Makalah Tentang Sejarah dan Kandungan Al-Qur'an

Posted By Muhammad Aziz on Saturday, October 29, 2016 | 1:52 PM

BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang

Berbicara tentang Al-Qur’an, takkan pernah ada habisanya. Al-Qur’an mengandung berbagai kisah dari sejarah jaman lampau hingga masa yang akan datang, termuat juga hukum-hukum islam, rahasia alam semesta, serta masih banyak lagi.
Al-Qur’an menjadi salah satu mukjizat besar Nabi Muhammad SAW, sebab turunnya Al Qur’an melalui perantara beliau, AL Qur’an mempunyai peranan yang sangat penting untuk keberlangsungan umat manusia di Dunia. Betapa tidak, semua persoalan manusia di dunia sebagian besar dapat ditemukan jawabannya pada Al Qur’an. Oleh karenannya kemudian Al Qur’an di yakini sebagai firman Allah yang menjadi sumber hukum Islam pertama sebelum Hadist.
Kewajiban manusia untuk mengimani, membaca, menelaah, menghayati, dan mengamalkan ajaran Al-Quran secara keseluruhan, serta mendakwahkannya (Q.S. Al-'Ashr:1-3). Jika kita memang benar-benar beriman kepada Allah SWT atau mengaku Muslim. Membacanya saja sudah berpahala, bahkan kata Nabi Saw satu huruf mengandung 10 pahala, apalagi jika mengamalkannya.



1.2  Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian dan kandungan Al-Qur’an?
2.      Bagaimana peranan Al-Qur’an
3.      Bagaimana sejarah pemeliharaan Al-Qur’an?

1.3  Tujuan
1.      Mahasiswa mampu memahami pengertian dan kandungan Al-Qur’an
2.      Mahasiswa mampu memahami peranan Al-Qur’an
3.      Mahasiswa mampu memhami sejarah pemeliharaan Al-Qur’an




BAB II
PEMBAHASAN


2.1 Pengertian dan Kandungan Al-Qur’an
            a. Pengertian Al-Qur’an
            Menurut Hasbi Ash-Shiddieqy (1974:15-16) kata Al-Qur’an adalah bentuk mashdar yang diartikan dengan arti isim maf  ‘ul yang maqru’ artinya yang dibaca. Selanjutnya Al-Qur’an menurut istilah adalah kallamullah yang diturunkan kepada Muhammad Saw yang tidak dapat ditandingi oleh siapapun.
            Menurut Moenawar Chalil (1969:174) Al-Qur’an ialah firman Allah Swt yang diturunkan kepada Muhammad Saw dengan bahasa arab untuk diperhatikan dan diambil pelajarannya oleh manusia dinukilkan (dipindahkan )kepada kita dengan jalan  khabar mutawatir yang dituliskan dalam mushhaf dimulai dengan surat al-Fatihah dan disudahi dengan surat al-Nas.
            Menurut Al-Zarqani (1943;13) Al-Qur’an adalah kalam yang bersifat mu’jizat yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw ditulis pada mushhaf, dipindahkan secara mutawatir dan bernilai ibadah bagi yang membacanya. Selanjutnya, Al-Zarqani menjelaskan beberapa komponen dalam definisi tersebut.
·         Al-Qur’an adalah kalamullah atau firman Allah bukan ucapan nabi atau manusia lainnya. Tidak ada sepatah katapun ucapan nabi dalam Al-Qur’an. Pada saat Al-Qur’an diturunkan, nabi melarang para sahabatnya untuk menghafal atau mencatat hadist apalagi mengumpulkannya, beliau hanya menyuruh menghafal dan menuliska Al-Quran. Hal ini semata-mata untuk menjaga kemurnian firman Allah. Dengan demikian, tidak ada bukti sama sekali pandangan kaum orientalis yang mengatakan Al-Qur’an sebagai karangan nabi.
·         Diturunkan kepada nabi Muhammad Saw yaitu tahun 611 M. Rasul yang terakhir, penutup segala wahyu yang diturunkan Allah ke muka bumi, sebagaimana firman Allah Swt dalam Q.S.33:40) yang terjemahannya sebagai berikut;
Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki diantara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu (Depag,R.I.1984:674)

·         Diturunkan melalui perantara malaikat Jibril secara berangsur-angsur yaitu selama 22 tahun 2 bulan 22 hari kepada Nabi Muhammad Saw. Diturunkannya Al-Qur’an secara berangsur-angsur memiliki hikmah yang nyata serta rahasia yang mendalam yang hanya diketahui oleh orang-orang yang alim/pandai. Diantara hikmah nya dalah sebagai berikut ini
a)      Meneguhkan hati Nabi Muhammad Saw dalam menghadapi celaan orang-orang musyrik
b)      Meringankan Nabi dalam menerima wahyu
c)      Mempermudah dalam menghafal Al-Qur’an dan memberi pemahaman bagi kaum muslimin
d)     Tadarruj (selangkah demi selangkah) dalam menetapkan hukum Islam
e)      Sejalan dengan kisah yang terjadi dan mengingatkan atas kejadian itu
f)       Petunjuk terhadap asal (sumber) Al-Qur’an bahwasannya Al-Qur’an diturunkan dari Zat yang Maha Bijaksana lagi Terpuji

·         Dikumpulkan dalam satu mushhaf  di hafal di tulis oleh para sahabat kemudian dikumpulkan dalam satu mushhaf yang terdiri atas 30 juz 114 surat 6236 ayat
·         Disampaikan kepada umat Islam secara mutawatir (populer) dan berantai dri generasi ke generasi dalam keadaan terjaga dan terpelihara baik huruf maupun kalimat-kalimatnya, sehingga keaslian Al-Qur’an tetap terjamin sepanjang masa
·         Bernilai ibadah bagi pembaca dan pendengarnya. Hal ini berarti membaca dan mendengarkan Al-qur’ann merupakan kegiatan yang menghasilkan pahala meskipun belum dipahami makna dan maksudnya
·         Isinya dimulai dengan surat Al-fatiha dan diakhiri dengan surat An-Nas. Ini mengndung rti bahwa susunan ayat-ayat Al-Qur’an bersifat tetap sejak diturunkannya sampai sekarang yang telah berusia hampir lima belas abad sedangkan urutan surat-suratnya sesuai dengan mushhaf yang ditulis pada masa Khalifah Usman bin Affan (mushhaf Utsman)

