BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Berbicara tentang Al-Qur’an, takkan pernah ada
habisanya. Al-Qur’an mengandung berbagai kisah dari sejarah jaman lampau hingga
masa yang akan datang, termuat juga hukum-hukum islam, rahasia alam semesta,
serta masih banyak lagi.
Al-Qur’an menjadi
salah satu mukjizat besar Nabi Muhammad SAW, sebab turunnya Al Qur’an melalui
perantara beliau, AL Qur’an mempunyai peranan yang sangat penting untuk
keberlangsungan umat manusia di Dunia. Betapa tidak, semua persoalan manusia di
dunia sebagian besar dapat ditemukan jawabannya pada Al Qur’an. Oleh karenannya
kemudian Al Qur’an di yakini sebagai firman Allah yang menjadi sumber hukum
Islam pertama sebelum Hadist.
Kewajiban manusia
untuk mengimani, membaca, menelaah, menghayati, dan mengamalkan ajaran Al-Quran
secara keseluruhan, serta mendakwahkannya (Q.S. Al-'Ashr:1-3). Jika kita memang
benar-benar beriman kepada Allah SWT atau mengaku Muslim. Membacanya saja sudah
berpahala, bahkan kata Nabi Saw satu huruf mengandung 10 pahala, apalagi jika
mengamalkannya.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa
pengertian dan kandungan Al-Qur’an?
2. Bagaimana
peranan Al-Qur’an
3. Bagaimana
sejarah pemeliharaan Al-Qur’an?
1.3 Tujuan
1. Mahasiswa
mampu memahami pengertian dan kandungan Al-Qur’an
2. Mahasiswa
mampu memahami peranan Al-Qur’an
3. Mahasiswa
mampu memhami sejarah pemeliharaan Al-Qur’an
BAB
II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian dan Kandungan Al-Qur’an
a. Pengertian Al-Qur’an
Menurut Hasbi
Ash-Shiddieqy (1974:15-16) kata Al-Qur’an adalah bentuk mashdar yang diartikan dengan arti isim maf ‘ul yang maqru’ artinya yang dibaca. Selanjutnya
Al-Qur’an menurut istilah adalah kallamullah
yang diturunkan kepada Muhammad Saw yang tidak dapat ditandingi oleh
siapapun.
Menurut Moenawar Chalil (1969:174) Al-Qur’an ialah firman
Allah Swt yang diturunkan kepada Muhammad Saw dengan bahasa arab untuk
diperhatikan dan diambil pelajarannya oleh manusia dinukilkan (dipindahkan
)kepada kita dengan jalan khabar mutawatir yang dituliskan dalam
mushhaf dimulai dengan surat al-Fatihah dan disudahi dengan surat al-Nas.
Menurut Al-Zarqani (1943;13) Al-Qur’an adalah kalam yang
bersifat mu’jizat yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw ditulis pada
mushhaf, dipindahkan secara mutawatir dan bernilai ibadah bagi yang membacanya.
Selanjutnya, Al-Zarqani menjelaskan beberapa komponen dalam definisi tersebut.
·
Al-Qur’an adalah kalamullah atau firman
Allah bukan ucapan nabi atau manusia lainnya. Tidak ada sepatah katapun ucapan
nabi dalam Al-Qur’an. Pada saat Al-Qur’an diturunkan, nabi melarang para
sahabatnya untuk menghafal atau mencatat hadist apalagi mengumpulkannya, beliau
hanya menyuruh menghafal dan menuliska Al-Quran. Hal ini semata-mata untuk
menjaga kemurnian firman Allah. Dengan demikian, tidak ada bukti sama sekali
pandangan kaum orientalis yang mengatakan Al-Qur’an sebagai karangan nabi.
