan menggunakan cara dramaliti dapat diketahui bahwa karateristik Pak Paiman yaitu: seorang yang baik hati, suka memberi, dan rajin.
Datanya pada halaman 15-16 :
Selama itu kerap kali kami datang ke situ meminta buah rambutan dan saoh (sawo) kepada Pak Paiman, Pak Paiman yang telah menjadi jongos untuk memelihara perkarangan itu, belum pernah dapat suara yang keras darinya.
Aku
Dengan menggunakan cara dramalitik dapat diketahui bahwa karateristik Aku dalam novel ini yaitu:
a.Secara Fisiologis, Tokoh Aku di dalam ini adalah seorang tokoh sekaligus si pengarang novel itu sendiri.
b.Secara Sosioligis, tokoh Aku di dalam novel ini adalah seorang yang hidup lebih dari cukup, tergolong dari keluarga yang mampu bahkan bisa naik Haji yang tidak semua orang dapat menjalankannya tersebut
Datanya pada halaman  6:
“Alangkah besar hati saya ketika melihat Ka’bah”, ”saya injak Tanah Suci dengan persangkaan yang biak.”,” tentu saja selain saya sendiri, orang-orang yang datang ke sana itu adalah orang-orang yang gembira dan mampu.”
c. Secara Psikologis, tokoh Aku dalam novel ini adalah: seorang yang pintar bergaul, an menghormati orang lain:
      Datanya pada halaman 7:
“Melihat kebiasaannya demikian dan sifatnya yang saleh, saya menaruh hormat yang besar atas dirinya dan saya ingin hendak berkenalan.”
d. Seorang yang peduli dan perhatian terhadap penderitaan orang lain
Datanya pada halaman  9-10
“kesedihannya itu telah berpindah ke dada saya, meskipun saya tak tahu apa yang disedihkannya.”, saya beranikan hati mendekatkan diri kepadanya. Maksud saya kalau dapat hendak membagi kedukaan hatinya.”, saya akan menolong engkau sekedar tenaga yang ada pada saya. Karena meskipun kita belum lama bergaul, saya tidak akan menyia-nyiakan kepercayaan engkau kepada diri saya.”
5. Sudut Pandang
Sudut pandang yang digunakan pengarang dalam novel ini yaitu sudut pandang orang pertama tunggal, karena dalam cerita ini penulis menetapkan dirinya sebagai tokoh utama dan mengisahkan tentang dirinya sendiri, tindakan dan kejadian di sekitarnya.
Kutipan:
Belakangan Hamid lebih banyak duduk termenung dan berdiam seorang diri, seakan-akan "Saya" dianggap tidak ada dan idak diperdulikannya lagi. (halaman 8)
 Karena merasa tidak nyaman, maka "Saya" memberanikan diri mendekati dan bertanya kepadanya, kabar apakah gerangan yang dibawa sahabat baru itu sehingga membuatnya murung.(halaman 9)
Ia termenung kira-kira dua tiga menit,setelah itu ia memandangku dan berkata bahwa itu sebuah rahasia. Namun setelah dibujuk agak lama, barulah ia mau berbagi kedukaannya kepadaku. Dan ternyata rahasia yang ia katakan ialah tentang masa lalu dan kisah cintanya dimasa itu. Saleh mengabarkan kalau dia sudah menikah dengan Rosna yang kebetulan teman sekolahnya dan sahabat Zainab juga. (halaman 10)
Suatu ketika Hamid bertandang ke rumah Zainab, yang mana Zainab itu adalah orang yang Hamid kasihi selama ini, namun ia tiada berani untuk memberitahukan perasaannya itu kepada Zainab,mengingat jasa-jasa orang tua Zainab kepada Hamid dan ibunya selama ini. Apalagi saat itu ibunya Zainab pernah meminta Hamid untuk membujuk Zainab supaya mau dinikahkan dengan kemenakan ayahnya. Padahal waktu itu Hamid berniat unuk memberi tahukan tentang perasaannya yang selama itu dia simpan kepada Zainab,namun niatnya itu diurungkannya.(halaman 39)
6. Alur
Alur yang digunakan pada novel ini yaitu alur  campuran (flash back atau maju mundur), karena dalam novel ini ceritanya bergerak dari bagian tengah menuju ke awal, dilanjutkan ke akhir cerita.