Untuk mendefinisikan Al-Qur’an secara lengkap (komprehensif) haruslah memperhatikan ketujuh komponen ini. Berdasarkan beberapa pendapat dan definisi yang telah dikemukakan di atas, dapat dipahami bahwa Al-Qur’an adalah firman Allah Swt yang diturunan kepada Nabi Muhammad Saw dalam bahasa Arab dipindahkan dan ditulis secara mutawatir (populer) yang tidak dapat ditandingi oleh orang yang menentangnya serta bernilai ibdah bagi yang membacanya.

b. Kandungan Al-Qur’an
Ayat Al-Qur’an yang mla-mula diterima Nabi Muhmmaad Saw, adalah liam ayat tang terdapat dalam surat Al-Alaq, ketika ia sedang berkhalwat di Gua Hira, sebuah gua yang terletak di pegunungan sekitar kota Mekkah pada tanggal 17 Ramadhan (6 aAgusutus 610) beliau berusia 40  tahun.   
Al-Qur’an terdiri atas 114 surat, 6236 ayat, 74437 kalimat, dan 325345 huruf, mengandung pokok-pokok ajaran mengenai berbagai persoalan hidup dan kehidupan manusia. Sebagimana mana firman Allah Swt dalam Q.S.6:38 yang terjemahannya sebagai berikut ini
Dan tidklah ada yang kami liputkan (tinggalkan) didalam Al-kitab (Al-Qur’an) sesuatu pun (Depag.R.I.1984:192)
Ayat diatas dapat dipahami bahwa Al-Qur’an mengandung ajaran mengenai kehidupan manusia. Maksudnya, Al-Qur’an mengandung prinsip-prinsip dasar yang mengatur kehidupan manusia agar tercapai kebahagiaan didunia dan di akhirat.
Adapun garis-garis besar kandungan Al-Qur’an itu adalah berikut ini
a)      Pokok-pokok keyakinan atau keimanan yang emudian yang melahirkan ilmu teologi atau ilmu kallam
b)      Pokok-pokok aturan atau hukum yang melahirkan ilmu hukum, syariat atau ilmu fiqih
c)      Pokok-pokok pengabdian kepada Allah (ibadah)
d)     Pokok-pokok aturan tingkah laku (akhlak)
e)      Petunjuk tentang tanda alam yang menunjukkan adanya Tuhan. Disini dapat lahir ilmu pengetahuan
f)       Petunjuk mengenai hubungan golonga kaya dan miskin
g)      Sejarah para nabi dan umat terdahulu (Toto, 1997:47)


Hanya sebagian kecil dari ayat-ayat Al-Qur’an yang mengandung hukum yang menyangkut  dengan perbuatann mukhallaf dan bentuk tuntutan, pilihan berbuat dan ketentuan yang ditetapkan. Hukum-hukum tersebut mengatur kehidupan manusia, baik dalam hubungan dengan Allah Swt maupun hubungannya dengan manusia dan alam sekitarnya.
Hukum-hukum yang terdapat dalam Al-Qur’an secara garis besar dapat dikategorikan dalam 3 kelompok berikut ini
1)      Hukum-hukum yang mengatur hubungan manusia dengan Allah Swt. Mengenai apa-apa yang harus diyakini dan yang harus dihindari sehubungan dengan keyakinannya, seperti kewajiban mengesakan Allah dan larangan mempersekutukannya. Hukum yang menyangkut keyakinan ini disebut hukum i’tiqadiah yang dikaji dalam ilmu tauhid atau Ushuluddin
2)      Hukum-hukum yang mengatur hubungan pergaulan manusia mengenai sifat-sifat baik yang harus dimiliki dan sifat-sifat buruk yang harus dijauhi di sebut hukum khuluqiah yang kemudian dikembangkan dalam ilmu akhlak
3)      Hukum-hukum yang menyangkut tindak tanduk manusia dan tingkah laku lahirnya dalam hubungan dengan Allah Swt, dan hubungan dengan sesama manusia. Hukum ini disebut hukum Amaliyah yang pembahsan nya dikembangkan dalam ilmu syari’ah.
Hukum amaliyah tersebut, secara garis besar terbagi 2 seperti berikut ini:
·         Hukum yang mengatur tingkah laku dan perbuatan lahiriah manusia dalam hubungan nya dengan Allah Swt, seperti sholat; puasa; zakat dan haji. Hukum ini disebut hukum ibadah dalam arti khusus
·         Hukum-hukum yang mengatur tingkah laku dan perbuatan lahiriah manusia dalam hubungan nya dngan manusia atau alam sekitarnya; seperti jual beli, perkawinan, pembunuhan, dan lainnya. Hukum-hukum ini disebut hukum mu’amalah dalam arti umum