·
Diturunkan kepada nabi Muhammad Saw
yaitu tahun 611 M. Rasul yang terakhir, penutup segala wahyu yang diturunkan
Allah ke muka bumi, sebagaimana firman Allah Swt dalam Q.S.33:40) yang terjemahannya
sebagai berikut;
Muhammad itu sekali-kali bukanlah
bapak dari seorang laki-laki diantara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan
penutup nabi-nabi. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu (Depag,R.I.1984:674)
·
Diturunkan melalui perantara malaikat
Jibril secara berangsur-angsur yaitu selama 22 tahun 2 bulan 22 hari kepada
Nabi Muhammad Saw. Diturunkannya Al-Qur’an secara berangsur-angsur memiliki
hikmah yang nyata serta rahasia yang mendalam yang hanya diketahui oleh
orang-orang yang alim/pandai. Diantara hikmah nya dalah sebagai berikut ini
a) Meneguhkan
hati Nabi Muhammad Saw dalam menghadapi celaan orang-orang musyrik
b) Meringankan
Nabi dalam menerima wahyu
c) Mempermudah
dalam menghafal Al-Qur’an dan memberi pemahaman bagi kaum muslimin
d) Tadarruj
(selangkah demi selangkah) dalam menetapkan hukum Islam
e) Sejalan
dengan kisah yang terjadi dan mengingatkan atas kejadian itu
f) Petunjuk
terhadap asal (sumber) Al-Qur’an bahwasannya Al-Qur’an diturunkan dari Zat yang
Maha Bijaksana lagi Terpuji
·
Dikumpulkan dalam satu mushhaf di hafal di tulis oleh para sahabat kemudian
dikumpulkan dalam satu mushhaf yang terdiri atas 30 juz 114 surat 6236 ayat
·
Disampaikan kepada umat Islam secara
mutawatir (populer) dan berantai dri generasi ke generasi dalam keadaan terjaga
dan terpelihara baik huruf maupun kalimat-kalimatnya, sehingga keaslian
Al-Qur’an tetap terjamin sepanjang masa
·
Bernilai ibadah bagi pembaca dan
pendengarnya. Hal ini berarti membaca dan mendengarkan Al-qur’ann merupakan
kegiatan yang menghasilkan pahala meskipun belum dipahami makna dan maksudnya
·
Isinya dimulai dengan surat Al-fatiha
dan diakhiri dengan surat An-Nas. Ini mengndung rti bahwa susunan ayat-ayat
Al-Qur’an bersifat tetap sejak diturunkannya sampai sekarang yang telah berusia
hampir lima belas abad sedangkan urutan surat-suratnya sesuai dengan mushhaf
yang ditulis pada masa Khalifah Usman bin Affan (mushhaf Utsman)
Untuk mendefinisikan
Al-Qur’an secara lengkap (komprehensif) haruslah memperhatikan ketujuh komponen
ini. Berdasarkan beberapa pendapat dan definisi yang telah dikemukakan di atas,
dapat dipahami bahwa Al-Qur’an adalah firman Allah Swt yang diturunan kepada
Nabi Muhammad Saw dalam bahasa Arab dipindahkan dan ditulis secara mutawatir
(populer) yang tidak dapat ditandingi oleh orang yang menentangnya serta
bernilai ibdah bagi yang membacanya.
b. Kandungan Al-Qur’an
Ayat Al-Qur’an yang
mla-mula diterima Nabi Muhmmaad Saw, adalah liam ayat tang terdapat dalam surat
Al-Alaq, ketika ia sedang berkhalwat di Gua Hira, sebuah gua yang terletak di
pegunungan sekitar kota Mekkah pada tanggal 17 Ramadhan (6 aAgusutus 610) beliau
berusia 40 tahun.
Al-Qur’an terdiri atas
114 surat, 6236 ayat, 74437 kalimat, dan 325345 huruf, mengandung pokok-pokok
ajaran mengenai berbagai persoalan hidup dan kehidupan manusia. Sebagimana mana
firman Allah Swt dalam Q.S.6:38 yang terjemahannya sebagai berikut ini
Dan
tidklah ada yang kami liputkan (tinggalkan) didalam Al-kitab (Al-Qur’an)
sesuatu pun (Depag.R.I.1984:192)
Ayat diatas dapat
dipahami bahwa Al-Qur’an mengandung ajaran mengenai kehidupan manusia.
Maksudnya, Al-Qur’an mengandung prinsip-prinsip dasar yang mengatur kehidupan
manusia agar tercapai kebahagiaan didunia dan di akhirat.
Adapun garis-garis
besar kandungan Al-Qur’an itu adalah berikut ini
a) Pokok-pokok
keyakinan atau keimanan yang emudian yang melahirkan ilmu teologi atau ilmu
kallam
b) Pokok-pokok
aturan atau hukum yang melahirkan ilmu hukum, syariat atau ilmu fiqih
c) Pokok-pokok
pengabdian kepada Allah (ibadah)
d) Pokok-pokok
aturan tingkah laku (akhlak)
e) Petunjuk
tentang tanda alam yang menunjukkan adanya Tuhan. Disini dapat lahir ilmu
pengetahuan
f) Petunjuk
mengenai hubungan golonga kaya dan miskin
g) Sejarah
para nabi dan umat terdahulu (Toto, 1997:47)
Hanya sebagian kecil
dari ayat-ayat Al-Qur’an yang mengandung hukum yang menyangkut dengan perbuatann mukhallaf dan bentuk
tuntutan, pilihan berbuat dan ketentuan yang ditetapkan. Hukum-hukum tersebut
mengatur kehidupan manusia, baik dalam hubungan dengan Allah Swt maupun
hubungannya dengan manusia dan alam sekitarnya.