Tahapan Alur
a. Eksposisi
Ketika menginjakan kaki di tanah suci, aku menumpang di rumah seorang syekh yang pekerjaan dan pencahariaannya dari memberi tumpangan bagi orang haji. Di tempat tumpangan itu si Aku bertemu dengan seorang pemuda yang berusia kira-kira 23 tahun. Pemuda itu menurut syekh berasal dari Sumatra. Dalam beberapa hari si Aku dapat berkenalan dengannya.
b. Konflik Awal
Baru dua bulan saja, pergaulan kami yang baik itu tiba-tiba telah terusik dengan kedatangan seorang teman baru dari Padang, yang rupanya mereka adalah teman lama. Ia bernama Saleh, menurut kabar ia hannya tinggal dua atau tiga hari di Mekah sebelum naik haji, ia akan pergi ke Madinah dulu dua tiga hari pula sebelum jemaah haji ke Arafah. Setelah itu ia akan meneruskan perjalanannya ke Mesir guna meneruskan studinya. Namun kedatangan sahabat baru itu, mengubah keadaan dan sifat-sifat Hamid.
c. Komplikasi
Setelah beberapa lama kemudian, dengan tidak disangka-sangka satu musibah besar telah menimpa kami berturut-turut. Pertama ialah kematian yang sekonyong-konyong dari Engku Haji Ja'far yang dermawan itu...Kematiannya membawa perubahan, yang bukan sedikit kepada perhubungan dengan rumah tangga Zainab. Belum beberapa lama setelah budiman itu menutup mata, datang pula musibah baru kepada diri saya. Ibu saya yang tercinta, yang telah membawa saya menyebrangi hidup bertahun-tahun telah ditimpa sakit, sakit yang selama ini telah melemahkan badannya, yaitu penyakit dada.
d. Klimaks
Setelah kejadian pada pada hari itu, Hamid memutuskan untuk meninggalkan kota Padang tanpa sepengetahuan Zainab. Hamid menuju kota Medan, ketika di Medan Hamid mengirimkan surat kepada Zainab, dengan meberanikan diri mencurahkan segala perasaan yang selama ini dipendamnya. Setelah dari Medan Hamid menuju ke Singapura, selanjutnya ke Tanah Suci Mekah.
e. Penurunan Klimaks
Kehadiran Saleh memberikan informasi kepada Hamid tentang keadan di kampungnya dan tentang Zainab. Tentu ini semua membuat bahagia Hamid. Saleh juga memberi tahu bahwa Zainab mencintai Hamid, Saleh tau hal tersebut dari istrinya yaitu Rosna yang kebetulan Rosna adalah teman sepermainannya Zainab.
f. Penyelesaian
Begitupun dengan Zainab kini ia telah mengetahui keberadaan Hamid, seseorang yang ia nantikan selama bertahun-tahun. Karena Saleh pula cinta keduanya jadi terbuka, Hamid dan Zainab kini sama-sama telah mengetahui perasaan masing-masing, yang ternyata cinta mereka tidak bertepuk sebelah tangan. Tetapi sebelum keduanya bertemu di tanah air, Tuhan telah berkehendak lain. Zainab dipanggil-Nya, disusul pula oleh Hamid yang juga di paggil-Nya.
7. Latar
Latar yang terdapat dalam novel ini adalah:
a. Latar Tempat
Di Mekkah
Datanya pada halaman 7:
Menurut keterangan syekh kami, anak muda itu berasal dari Sumatera, datang pada tahun yang lalu, jadi adalah dia seorang yang telah mukim di Mekah.
Di Rumah
      Datanya pada halaman 13:
Saya hanya duduk dalam rumah didekat ibu
Di Halaman Rumah
Datanya pada halaman 16:
Setelah saya akan meninggalkan halaman rumah itu
Di Puncak Gunung Padang
Datanya pada halaman 20:
Waktu orang berlimau, sehari orang akan berpuasa, kami dibawa ke atas puncak Gunung Padang.
Di Padang
Datanya pada halaman 20:
Sehari orang akan puasa, kami dibawa ke atas Gunung Padang, karena di sanalah ayahku berkubur dan beberapa famili ibu Zainab.
Di Padang Panjang
Datanya pada halaman 23:
Sejak mula saya pindah ke Padang Panjang, senantiasa saya merasa kesepian.