Bentuk hukum yang pertama disebut ibadah dalam arti khusus, sedangkan bentu hukum yang kedua disebut mu’amalah dalam arti umum, karena mencakup semua bentuk pergaulan manusia dalam berkehidupan bermasyarakat.
Dilihat dari segi pemberkalannya dalam hubungan sesama manusia, bentuk hukum mu’amalah itu ada beberapa macam yaitu berikut ini
1)      Hukum yang mengatur hubungan antar sesama manusia yang menyangkut kebutuhannya akan hart bagi keperlusn hidupnya. Bentuk hukum ini disebut hukum mu’amalat dalam arti khusus. Seperti; jual beli, sewa-menyewa, pinjam meminjam dan lainnya
2)      Hukum yang mengatur hubungan antara sesama manusia yang berkaitan dengan kebutuhannya akan penyaluran nafsu syahwat secara sah dan yang berkaitan dengan itu. Bentuk hukum ini disebut hukum munakahai. Seperti; perkawinan, perceraian, rujuk dan pengasuhn atas anak yang dilahirkan
3)      Hukum yang mengatur hubungan antara sesam manusia yang menyangkut perpindahan harta yang tersebab oleh karena adannya kematian. Bentuk hukum ini disebut hukum mawarits dan hukum wasiat
4)      Hukum yang mengatur hubungan antara manusia dengan manusia lainny yang berkaitan dengan usaha pencegahan terjadinya kejahatan atas harta, maupun kejahatan penyaluran nafsu syahwat  atau menyangkut kejahatan dan sanksi bagi pelanggarannya. Bentuk hukum ini disebut hukum jinayah atau pidana. Seperti pencurian, pembunuhan, perzinahan dan lainnya.
5)      Hukum yang mengatur hubungan anatar sesama manusia yang berkaitan dengan usaha penyelesaian akibat tindak kejahatan di pengadilan. Bentuk hukum ini disebut juga hukum murafa’t atau hukum qadha disebut juga hukum baracara di peradilan. Contohnya kesaksian, gugatan dan pembuktian di pengadilan
6)      Hukum yang mengatur hubungan  antara manusia dengan manusia lain yang berkaitan dengan kehidupan bermasyarakat dan bernegara disebut hukum dusturiyah. Umpama nya tentang ulil amri, khalifah, baitul mal, disebut juga hukum tata negara.
7)      Hukum yang mengatur hubungan manusia dengan sesamanya dalm suatu negara dengan manusia dinegara lain, dalam keadaan damai dan keadaan perang. Bentuk hukum ini disebut hukum antar negara atau hukum dauliyah, disebut juga dengan hukum internasional. Contoh tentang tawanan, ekstradisi, perjanjian, rampasan perang dan lainnya.

Demikianlah antara lain bentuk-bentuk hukum yang terandung dalam Al-Qur’an. Dengan demikian jelas bahwa Al-Qur’an itu mengandung dasar-dasar hukum dari semua bentuk hukum yang berkembang di dunia.





2.2 Peranan Al-Qur’an
Secara garis besar, fungsi atau peranan Al-Quran yang sangat penting untuk dipahami seorang Muslim ada tiga. Yakni Al-Qur’an berfungsi sebagai mukjizat bagi Rasulullah Muhammad saw (QS 17:88; QS 10:38), sebagai pedoman hidup bagi setiap Muslim (QS 4:105; QS 5:49-50; QS 45:20), serta sebagai korekter atau penyempurna terhadap kitab-kitab yang pernah Allah Swt. turunkan sebelumnya (QS 5:48,15; QS 16:64), dan ini bernilai abadi atau berlaku sepanjang zaman.
a.       Al-Quran sebagai Mu’jizat
Dalam bahasa Arab, mukjizat berasal dari kata ‘ajz yang berarti lemah, kebalikan dari qudrah (kuasa). Sedangkan i’jaz berarti membuktikan kelemahan. Mu’jiz adalah sesuatu yang melemahkan atau membuat yang lain menjadi lemah, tidak berdaya. Setiap mukzijat biasanya turun untuk memberikan tantangan bagi situasi zaman itu. Ketika pada zaman Nabi Musa para tukang sihir sangat berkuasa dan mereka mencapai puncak kemampuannya dalam ilmu sihir, Nabi Musa datang dengan membawa mukjizat yang mampu melumpuhkan tipu daya para tukang sihir tersebut. Bukankah mukjizat berarti yang melumpuhkan atau yang membuat lemah? Rasulullah saw. pun hadir pada suatu zaman ketika sastra Arab mencapai puncak ketinggiannya. Beliau datang dengan Al-Quran yang memiliki gaya bahasa tingkat tinggi yang mampu melumpuhkan seluruh penyair yang ada pada zaman itu.
Selain keindahan gaya bahasanya, ada petunjuk-petujuk sangat jelas lainnya yang memperlihatkan bahwa Al-Quran datang dari Allah Swt. dengan segala kemukjizatannya. Ayat-ayat yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan misalnya, dapat meyakinkan setiap orang yang mau berpikir bahwa Al-Quran adalah firman-firman Allah Swt., tidak mungkin ciptaan manusia apalagi ciptaan Nabi Muhammad saw. yang ummi (QS 7:158) yang hidup pada awal abad keenam Masehi (571-632 M). Di antara ayat-ayat tersebut umpamanya: QS 39:6; QS 6:125; QS 23:12,13,14; QS 51:49; QS 41:11-41; QS 21:30-33; QS 51:7,49, dan lain-lain.
Ada pula ayat-ayat yang berhubungan dengan sejarah seperti tentang kekuasaan di Mesir, Negeri Saba’. Tsamud, ’Aad, Nabi Adam, Nabi Yusuf, Nabi Dawud, Nabi Sulaiman, Nabi Musa, dan sebagainya. Ayat-ayat ini dapat memberikan keyakinan kepada kita bahwa Al-Quran adalah wahyu Allah bukan ciptaan manusia. Ayat-ayat yang berhubungan dengan ramalan-ramalan khusus yang kemudian dibuktikan oleh sejarah seperti tentang bangsa Romawi, berpecah-belahnya Kristen, dan lain-lain juga menjadi bukti lagi kepada kita bahwa Al-Quran adalah wahyu dari Allah Swt. yang disampaikan melalui lisan utusan-Nya.

b.      Al-Quran sebagai Pedoman Hidup
Sebagai pedoman hidup, Al-Qur’an banyak mengemukakan pokok-pokok serta prinsip-prinsip umum pengaturan hidup dalam hubungan antara manusia dengan Allah dan mahluk lainnya. Di dalamnya terdapat peraturan-peraturan seperti: beribadah langsung kepada Allah Swt, berkeluarga, bermasyarakat, berdagang, utang-piutang, kewarisan, pendidikan dan pengajaran, pidana, dan aspek-aspek kehidupan lainnya yang oleh Allah Swt. dijamin dapat berlaku dan dapat sesuai pada setiap tempat dan setiap waktu.
Setiap Muslim diperintahkan untuk melakukan seluruh tata nilai tersebut dalam kehidupannya. Sikap memilih sebagian dan menolak sebagian tata nilai itu dipandang Al-Quran sebagai bentuk pelanggaran dan dosa. Melaksanakannya dinilai ibadah, memperjuangkannya dinilai sebagai perjuangan suci, mati karenanya dinilai sebagai mati syahid, hijrah karena memperjuangkannya dinilai sebagai pengabdian yang tinggi, dan tidak mau melaksanakannya dinilai sebagai zalim, fasiq, dan kafir.