Hukum-hukum yang
terdapat dalam Al-Qur’an secara garis besar dapat dikategorikan dalam 3
kelompok berikut ini
1) Hukum-hukum
yang mengatur hubungan manusia dengan Allah Swt. Mengenai apa-apa yang harus
diyakini dan yang harus dihindari sehubungan dengan keyakinannya, seperti
kewajiban mengesakan Allah dan larangan mempersekutukannya. Hukum yang
menyangkut keyakinan ini disebut hukum i’tiqadiah
yang dikaji dalam ilmu tauhid atau Ushuluddin
2) Hukum-hukum
yang mengatur hubungan pergaulan manusia mengenai sifat-sifat baik yang harus
dimiliki dan sifat-sifat buruk yang harus dijauhi di sebut hukum khuluqiah yang kemudian dikembangkan
dalam ilmu akhlak
3) Hukum-hukum
yang menyangkut tindak tanduk manusia dan tingkah laku lahirnya dalam hubungan
dengan Allah Swt, dan hubungan dengan sesama manusia. Hukum ini disebut hukum Amaliyah yang pembahsan nya dikembangkan
dalam ilmu syari’ah.
Hukum amaliyah tersebut, secara garis besar terbagi 2 seperti berikut
ini:
·
Hukum yang mengatur tingkah laku dan
perbuatan lahiriah manusia dalam hubungan nya dengan Allah Swt, seperti sholat;
puasa; zakat dan haji. Hukum ini disebut hukum ibadah dalam arti khusus
·
Hukum-hukum yang mengatur tingkah laku
dan perbuatan lahiriah manusia dalam hubungan nya dngan manusia atau alam sekitarnya;
seperti jual beli, perkawinan, pembunuhan, dan lainnya. Hukum-hukum ini disebut
hukum mu’amalah dalam arti umum
Bentuk hukum yang
pertama disebut ibadah dalam arti khusus, sedangkan bentu hukum yang kedua
disebut mu’amalah dalam arti umum, karena mencakup semua bentuk pergaulan
manusia dalam berkehidupan bermasyarakat.
Dilihat dari segi
pemberkalannya dalam hubungan sesama manusia, bentuk hukum mu’amalah itu ada beberapa macam yaitu berikut ini
1) Hukum
yang mengatur hubungan antar sesama manusia yang menyangkut kebutuhannya akan
hart bagi keperlusn hidupnya. Bentuk hukum ini disebut hukum mu’amalat dalam arti khusus. Seperti; jual beli,
sewa-menyewa, pinjam meminjam dan lainnya
2) Hukum
yang mengatur hubungan antara sesama manusia yang berkaitan dengan kebutuhannya
akan penyaluran nafsu syahwat secara sah dan yang berkaitan dengan itu. Bentuk
hukum ini disebut hukum munakahai. Seperti;
perkawinan, perceraian, rujuk dan pengasuhn atas anak yang dilahirkan
3)
Hukum yang mengatur hubungan antara
sesam manusia yang menyangkut perpindahan harta yang tersebab oleh karena
adannya kematian. Bentuk hukum ini disebut hukum mawarits dan hukum wasiat
4)
Hukum yang mengatur hubungan antara
manusia dengan manusia lainny yang berkaitan dengan usaha pencegahan terjadinya
kejahatan atas harta, maupun kejahatan penyaluran nafsu syahwat atau menyangkut kejahatan dan sanksi bagi
pelanggarannya. Bentuk hukum ini disebut hukum jinayah atau pidana. Seperti
pencurian, pembunuhan, perzinahan dan lainnya.
5)
Hukum yang mengatur hubungan anatar
sesama manusia yang berkaitan dengan usaha penyelesaian akibat tindak kejahatan
di pengadilan. Bentuk hukum ini disebut juga hukum murafa’t atau hukum qadha disebut
juga hukum baracara di peradilan. Contohnya kesaksian, gugatan dan pembuktian
di pengadilan
6)
Hukum yang mengatur hubungan antara manusia dengan manusia lain yang
berkaitan dengan kehidupan bermasyarakat dan bernegara disebut hukum dusturiyah. Umpama nya tentang
ulil amri, khalifah, baitul mal, disebut juga hukum tata negara.
7) Hukum
yang mengatur hubungan manusia dengan sesamanya dalm suatu negara dengan
manusia dinegara lain, dalam keadaan damai dan keadaan perang. Bentuk hukum ini
disebut hukum antar negara atau hukum
dauliyah, disebut juga dengan hukum internasional. Contoh tentang tawanan,
ekstradisi, perjanjian, rampasan perang dan lainnya.
Demikianlah antara lain
bentuk-bentuk hukum yang terandung dalam Al-Qur’an. Dengan demikian jelas bahwa
Al-Qur’an itu mengandung dasar-dasar hukum dari semua bentuk hukum yang
berkembang di dunia.