Di Pesisir Arau
Datanya pada halaman 35:
di waktu saya sedang berjalan-jalan seorang diri di Pesisir Arau yang indah itu.
Di Medan, Singapura, Bangkok, Tanah-tanah Hindustan, Karachi, Basrah, Irak, Sahara Nejd
Datanya pada halaman 46:
      Tiada lama saya di Medan, saya menuju Singapura, mengembara ke Bangkok, berlayar terus memasuki tanah-tanah Hindustan, dan dari karachi berlayar menuju ke Basrah, masuk Irak, melalui Sahara Nejd dan akhirnya sampailah saya ke Tanah Suci ini.
Di Madinah
Datanya pada halaman 61:
sepuluh hari sebelum orang-orang berangkat ke Arafah mengerjakan wukuf, jemaah-jemaah telah kembali dari ziarah besar ke Madinah.
Pekuburan Ma'ala
Datanya pada halaman 73 :
Sehari sebelum kami meninggalkan Mekkah, pergilah kami berziarah ke kuburan Ma'ala, tempat Hamid di kuburkan.
b.      Latar Waktu
Tahun 1927
Datanya pada halaman 6:
Konon kabarnya, belumlah pernah orang naik haji seramai tahun 1927 itu, baik sebelum itu ataupun sesudahnya.
Bulan Ramadan, Bulan Syawal
Datanya pada halaman 8:
Baharu dua bulan saja, semenjak awal Ramadan sampai syawal.
Malam
Datanya :
a. Pada suatu malam, sedang ia duduk seorang dirinya. (halaman 9)
b. Di waktu malam, ketika akan tidur, kerap kali Ibu menceritakan kebaikan Ayah. (halaman 13).
§  Pagi
Datanya :
a.Tiap-tiap pagi saya selalu di hadapan rumah itu. (halaman 16).
b.Pada suatu pagi saya datang ke muka ibu. (halaman 18).
c.Besok paginya, saya tidak menjunjung nyiru tempat kue lagi. (halaman 18)
Hari Minggu
Datanya pada halaman 19:
Hari Minggu kami diizinkan pergi ke tepi laut
Sore
Datanya pada halaman 19 Kadang-kadang di waktu sore kami duduk di beranda muka
Bulan Zulhijjah
Datanya pada halaman 65:
Pada hari kedelapan bulan Zulhijjah, datang perintah dari syekh kami
b. Latar Suasana
Suasana Bahagia
1. Suasana bahagia ketika Hamid dapat bersekolah. Dengan bukti kutipan berikut:
         Pada suatu pagi saya datang ke muka ibu saya dengan perasaan yang sangat gembira, membawa kabar suka yang sangat membesarkan hatinya, yaitu besok Zainab akan diantarkan ke sekolah dan saya dibawa serta. Saya akan disekolahkan dengan belanja Engku Haji Ja'far sendiri bersama-sama anaknya.
          Mendengar perkataan itu, terlompatlah air mata ibuku karena suka cita, kejadian yang selama ini sangat diharap-harapkannya. (halaman 18).
2. Suasana bahagia jika waktu pakansi tiba. Dengan bukti kutipan sebagai berikut.
Bilamana pakansi puasa telah datang, gembiralah hati saya, karena akan dapat saya menghadap ibu saya, memaparkan dihadapannya, bahwa dia sudah patut gembira, karena anaknya ada harapan akan menjadi orang alim. (halaman 24).
3. Suasana bahagia ketika pakansi tiba, bertemu dengan ibu dan Haji Ja'far serta dengan Mak Asiah dan Zainab. Dengan bukti kutipan sebagai berikut:
saya titik air matanya karena kegirangan, Engku Haji Ja'far tersenyum mendengar saya mengucapkan terima kasih. Mak Asiah memuji saya sebagai anak yang berbudi. (halaman 25).
Suasana sedih
1) Hal tersebut digambarkan ketika Hamid sedang melakukan tawaf, ia    mengeluarkan air mata. Dengan bukti kutipan berikut:
air matanya titik amat derasnya membasahi sorban yang membalut dadanya. (halaman 8-9).
2) Suasana sedih anak perempuan yang tamat sekolah karena akan masuk pingitan. Dengan bukti kutipan berikut:
Yang berasa sedih amat, adalah anak-anak perempuan yang akan masuk pingitan; tamat sekolah bagi mereka artinya suatu sangkar yang telah tersedia buat seekor burung yang bebas terbang. (halaman 23).