c.       Al-Quran sebagai Korektor
Sebagai korektor, Al-Quran banyak mengungkapkan persoalan-persoalan yang dibahas oleh kitab-kitab suci sebelumnya, semacam Taurat dan Injil yang dinilai tidak lagi sesuai dengan ajaran yang telah diturunkan oleh Allah Swt. Ketidaksesuaian tersebut menyangkut sejarah orang-orang tertentu, hukum-hukum, prinsip-prinsip ketuhanan, dan sebagainya.
Ada beberapa contoh koreksian yang diungkapkan oleh Al-Quran terhadap kitab-kitab terdahulu tersebut, antara lain:
o   Tentang ajaran Trinitas (QS 5:73)
o   Tentang Nabi Isa (QS 3:49,59; QS 5:72,76)
o   Tentang peristiwa penyaliban Nabi Isa (4:157-158)
o   Tentang Nabi Luth (QS 29:28-30; QS 7:80-84) perhatikan (Genesis, 19:33-36)
o   Tentang Nabi Harun (QS 20:90-94) perhatikan (Keluaran, 37:2-4)
o   Tentang Nabi Sulaiman (QS 2:102; QS 27:15-44) perhatikan (Raja-Raja, 21:4-5) dsb

2.3  Sejarah Pemeliharaan Al-Qur’an

A.    Pemeliharaan Al-Qur’an Pada Masa Nabi Saw
Rasulullah amat menyukai wahyu, ia senantiasa menunggu penurunan wahyu dengan rasa rindu, lalu menghafal dan memahaminya, persis seperti dijanjikan Allah :
إِنَّ عَلَيْنَا جَمْعَهُ وَقُرْآنَه

“Sesungguhnya atas tanggungan kamilah pengumpulannya (didadamu) dan(membuatmu pandai ) membacanya (al-Qiyamah [75]:17) “
Oleh sebab itu ia adalah hafiz (penghafal) Qur’an pertama dan merupakan contoh paling baik bagi para shahabat dalam menghafalnya, sebagai realisasi kecintaan mereka kepada pokok agama dan sumber risalah. Qur’an diturunkan selama dua puluh tahun lebih. Proses penurunannya terkadang lima ayat sekaligus dan terkadang turun sampai sepuluh ayat sekali turun, setiap kali sebuah ayat turun, dihafal dalam dada dan ditempatkan dalam hati, sebab bangsa arab secara kodrati memang mempunyai daya hafal yang kuat. hal itu karna umumnya mereka buta huruf, sehingga dalam penulisan berita-berita, syair-syair dan sisilah mereka dilakukan dengan catatan di hati mereka.
Selain di hafal al-Qur’an juga ditulis, Rasulullah telah membentuk dewan penulis wahyu seperti khalafah rasyidin, kholid bin al-walid, Tasabid bin Qais, ‘Ubai bin Ka’b dan Zaid bin Tsabit, dan lain lain. Bila ayat turun, Rasulullah memerintahkan mereka menuliskannya dan menunjukkan tempat ayat tersebut dalam surah, sehingga penulisan pada lembaran itu membantu penghafalan didalam hati
 Adapun bahan-bahan yang dipakai oleh para sahabat ketika menulis ayat-ayat al-Qur’an itu dapat diketahui dari riwayat berikut
قال الشيح الز نجانى فى كتابه "تاريخ القران" كان الكتبة لكيتون الايات فى العسب الخاف والقاع واحيانا فى الحرير وقطع الاديم والاكتاف على عادة العرب بالكتابة على تلك الاشياء وكان يطلق عليها "الصحف"
Syekh al-zanjani berkata didalam kitabnya tarikh al-Qur’an: tulisan ayat-ayat al-Qur’an itu mereka tulis pada pelapah korma, batu , kulit dan kadang-kadang pada kain sutra, kulit yang telah disama’ dan tulang- tulang onta menurut kebiasa’an bangsa arab menulis pada benda-benda tersebut, dan benda-benda yang ditulis itu dinamainya dengan“shuhuf “

Dalam rangka penulisan dan pemeliharaan al-Qur’an ini rasulullah mengeluarkan suatu peraturan, yaitu bahwa hanya ayat-ayat al-Qur’an sajalah yang boleh mereka tuliskan. Adapun hadits-hadits atau pelajaran-pelajaran lain yang mereka terima dari rasulullah tidak boleh menuliskannya dimasa itu
.
ااخرج مسلم فى صحيحه من حديث ابي سعيد قال : رسول الله صلى عليه وسلم : لاتكتبوا عنى شيئا غير القران
Imam Muslim meriwayatkan didalam kitab shahehnya dari hadits abi sa’ad,ia berkata : rasullah saw bersabda : janganlah kamu menulis sesuatu dari padaku selain al Qur’an”

• Maksud dari sabda rasulullah adalah lafadz “لا تكنبوا “bukan berarti di haramkan untuk menulis, akan tetapi rasulullah itu khawatir firman Allah bercampur baur dengan hadits.
Cara dan usaha yang dilakukan oleh rasulullah untuk memperhebat dan memperlancar penulisan al-Qur’an, antara lain
1)       Memberi penghormatan dan penghargaan yang tinggi kepada orang-orang yang pandai menulis dan membaca
Rasulullah saw bersabda
يوزن يوم القيامة مداد العلماء يدم الشهداء

“ Pada hari kiamat tinta para ulama ditimbang dengan darah para syuhada”.
Berdasarkan hadits ini berarti orang-orang yang pandai tulis baca ditempatkan sederajat dengan para pahlawan yang mati syahid dimedan pertempuran
2)       Rasulullah menggunakan tenaga para tawanan perang badar karena pada waktu itu kaum muslim memperoleh kemenangan. Orang musrik banyak ditawan, dan diantara mereka tidak dapat menebus dirinya dengan uang ,maka mereka yang tidak mampu menebus dirinya itu, tetapi pandai tulis baca ,maka rasulullah memberikan suatu ketentuan bahwa tawanan-tawanan tersebut dapat dibebaskan kembali dengan syarat apabila mereka masing-masing telah berhasil mengajar sampai pandai tulis baca 10 orang muslim. Banyak diantara mereka menggunakan kesempatan ini.