2.2
Peranan Al-Qur’an
Secara garis besar,
fungsi
atau peranan Al-Quran yang sangat penting untuk dipahami seorang Muslim ada
tiga. Yakni Al-Qur’an berfungsi sebagai mukjizat bagi
Rasulullah Muhammad saw (QS 17:88; QS 10:38), sebagai pedoman hidup bagi setiap
Muslim (QS 4:105; QS 5:49-50; QS 45:20), serta sebagai korekter atau
penyempurna terhadap kitab-kitab yang pernah Allah Swt. turunkan sebelumnya (QS
5:48,15; QS 16:64), dan ini bernilai abadi atau berlaku sepanjang zaman.
a. Al-Quran
sebagai Mu’jizat
Dalam bahasa Arab,
mukjizat berasal dari kata ‘ajz yang berarti lemah, kebalikan dari qudrah
(kuasa). Sedangkan i’jaz berarti membuktikan kelemahan. Mu’jiz
adalah sesuatu yang melemahkan atau membuat yang lain menjadi lemah, tidak
berdaya. Setiap mukzijat biasanya turun untuk memberikan tantangan bagi situasi
zaman itu. Ketika pada zaman Nabi Musa para tukang sihir sangat berkuasa dan
mereka mencapai puncak kemampuannya dalam ilmu sihir, Nabi Musa datang dengan
membawa mukjizat yang mampu melumpuhkan tipu daya para tukang sihir tersebut.
Bukankah mukjizat berarti yang melumpuhkan atau yang membuat lemah? Rasulullah
saw. pun hadir pada suatu zaman ketika sastra Arab mencapai puncak
ketinggiannya. Beliau datang dengan Al-Quran yang memiliki gaya bahasa tingkat
tinggi yang mampu melumpuhkan seluruh penyair yang ada pada zaman itu.
Selain keindahan gaya
bahasanya, ada petunjuk-petujuk sangat jelas lainnya yang memperlihatkan bahwa
Al-Quran datang dari Allah Swt. dengan segala kemukjizatannya. Ayat-ayat yang
berhubungan dengan ilmu pengetahuan misalnya, dapat meyakinkan setiap orang yang
mau berpikir bahwa Al-Quran adalah firman-firman Allah Swt., tidak mungkin
ciptaan manusia apalagi ciptaan Nabi Muhammad saw. yang ummi (QS
7:158) yang hidup pada awal abad keenam Masehi (571-632 M). Di antara ayat-ayat
tersebut umpamanya: QS 39:6; QS 6:125; QS 23:12,13,14; QS 51:49; QS 41:11-41;
QS 21:30-33; QS 51:7,49, dan lain-lain.
Ada pula ayat-ayat
yang berhubungan dengan sejarah seperti tentang kekuasaan di Mesir, Negeri
Saba’. Tsamud, ’Aad, Nabi Adam, Nabi Yusuf, Nabi Dawud, Nabi Sulaiman, Nabi Musa,
dan sebagainya. Ayat-ayat ini dapat memberikan keyakinan kepada kita bahwa
Al-Quran adalah wahyu Allah bukan ciptaan manusia. Ayat-ayat yang berhubungan
dengan ramalan-ramalan khusus yang kemudian dibuktikan oleh sejarah seperti
tentang bangsa Romawi, berpecah-belahnya Kristen, dan lain-lain juga menjadi
bukti lagi kepada kita bahwa Al-Quran adalah wahyu dari Allah Swt. yang
disampaikan melalui lisan utusan-Nya.
b. Al-Quran
sebagai Pedoman Hidup
Sebagai pedoman hidup,
Al-Qur’an banyak mengemukakan pokok-pokok serta prinsip-prinsip umum pengaturan
hidup dalam hubungan antara manusia dengan Allah dan mahluk lainnya. Di
dalamnya terdapat peraturan-peraturan seperti: beribadah langsung kepada Allah Swt, berkeluarga, bermasyarakat, berdagang, utang-piutang, kewarisan, pendidikan dan pengajaran, pidana, dan aspek-aspek kehidupan lainnya yang oleh Allah
Swt. dijamin dapat berlaku dan dapat sesuai pada setiap tempat dan setiap
waktu.
Setiap Muslim
diperintahkan untuk melakukan seluruh tata nilai tersebut dalam kehidupannya.