3) Suasana sedih karena kematian Haji Jafar dan ibunya. Dengan bukti kutipan sebagai berikut:
“Tidak mak, cuma kematian yang bertimpa-timpa itu agak mendukakan hatiku, itulah sebabnya saya kurang keluar dari rumah.” (halaman 36).
4) Suasana sedih ketika Hamid melunakan hati Zainab supaya mau ditunangankan. Dengan bukti kutipan berikut:
air matanya kelihatan menggelenggang, mengalir, setitik dua titik kepipinya. (halaman 41).
5)Suasana sedih ketika Zainab menceritakan isi hatinya kepada Rosna. Dengan bukti kutipan berikut:
Air mata Zainab kembali jatuh. (halaman 51).
6) Suasana sedih ketika Hamid mengetahui bahwa Zainab telah meninggal. Dengan bukti kutipan berikut.
Melihat itu kepalanya tertekun ia menarik nafas panjang, dari pipinya meleleh dua titik air mata yang panas. (halaman 67).
8. Gaya Bahasa
Dalam novel ini ada beberapa gaya bahasa yang digunakan yaitu:
a. Gaya bahasa asosiasi
1) Bukit-bukit yang gundul itu tegak dengan teguhnya laksana pengawal yang menyaksikan dan menjagai orang haji yang berangsur pulang ke kampungnya masing-masing. (halaman 73)
b. Gaya bahasa hiperbolisme
1) terlompatlah air mata ibuku karena suka cita. (halaman 18).
2) dan kadang-kadang memberi melarat kepada jiwamu. (halaman 32).
3) saya karam dalam permenungan. (halaman 35).
4) air matanya kelihatan menggelenggang. (halaman 41).
5) saya patahkan hati anaknya yang hanya satu. (halaman 44).
6) saya telah karam di dalam khayal. (halaman 54).
7)  dia telah meninggalkan saya dengan gelombang angan-angan... (halaman 55).
8) Dan kapalku memecahkan ombak dan gelombang menuju Tanah air yang tercinta. (halaman 74).
c. Gaya bahasa antithese
1) kita akan bertemu dengan yang tinggi dan yang rendah, kita akan bertemu dengan kekayaan dan kemiskinan, kesukaan dan kedukaan, tertawa dan ratap tangis. (halman 6).
2) di antara kaya dan miskin, mulia dan papa... (halaman 30).
3) tidak memperbeda-bedakan di antara raja-raja dengan orang minta-minta, tidak menyisihkan orang kaya dengan orang miskin, orang hina dengan orang mulia... (halaman 31).
d. Gaya bahasa personifikasi
1) tiba-tiba datang ombak yang agak besar, dihapuskannya unggunan yang kami dirikan itu. (halaman 20).
2) dicelah-celah ombak yang memecah ke atas pasir. (halaman 35).
3) memperhatikan pergulatan ombak dan gelombang. (halaman 53).
e. Gaya bahasa repetisi
1) Masa itu sedang rimbun, bunga sedang kembang dan buah sedang lebat, (halamaan 13).
2) “Engkau tentu memikirkan juga, bahwa emas tak setara dengan loyang, sutra tak sebangsa dengan benang.“ (halaman 31)

  

BAB III
KESIMPULAN
Dua manuisa yang saling mencintai, tetapi tidak saling memiliki dikarenakan status sosial yang membuat cibta dua manusia itu tidak dapat untuk memiliki satu sama lain, Hamid adalah seorang lelaki yang berasal dari keluarga miskin, sedangkan Zainab adalah seorang perempuan yang berasal dari kelurga kaya dan terpandang. Dan hidup keluarga Hamid selalu tergantung atas kedermawanan dari keluarga Zainab. Hamid merasa bahwa dirinya tidak pantas untuk bersanding dengan Zainab. Jadi kisah percintaan mereka terhalang oleh setatus sosial, sehingga dua manusia tersebut harus menahan perasaannya demi menjaga perasaan orang tuanya sampai-sampai keduanya sama-sama meninggal.



















Blog, Updated at: 3:13 PM

0 komentar nya:

Post a Comment