3)      Setiap wahyu turun rasulullah menyampaikan kepada para sahabat dan menyuruh mereka menghafalkannya. Beliau juga senantiasa meneliti dan mengoreksi bacaan-bacaan mereka dalam waktu tertentu dan meminta kepada sahabat supaya mereka membaca ayat al-Quran itu dihadapan rasulullah, sebaliknya rasulullah pun membaca dihadapan mereka baik ketika sholat maupun diluar sholat.
Menurut riwayat rasulullah pun mendapat koreksi setiap tahun dari malaikat jibril. Pada tahun yang terakhir dari kehidupannya, koreksi dari jibril itu terjadi dua kali.
Tulisan-tulisan al-Qur’an pada masa nabi tidak terkumpul dalam satu mushaf, tetapi sudah tertulis keseluruhannya.


Faktor-faktor al-Qur’an tidak ditulis dalam mushhaf-mushhaf
a)       Kaum muslimin baik-baik saja, para qari’ masih banyak, Islam belum tersebar luas, fitnah belum dikhawatirkan muncul, tumpuhan pada hafalan lebih besar, sarana-sarana tulis belum mudah didapat dan perhatian rasulullah saw terhadap al-Qur’an sangat besar mencakup cara-cara pembacaannya berdasarkan ketujuh huruf, yang al-Qur’an turun terdiri atasnya
b)       Nabi saw masih menunggu kemungkinan penasakhan ayat atau beberapa ayat dari Allah SWT.
c)      Al-Qur’an tidak turun seketika tetapi bertahap sampai beberapa ayat dari Allah SWT.
d)     Urutan al-Qur’an tidak sesuai dengan urutan ayatnya.
Sesudah berakhir masa turunya al-Qur’an dengan wafatnya rasulullah, maka Allah mengilhamkan penulisan mushaf secara lengkap kepada para khulafa’ur rasyidin sesuai dengan janjinya yang benar kepada umat ini tentang jaminan pemeliharaannya.ini suatu isyarat firman Allah:
إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ

“Sesungguhnya kamilah yang menurunkan al-Qur’an dan sesugguhnya kami benar-benar memeliharanya”. (Qs.Al-Hijr [15]:9)


B. Pemeliharaan Al-Qur’an Pada Masa Abu Bakar (12 H / 633 M)
 Al-Qur’an telah selesai diturunkan semuanya pada tanggal 19 Dzu al-Hijjah tahun ke- 10 Hijriyah, yaitu dengan turunnya ayat yang terakhir di arafah ketika rasulullah mengerjakan hajjah al-wada’, kira-kira 81 malam sebelum wafatnya.
Abu Bakar menjabat khalifah pertama dalam islam sesudah rasulullah wafat. Ia dihapkan peristiwa-peristiwa besar, misalnya peristiwa yamamah ,pada tahun 12 H /633 M.pada masa kekhalifahannya juga terjadi peperangan melawan para pengikut musailamah al-khazab yang merupakan peperangan yang sangat dahsyat, dimana banyak yang gugur menjadi syahid, mencapai sekitar 70 orang. Persoalan itulah yang kemudian mendapat perhatian serius dari umar. Lalu umar mengunjungi abu bakar, dan memberitahukan peristiwa-peristiwa yang terjadi serta mendesak abu bakar segera melakukan penghimpunan al-Qur’an, khawatir ia akan terbengkalai lantaran wafatnya para khafiz dan Qari’. Mula-mula abu bakar merasa ragu, karena ia selalu berpegang teguh pada apa yang dilakukan rasulullah SAW. Ia khawatir kalau keinginan melakukan pembaruan justru menjerumuskannya kedalam sikap penggantian, atau melakukan sesuatu yang bisa dikategorikan kedalam prilaku bid’ah. Akan tetapi umar tetap membujuknya sehingga Allah membukakan hati abu bakar untuk menerima usulan umar tersebut.

Abu bakar ra.Benar-benar memperhatikan terealisasinya ide baik itu .lantaran cahaya Allah, ia memilih seorang tokoh pilihan, yaitu zaid ibn tsabit ra.Ia termasuk penghafal al-Quran, penulis, pemahaman, dan kecerdasannya serta kehadirannya pada pembacaan yang terakhir kali.abu bakar menceritakan kepadanya kekhawatiran dan usulan umar. Pada mulanya zaid menolak seperti halnya abu bakar sebelum itu.Keduanya lalu bertukar pendapat, sampai akhirnya zaid dapat menerima dengan lapang dada perintah penulisan al-Qur’an itu.
Didalam menghimpun al-Qur’an zaid ibn tsabit menempuh cara yang sangat ketat yang diterapkan oleh abu bakar dan umar, yang mampu menjamin dan kehati-hatian maksimal. Zaid mengumpulkan al-Qur’an dari pelapah korma, lempengan batu. Sampai Ia menemukan akhir surat at-Taubah pada abu khuzaimah al-Anshari dan tidak ia temukan pada yang lain.Yaitu:
لَقَدْ جَاءكُمْ رَسُولٌ مِّنْ أَنفُسِكُمْ

“Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri” (QS.At-Tauba :128)
Ia tidak hanya menggunakan hafalan atau hanya dengan tulisannya. Kecermatannya juga ditunjukkan oleh sikapnya tidak mau menerima tulisan, kecuali setelah ada 2 saksi.
Hal ini ditunjukkan oleh riwayat yang ditakhrij oleh ibn abu daud melalui yahya ibn abdirrahman ibn hathib, katanya :”umar datang, lalu berkata: siapa yang mendapatkan sesuatu dari al-Qur’an dari rasulullah saw, maka bawalah kesini.mereka menulis pada shahifah, sabak ataupun pelapah kurma.Beliau tidak akan menerima sesuatu pun, kecuali bila disertai dengan 2 saksi.”