Sikap memilih sebagian dan menolak sebagian tata nilai itu dipandang Al-Quran
sebagai bentuk pelanggaran dan dosa. Melaksanakannya dinilai ibadah,
memperjuangkannya dinilai sebagai perjuangan suci, mati karenanya dinilai
sebagai mati syahid, hijrah karena memperjuangkannya dinilai sebagai pengabdian
yang tinggi, dan tidak mau melaksanakannya dinilai sebagai zalim, fasiq, dan
kafir.
c. Al-Quran
sebagai Korektor
Sebagai korektor,
Al-Quran banyak mengungkapkan persoalan-persoalan yang dibahas oleh kitab-kitab
suci sebelumnya, semacam Taurat dan Injil yang dinilai tidak lagi sesuai dengan
ajaran yang telah diturunkan oleh Allah Swt. Ketidaksesuaian tersebut
menyangkut sejarah orang-orang tertentu, hukum-hukum, prinsip-prinsip ketuhanan,
dan sebagainya.
Ada beberapa contoh koreksian yang diungkapkan
oleh Al-Quran terhadap kitab-kitab terdahulu tersebut, antara lain:
o Tentang ajaran
Trinitas (QS 5:73)
o Tentang Nabi Isa (QS
3:49,59; QS 5:72,76)
o Tentang peristiwa
penyaliban Nabi Isa (4:157-158)
o Tentang Nabi Luth (QS
29:28-30; QS 7:80-84) perhatikan (Genesis, 19:33-36)
o Tentang Nabi Harun (QS
20:90-94) perhatikan (Keluaran, 37:2-4)
o Tentang Nabi Sulaiman
(QS 2:102; QS 27:15-44) perhatikan (Raja-Raja, 21:4-5) dsb
2.3 Sejarah Pemeliharaan Al-Qur’an
A.
Pemeliharaan
Al-Qur’an Pada Masa Nabi Saw
Rasulullah amat menyukai wahyu, ia senantiasa
menunggu penurunan wahyu dengan rasa rindu, lalu menghafal dan memahaminya,
persis seperti dijanjikan Allah :
إِنَّ عَلَيْنَا جَمْعَهُ وَقُرْآنَه
إِنَّ عَلَيْنَا جَمْعَهُ وَقُرْآنَه
“Sesungguhnya atas tanggungan kamilah pengumpulannya (didadamu) dan(membuatmu pandai ) membacanya (al-Qiyamah [75]:17) “
Oleh sebab itu ia
adalah hafiz (penghafal) Qur’an pertama dan merupakan contoh paling baik bagi
para shahabat dalam menghafalnya, sebagai realisasi kecintaan mereka kepada
pokok agama dan sumber risalah. Qur’an diturunkan selama dua puluh tahun lebih.
Proses penurunannya terkadang lima ayat sekaligus dan terkadang turun sampai
sepuluh ayat sekali turun, setiap kali sebuah ayat turun, dihafal dalam dada dan
ditempatkan dalam hati, sebab bangsa arab secara kodrati memang mempunyai daya
hafal yang kuat. hal itu karna umumnya mereka buta huruf, sehingga dalam
penulisan berita-berita, syair-syair dan sisilah mereka dilakukan dengan
catatan di hati mereka.
Selain di hafal
al-Qur’an juga ditulis, Rasulullah telah membentuk dewan penulis wahyu seperti
khalafah rasyidin, kholid bin al-walid, Tasabid bin Qais, ‘Ubai bin Ka’b dan
Zaid bin Tsabit, dan lain lain. Bila ayat turun, Rasulullah memerintahkan
mereka menuliskannya dan menunjukkan tempat ayat tersebut dalam surah, sehingga
penulisan pada lembaran itu membantu penghafalan didalam hati
Adapun bahan-bahan yang dipakai oleh para
sahabat ketika menulis ayat-ayat al-Qur’an itu dapat diketahui dari riwayat
berikut
قال الشيح الز نجانى فى كتابه
"تاريخ القران" كان الكتبة لكيتون الايات فى العسب الخاف والقاع واحيانا
فى الحرير وقطع الاديم والاكتاف على عادة العرب بالكتابة على تلك الاشياء وكان يطلق
عليها "الصحف"
Syekh al-zanjani berkata didalam kitabnya tarikh al-Qur’an: tulisan ayat-ayat al-Qur’an itu mereka tulis pada pelapah korma, batu , kulit dan kadang-kadang pada kain sutra, kulit yang telah disama’ dan tulang- tulang onta menurut kebiasa’an bangsa arab menulis pada benda-benda tersebut, dan benda-benda yang ditulis itu dinamainya dengan“shuhuf “
Dalam rangka penulisan dan pemeliharaan al-Qur’an ini rasulullah mengeluarkan suatu peraturan, yaitu bahwa hanya ayat-ayat al-Qur’an sajalah yang boleh mereka tuliskan. Adapun hadits-hadits atau pelajaran-pelajaran lain yang mereka terima dari rasulullah tidak boleh menuliskannya dimasa itu
Syekh al-zanjani berkata didalam kitabnya tarikh al-Qur’an: tulisan ayat-ayat al-Qur’an itu mereka tulis pada pelapah korma, batu , kulit dan kadang-kadang pada kain sutra, kulit yang telah disama’ dan tulang- tulang onta menurut kebiasa’an bangsa arab menulis pada benda-benda tersebut, dan benda-benda yang ditulis itu dinamainya dengan“shuhuf “
Dalam rangka penulisan dan pemeliharaan al-Qur’an ini rasulullah mengeluarkan suatu peraturan, yaitu bahwa hanya ayat-ayat al-Qur’an sajalah yang boleh mereka tuliskan. Adapun hadits-hadits atau pelajaran-pelajaran lain yang mereka terima dari rasulullah tidak boleh menuliskannya dimasa itu
.