As-sakhawiy didalam jamal al-Qurra’ menyatakan bahwa yang dimaksud kedua saksi itu adalah dua orang laki-laki yang adil . Al-Qur’an selesai dihimpun dibawah pengawasan abu bakar, umar, pembesar sahabat-sahabat yang lain dan kesepakatan umat yang tidak sedikit jumlahnya, hal itu merupakan sejarah yang senantiasa diabadikan oleh tinta emas, bahwa abu bakar menjadi pengawas, umar menjadi pengusul, dan zaid menjadi pelaksana serta sahabat-sahabat memberi bantuan dan pengakuan

Para ulama berpendapat bahwa penamaan Qur’an dengan “mushaf” itu baru muncul pada masa khalifah abu bakar. Setelah abu bakar wafat pada tahun 13 H/634 M Mushaf itu disimpan oleh umar dan setelah umar wafat di simpan oleh Hafshah binti Umar.
Kekhawatiran dan keraguan abu bakar akan hilangnya kemurnian al-Qur’an, karena banyak hafiz dan qarri yang gugur di medan perang, akhirnya terjawab oleh usulan umar untuk mengumpulkan dan menulis al-Qur’an tersebut, maka akhirnya terealisasilah sebuah mushaf hasil penghimpunan dari khalifah abu bakar




C.    Pemeliharaan Al-Quran Pada Masa Usman Bin Affan (25 H / 646 M )
Pada masa khalifah abu bakar dan umar, kaum muslimin belum memgambil inisiatif untuk memperbanyak mushhaf al-Qur’an yang telah dikumpulkan pada masa abu bakar. Hal itu karena :
1)      Tenaga dan pikiran mereka lebih banyak harus dicurahkan kepada stabilitas/konsolidasi politik dalam negri dan peperangan-peperangan
2)      Para qurra yang pada waktu itu menjadi faktor utama dalam pemeliharaan al-Qur’an, masih berada ditengah-tengah mereka
3)      Perbedaan-perbedaan mengenai qiraat ataupun mengenai susunan surat belumlah menimbulkan hal-hal yang berbahaya

Akan tetapi pada masa khalifah Usman, keadaan sudah berubah, daerah kekuasaan Islam telah terbentang dari armenia sampai azerbaijan timur, dan dari ciyprus dan Nubia di barat. Dengan demikian tampaklah bahwa kaum muslimin dimasa khalifah Usman telah tersebar di daerah-daerah yang begitu luas, ialah jazirah arab, Mesir, Afrika Utara, Syiria, Irak, Persia, Turkistan dan lain-lainnya, dimana saja kaum muslim berada, al-Qur’an tetap menjadi imam bagi mereka, bahkan banyak diantara mereka hafal al-Qur’an dan pada mereka telah ada juga naskah-naskah al-Qur’an, tetapi terdapat perbedaan-perbedaan penting antara kaum muslimin itu mengenai al-Quran. perbedaan tersebut ialah :
1.      Perbedaan mengenai susunan surat
Naskah-naskah yang mereka miliki itu tidak sama susunan atau tertib urut surat-suratnya, karena rasulullah sendiri memang tidak memerintahkan supaya surat-surat al-Qur’an itu disusun menurut tertib urut tertentu, Rasulullah hanya menetapkan tertib urut ayat dalam masing-masing surat


2. Perbedaan mengenai bacaan

Asal mula pertikaian bacaan ini adalah karena rasulullah sendiri memang memberikan kelonggaran kepada kabilah-kabilah Islam di jazirah arab untuk membaca dan melafazhkan ayat-ayat al-Qur’an itu menurut dealek/lahjah mereka masing-masing.kelonggaran ini diberikan rasulullah agar mudah bagi mereka untuk membaca dan menghafalkan al-Qur’an.
 Orang yang mula-mula mensinyalir dan menumpahkan perhatiannya kepada keadaan ini ialah seorang sahabat bernama Huzaifah al-Yamani, ia ikut dalam pertempuran, ketika kaum muslimin menaklukan Armenia dan Azarbaijan. Ia melihat banyak perbedaan dalam cara-cara membaca al-Qur’an. Sebagian bacaan itu bercampur dengan kesalahan tetapi masing-masing mempertahankan dan berpegang pada bacaannya, serta menentang setiap orang yang menyalahi bacaannya dan bahkan mereka saling mengkafirkan

Huzaifah merasa khawatir melihat kenyataan ini, sebab itu ketika ia kembali ke madinah, ia menghadap khalifah usman dan melaporkan kepadanya apa yang telah dilihat dan didengarnya.mengenai perbedaan qira’at itu.
Usul hudzaifah ini diterima oleh khalifah ‘Usman, dan selanjutnya khalifah ‘Usman meminjam mushhaf yang ada pada khafshah, yang telah ditulis pada masa khalifah abu bakar untuk disalin atau ditulis kembali. Kemudian khalifah ‘Usman membentuk suatu panitia yang terdiri dari :

1. Zaid ibn tsabit, sebagai ketua
2.      Abdullah ibn Zubair
3.      Sa-ad ibn al-‘Ash
4.      Abd al-Rahman ibn al-Harits ibn Hisyam