ااخرج مسلم فى صحيحه من حديث ابي سعيد قال : رسول الله صلى عليه وسلم : لاتكتبوا عنى شيئا غير القران
ااخرج مسلم فى صحيحه من حديث ابي سعيد قال : رسول الله صلى عليه وسلم : لاتكتبوا عنى شيئا غير القران
Imam Muslim
meriwayatkan didalam kitab shahehnya dari hadits abi sa’ad,ia berkata :
rasullah saw bersabda : janganlah kamu menulis sesuatu dari padaku selain al
Qur’an”
• Maksud dari sabda rasulullah adalah lafadz “لا تكنبوا “bukan berarti di haramkan untuk menulis, akan tetapi rasulullah itu khawatir firman Allah bercampur baur dengan hadits.
Cara dan usaha yang dilakukan oleh rasulullah untuk memperhebat dan memperlancar penulisan al-Qur’an, antara lain
• Maksud dari sabda rasulullah adalah lafadz “لا تكنبوا “bukan berarti di haramkan untuk menulis, akan tetapi rasulullah itu khawatir firman Allah bercampur baur dengan hadits.
Cara dan usaha yang dilakukan oleh rasulullah untuk memperhebat dan memperlancar penulisan al-Qur’an, antara lain
1)
Memberi penghormatan dan penghargaan yang
tinggi kepada orang-orang yang pandai menulis dan membaca
Rasulullah
saw bersabda
يوزن
يوم القيامة مداد العلماء يدم الشهداء
“ Pada hari kiamat tinta para ulama ditimbang dengan darah para syuhada”.
Berdasarkan hadits ini berarti orang-orang yang pandai tulis baca ditempatkan sederajat dengan para pahlawan yang mati syahid dimedan pertempuran
2)
Rasulullah menggunakan tenaga para tawanan
perang badar karena pada waktu itu kaum muslim memperoleh kemenangan. Orang
musrik banyak ditawan, dan diantara mereka tidak dapat menebus dirinya dengan
uang ,maka mereka yang tidak mampu menebus dirinya itu, tetapi pandai tulis
baca ,maka rasulullah memberikan suatu ketentuan bahwa tawanan-tawanan tersebut
dapat dibebaskan kembali dengan syarat apabila mereka masing-masing telah
berhasil mengajar sampai pandai tulis baca 10 orang muslim. Banyak diantara
mereka menggunakan kesempatan ini.
3)
Setiap wahyu turun rasulullah
menyampaikan kepada para sahabat dan menyuruh mereka menghafalkannya. Beliau
juga senantiasa meneliti dan mengoreksi bacaan-bacaan mereka dalam waktu
tertentu dan meminta kepada sahabat supaya mereka membaca ayat al-Quran itu
dihadapan rasulullah, sebaliknya rasulullah pun membaca dihadapan mereka baik
ketika sholat maupun diluar sholat.
Menurut riwayat rasulullah pun mendapat koreksi setiap tahun dari malaikat jibril. Pada tahun yang terakhir dari kehidupannya, koreksi dari jibril itu terjadi dua kali.
Tulisan-tulisan al-Qur’an pada masa nabi tidak terkumpul dalam satu mushaf, tetapi sudah tertulis keseluruhannya.
Menurut riwayat rasulullah pun mendapat koreksi setiap tahun dari malaikat jibril. Pada tahun yang terakhir dari kehidupannya, koreksi dari jibril itu terjadi dua kali.
Tulisan-tulisan al-Qur’an pada masa nabi tidak terkumpul dalam satu mushaf, tetapi sudah tertulis keseluruhannya.