     Komisi empat orang yang di tetapkan itu mulai melaksanakan tugasnya pada 25 H/ 646 M. setelah panitia menyalin mushhaf ini, maka naskah yang di pinjam dari hafsah di kembalikan padanya, tetap di tangannya hingga ia wafat.kemudian lembaran-lembaran tersebut diambil oleh marwan bin hakam
            Terdapat perbedaan di antara ulam tentang jumlah mushaf yang di tulis pada masa khalifah Utsman kebanyakan ulama mengatakan menyalin sebanyak menjadi empat mushaf,maka 4 buah diantaranya di kirim ke Kufah, Syiria, Bashrah, yang satu tetap di madinah di pegang oleh halifah usman, inilah yang dinamakan mushaf Utsman atau mushhaf imam. Pendapat lain mengatakan berjumlah 7 buah, yaitu empat buah di atas, dan tiga lagi di kirim ke Makkah, Yaman, dan Bahrain
Setelah mushhaf-mushhaf itu di kirim ke berbagai daerah, maka mushhaf-mushaf yang tidak sama di sarankan oleh khalifah usman untuk membakarnya,hal itu beliau lakukan demi memotong urat pertikaian, dan agar kaum muslimin berhati-hati dalam membaca al-Qur’an. Mushhaf itu terbakar dalam masjid Damsyik pada tahun 1310 H.
Adapun manfaat dari usaha penulisan kembali al-Qur’an, pada masa khalifah ‘Utsman, ialah:
1. Kaum muslimin telah dapat dipersatukan pada mushaf-mushaf yang seragam ejaan tulisannya,
2. Mereka juga dapat dipersatukan pada qiraat yang sama yang tidak menyalahi ejaan tulisan pada mushhaf itu, adapun qiraat yang tidak sesuai dengan ejaan tulisan itu telah dapat dilenyapkan,
3. Kaum muslimin dapat pula disatukan mengenai susunan surat pada mushhaf-mushhaf mereka,
4. Dengan adanya mushhaf-mushhaf yang resmi itu, maka kaum muslimin telah mempunyai standar yang akan menjadi pedoman mereka dalam membaca, menghafal, dan memperbanyak mushhaf al-Qur’an, sehingga penyiaran dan pemeliharaan al-Qur’an itu lebih baik dan lebih terjamin keasliannya
.
          Dengan penyalinan dan penyebaran mushaf inilah, setidaknya khalifah usman telah berhasil meredakan permasalahan yang telah terjadi dikalangan umat muslim itu sendiri, walaupun mushaf-mushaf yang ada belum diberi tanda syakel ataupun tanda titik-titik, tetapi para hufaz yang ada masih tetap berasaskan terhadap hafalan yang dipertahankannya.


D.    Pemeliharaan Al-Qur’an Periode Ali Bin Abi Thalib
Pemeliharaan Al-Qur’an pada periode khalifah sesudah Usman bin Affan dapat disebut sebagai periode penyempurnaan, karena mushaf Usmani tidak memakai tanda baca titik  dan syakal. Hanya semat-mata didasarkan pada watak pembawaan orang-orang Arab yang masih murni, sehingga mereka tidak memerlukan syakal dengan harakat dan pemberian titik.
Ketika bahasa Arab mulai mengalami erusakan karena banyaknya pencampuran dengan bahasa non Arab, maka para panguas merasa penting untuk menyempurnakan penulisan mushaf dengan syakal, titik dan lain-lain yang dapat membantu pembacaan yang benar. Banyak ulama yang berpendapat bahwa orangpertama yang melakuka peyempurnaan penulisan adalah Abu Aswad ad-Duwali kemudian dilanjutkan oleh Nashar bin Ashim dan Al-khalil bin Ahmad, pelatak pertama dasar-dasar kaidah bahasa Arab atas permintaan Ali bin Abi Thalib. Perbaikan Mushaf Usmani ini berjalan secara bertahap, sehingga sampai pada bentuk Al-Qur’an seperti yang kita temui sekarang yang lebih memudahkan bagi seluruh umat Islam.

E.     Pemeliharaan Al-Qur’an Pasca Sahabat Sampai Sekarang

       Setelah masa khalifah, pemeliharaan al-Qur’an terus dilanjutkan dan disempurnakan dengan cara memberi syakal dan memberi titik pada tulisan-tulisan mushaf.
Mushaf yang di tulis pada masa khalifah ‘Ustman masih memakai tulisan kufi, tanpa titik, tanpa syakal, mad, tasyidid dan tanda baca lainnya. Menurut abu Ahmad al-‘Askari (w.382 ) kaum muslimin membaca al-Qur’an dengan salinan mushaf ‘Ustman selama 40 tahun lebih, hingga masa khalifah Abdul Malik bin Marwan. Pada masa ke khalifahan Abdul Malik pada tahun 65 H, beberapa pembesar pemerintahan mengkhawatirkan kemungkinan terjadinya perubahan nash-nash al-Qur’an jika penulisan mushaf di biarkan tanpa syakal dan tanpa titik.
Perbaikan bentuk penulisan tidak terjadi sekaligus, tetapi secara berangsur-angsur dari generasi ke generasi hingga mencapai puncak kejayaannya pada akhir abad ke-3H. orang pertama dalam penggunaan titik-titik dalam penulisan al-Qur’an disebutkan nama tiga orang tokoh, Abu Aswad ad-Duali dialah yang paling terkenal, Yahya bin Ya’mar dan Nashr bin
 ‘Ashim al-Laitsi

1) Abu Aswad Ad-Duali
Di kenal karena dialah orang yang pertama kali meletakkan kaidah tatabahasa Arab atas perintah Ali bin Abi Thalib ra , Abu Aswad pernah mendengar orang membaca firman Allah: ( اَنَّ اللهَ بَرِيْئٌ مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ وَرَسُوْلُهُ) artinya: “bahwa Allah dan rasul-Nya memutuskan hubungan dengan kaum musyrikin”. Orang lain lagi membacanya ( اَنَّ اللهَ بَرِيْئٌ مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ وَرَسُوْلِهِ) artinya: “bahwa Allah memutuskan hubungan dari kaum musyrikin dan dari Rasul-Nya”. Akirnya sejak itu ia mulai berfikir dan bekerja giat untuk membuat tanda baca dan titik-titik, tetapi Abd.Chalik dalam bukunya ‘Ulum AL-qur’an mengatakan yang memerintah Abu Aswad ad-Duali adalah Zaid ibn Abihi pada masa pemerintahan daulah umayah. Namun ada pula ulama’ mengatakan Abu Aswad ad-Duali membuat tanda-tanda bacaan berupa titik-titik itu atas dasar perintah khalifah Abdul Malik bin Marwan.

 Sulit memang bagi penulis makalah untuk menentukan dari berbagai
Ø riwayat yang berbeda, siapa yang memerintahkan Abu Aswad Ad-Duali untuk membuat tanda-tanda bacaan berupa titik-titik, tapi tidak ada keraguan bahwa abu Aswad ad-Duali adalah orang yang pertama yang melihat adanya keperluan yang amat besar
.

2) Yahya ibn Ya’mar
Kisah peranan Yahya ibn Ya’mar mencapai kemashurannya ketika ibn khalkan mengatakan; ibn sirin memiliki mushaf yang huruf-hurufnya sudah bertitik yang di letakkan oleh Yahya ibn Ya’mar, pada waktu itu di kota muruw. ibn Siri meninggal dunia tahun 110 H.
 Walaupun sampai sa’at ini tidak ada bukti bahwa orang pertama yang
Ø meletakkan tanda baca mushaf itu adalah yahya sehingga hal tersebut tidak mudah kita terima kebenarannya.

3) Nashr bin Ashim al-Laitsih
Tidaklah mustakhil kalau pekerjaannya meletakkan dasar tanda-tanda baca al-Qur’an merupakan kelanjutan dari pekerjaan 2 orang gurunya Abdul Aswad dan Yahya. Kemudian al-hajjaj ibn yusuf al-Tsaqafi meminta kepada nashr supaya ia memberi titik kepada huruf-huruf yang serupa bentuknya, tetapi berwujud garis pendek, diletakkanya di atas atau dibawah huruf-huruf itu.

Walaupun tidak dapat dipastikan, apakah Abu Aswad ad-Duali ataukah Yahya bin Ya’mar / Nashr bin Ashim yang merupakan orang pertama meletakkan tanda baca pada mushaf, namun tak ada alasan untuk mengingkarinya bahwa mereka bertiga berupaya untuk memperbaiki cara penulisan mushaf dan memudahkan baca’an bagi kaum muslimin.
Dalam perkembangan selanjutnya al-Khalil ibn Ahmad (w. 170 H ), Ahli nahwu yang mashur mengadakan perobahan-perobahan terhadap ciptaan abu al- Aswad dan nashr itu. Ia orang pertama yang menciptakan syakel dan titik yang menjadi dasar bagi apa yang dilihat pada mushaf sekarang ini :

a) Sebagai harkat dipakainya huruf-huruf yang menjadi sumber bunyi bagi harkat-harkat itu.
b) Sebagai titik-titik huruf, seperti apa yang dilihat pada mushaf sekarang ini,
c) Diciptakannya tanda-tanda tasydidi, mad, sukun Isymam dan lain-lainnya.

Para ahli tulisan indah turut memberikan sumbangan ide menghias mushaf dan memperelok tulisannya, pada masa pemerintahan khalifah al-Walid bin Abdul Malik pada tahun 86- 96 H/705-714 M. Ia menunjuk Khalid bin Ubay sebagai penulis mushaf, ia yang menghias mihrab rasulullah SAW dimasjid madinah dengan tulisan-tulisan indah. Sejak sa’at itu hingga abad Ke-4 H para penulis indah giat menulis mushaf dengan huruf kufi.Yang kemudian lambat laun tergeser oleh huruf naskh yang indah pada permulaan abad ke 5 H, Termasuk penggunaan titik dan bunyi suara sebagaimana yang kita kenal sekarang ini.
 







BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Al-Quran adalah firman atau wahyu yang berasal dari Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW dengan perantara melalui malaikat jibril sebagai pedoman serta petunjuk seluruh umat manusia semua masa, bangsa dan lokasi. Alquran adalah kitab Allah SWT yang terakhir setelah kitab taurat, zabur dan injil yang diturunkan melalui para rasul
Allah SWT menurunkan Al-Qur'an dengan perantaraan malaikat jibril sebagai pengentar wahyu yang disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW di gua hiro pada tanggal 17 ramadhan ketika Nabi Muhammad berusia / berumur 41 tahun yaitu surat al alaq ayat 1 sampai ayat 5. Sedangkan terakhir alqu'an turun yakni pada tanggal 9 zulhijjah tahun 10 hijriah yakni surah almaidah ayat 3.
Alquran turun tidak secara sekaligus, namun sedikit demi sedikit baik beberapa ayat, langsung satu surat, potongan ayat, dan sebagainya. Turunnya ayat dan surat disesuaikan dengan kejadian yang ada atau sesuai dengan keperluan. Selain itu dengan turun sedikit demi sedikit, Nabi Muhammad SAW akan lebih mudah menghafal serta meneguhkan hati orang yang menerimanya. Lama al-quran diturunkan ke bumi adalah kurang lebih sekitar 22 tahun 2 bulan dan 22 hari
. Pokok Ajaran Dalam Isi Kandungan AlQuran

1. Tauhid - Keimanan terhadap Allah SWT
2. Ibadah - Pengabdian terhadap Allah SWT
3. Akhlak - Sikap & perilaku terhadap Allah SWT, sesama manusia dan makhluk lain
4. Hukum - Mengatur manusia
5. Hubungan Masyarakat - Mengatur tata cara kehidupan manusia
6. Janji Dan Ancaman - Reward dan punishment bagi manusia
7. Sejarah - Teledan dari kejadian di masa lampau

3.2  Saran
Demikianlah makalah yang dapat kami susun dan kami sangat menyadari makalah ini jauh dari kesempurnaan, maka kritik dan saran yang membangun demi perbaikan dan pengembangan, sangat kami harapkan dan semoga ini dapat menambah pengetahuan kita dan bermanfa’at. Amin




DAFTAR PUSTAKA
H.S, Nasrul,dkk. 2011. Pendidikan Agama Islam untuk Perguruan Tinggi Umum.Padang: UNP press

Blog, Updated at: 1:52 PM

0 komentar nya:

Post a Comment