Faktor-faktor
al-Qur’an tidak ditulis dalam mushhaf-mushhaf
a) Kaum muslimin baik-baik saja, para qari’ masih
banyak, Islam belum tersebar luas, fitnah belum dikhawatirkan muncul, tumpuhan
pada hafalan lebih besar, sarana-sarana tulis belum mudah didapat dan perhatian
rasulullah saw terhadap al-Qur’an sangat besar mencakup cara-cara pembacaannya
berdasarkan ketujuh huruf, yang al-Qur’an turun terdiri atasnya
b) Nabi saw masih menunggu kemungkinan penasakhan
ayat atau beberapa ayat dari Allah SWT.
c) Al-Qur’an
tidak turun seketika tetapi bertahap sampai beberapa ayat dari Allah SWT.
d) Urutan
al-Qur’an tidak sesuai dengan urutan ayatnya.
Sesudah berakhir masa turunya al-Qur’an dengan wafatnya rasulullah, maka Allah mengilhamkan penulisan mushaf secara lengkap kepada para khulafa’ur rasyidin sesuai dengan janjinya yang benar kepada umat ini tentang jaminan pemeliharaannya.ini suatu isyarat firman Allah:
إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ
Sesudah berakhir masa turunya al-Qur’an dengan wafatnya rasulullah, maka Allah mengilhamkan penulisan mushaf secara lengkap kepada para khulafa’ur rasyidin sesuai dengan janjinya yang benar kepada umat ini tentang jaminan pemeliharaannya.ini suatu isyarat firman Allah:
إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ
“Sesungguhnya kamilah yang menurunkan al-Qur’an dan sesugguhnya kami benar-benar memeliharanya”. (Qs.Al-Hijr [15]:9)
B. Pemeliharaan Al-Qur’an Pada Masa Abu Bakar (12 H / 633 M)
Al-Qur’an telah selesai diturunkan semuanya
pada tanggal 19 Dzu al-Hijjah tahun ke- 10 Hijriyah, yaitu dengan turunnya ayat
yang terakhir di arafah ketika rasulullah mengerjakan hajjah al-wada’,
kira-kira 81 malam sebelum wafatnya.
Abu Bakar menjabat khalifah pertama dalam islam sesudah rasulullah wafat. Ia dihapkan peristiwa-peristiwa besar, misalnya peristiwa yamamah ,pada tahun 12 H /633 M.pada masa kekhalifahannya juga terjadi peperangan melawan para pengikut musailamah al-khazab yang merupakan peperangan yang sangat dahsyat, dimana banyak yang gugur menjadi syahid, mencapai sekitar 70 orang. Persoalan itulah yang kemudian mendapat perhatian serius dari umar. Lalu umar mengunjungi abu bakar, dan memberitahukan peristiwa-peristiwa yang terjadi serta mendesak abu bakar segera melakukan penghimpunan al-Qur’an, khawatir ia akan terbengkalai lantaran wafatnya para khafiz dan Qari’. Mula-mula abu bakar merasa ragu, karena ia selalu berpegang teguh pada apa yang dilakukan rasulullah SAW. Ia khawatir kalau keinginan melakukan pembaruan justru menjerumuskannya kedalam sikap penggantian, atau melakukan sesuatu yang bisa dikategorikan kedalam prilaku bid’ah. Akan tetapi umar tetap membujuknya sehingga Allah membukakan hati abu bakar untuk menerima usulan umar tersebut.
Abu Bakar menjabat khalifah pertama dalam islam sesudah rasulullah wafat. Ia dihapkan peristiwa-peristiwa besar, misalnya peristiwa yamamah ,pada tahun 12 H /633 M.pada masa kekhalifahannya juga terjadi peperangan melawan para pengikut musailamah al-khazab yang merupakan peperangan yang sangat dahsyat, dimana banyak yang gugur menjadi syahid, mencapai sekitar 70 orang. Persoalan itulah yang kemudian mendapat perhatian serius dari umar. Lalu umar mengunjungi abu bakar, dan memberitahukan peristiwa-peristiwa yang terjadi serta mendesak abu bakar segera melakukan penghimpunan al-Qur’an, khawatir ia akan terbengkalai lantaran wafatnya para khafiz dan Qari’. Mula-mula abu bakar merasa ragu, karena ia selalu berpegang teguh pada apa yang dilakukan rasulullah SAW. Ia khawatir kalau keinginan melakukan pembaruan justru menjerumuskannya kedalam sikap penggantian, atau melakukan sesuatu yang bisa dikategorikan kedalam prilaku bid’ah. Akan tetapi umar tetap membujuknya sehingga Allah membukakan hati abu bakar untuk menerima usulan umar tersebut.
Abu bakar ra.Benar-benar memperhatikan terealisasinya ide baik itu .lantaran cahaya Allah, ia memilih seorang tokoh pilihan, yaitu zaid ibn tsabit ra.Ia termasuk penghafal al-Quran, penulis, pemahaman, dan kecerdasannya serta kehadirannya pada pembacaan yang terakhir kali.abu bakar menceritakan kepadanya kekhawatiran dan usulan umar. Pada mulanya zaid menolak seperti halnya abu bakar sebelum itu.Keduanya lalu bertukar pendapat, sampai akhirnya zaid dapat menerima dengan lapang dada perintah penulisan al-Qur’an itu.
Didalam menghimpun al-Qur’an zaid ibn tsabit menempuh cara yang sangat ketat yang diterapkan oleh abu bakar dan umar, yang mampu menjamin dan kehati-hatian maksimal. Zaid mengumpulkan al-Qur’an dari pelapah korma, lempengan batu. Sampai Ia menemukan akhir surat at-Taubah pada abu khuzaimah al-Anshari dan tidak ia temukan pada yang lain.Yaitu:
لَقَدْ جَاءكُمْ رَسُولٌ مِّنْ أَنفُسِكُمْ
“Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri” (QS.At-Tauba :128)
Ia tidak hanya menggunakan hafalan atau hanya dengan tulisannya. Kecermatannya juga ditunjukkan oleh sikapnya tidak mau menerima tulisan, kecuali setelah ada 2 saksi.
Hal ini ditunjukkan oleh riwayat yang ditakhrij oleh ibn abu daud melalui yahya ibn abdirrahman ibn hathib, katanya :”umar datang, lalu berkata: siapa yang mendapatkan sesuatu dari al-Qur’an dari rasulullah saw, maka bawalah kesini.mereka menulis pada shahifah, sabak ataupun pelapah kurma.Beliau tidak akan menerima sesuatu pun, kecuali bila disertai dengan 2 saksi.”
As-sakhawiy didalam jamal al-Qurra’ menyatakan bahwa yang dimaksud kedua saksi itu adalah dua orang laki-laki yang adil . Al-Qur’an selesai dihimpun dibawah pengawasan abu bakar, umar, pembesar sahabat-sahabat yang lain dan kesepakatan umat yang tidak sedikit jumlahnya, hal itu merupakan sejarah yang senantiasa diabadikan oleh tinta emas, bahwa abu bakar menjadi pengawas, umar menjadi pengusul, dan zaid menjadi pelaksana serta sahabat-sahabat memberi bantuan dan pengakuan
Para ulama berpendapat bahwa penamaan Qur’an dengan “mushaf” itu baru muncul pada masa khalifah abu bakar. Setelah abu bakar wafat pada tahun 13 H/634 M Mushaf itu disimpan oleh umar dan setelah umar wafat di simpan oleh Hafshah binti Umar.
Kekhawatiran dan keraguan abu bakar akan hilangnya kemurnian al-Qur’an, karena banyak hafiz dan qarri yang gugur di medan perang, akhirnya terjawab oleh usulan umar untuk mengumpulkan dan menulis al-Qur’an tersebut, maka akhirnya terealisasilah sebuah mushaf hasil penghimpunan dari khalifah abu bakar
C.
Pemeliharaan
Al-Quran Pada Masa Usman Bin Affan (25 H / 646 M )
Pada
masa khalifah abu bakar dan umar, kaum muslimin belum memgambil inisiatif untuk
memperbanyak mushhaf al-Qur’an yang telah dikumpulkan pada masa abu bakar. Hal
itu karena :
1) Tenaga
dan pikiran mereka lebih banyak harus dicurahkan kepada stabilitas/konsolidasi
politik dalam negri dan peperangan-peperangan
2) Para
qurra yang pada waktu itu menjadi faktor utama dalam pemeliharaan al-Qur’an,
masih berada ditengah-tengah mereka
3) Perbedaan-perbedaan
mengenai qiraat ataupun mengenai susunan surat belumlah menimbulkan hal-hal
yang berbahaya
Akan tetapi pada masa khalifah Usman, keadaan sudah berubah, daerah kekuasaan Islam telah terbentang dari armenia sampai azerbaijan timur, dan dari ciyprus dan Nubia di barat. Dengan demikian tampaklah bahwa kaum muslimin dimasa khalifah Usman telah tersebar di daerah-daerah yang begitu luas, ialah jazirah arab, Mesir, Afrika Utara, Syiria, Irak, Persia, Turkistan dan lain-lainnya, dimana saja kaum muslim berada, al-Qur’an tetap menjadi imam bagi mereka, bahkan banyak diantara mereka hafal al-Qur’an dan pada mereka telah ada juga naskah-naskah al-Qur’an, tetapi terdapat perbedaan-perbedaan penting antara kaum muslimin itu mengenai al-Quran. perbedaan tersebut ialah :
1. Perbedaan
mengenai susunan surat
Naskah-naskah
yang mereka miliki itu tidak sama susunan atau tertib urut surat-suratnya,
karena rasulullah sendiri memang tidak memerintahkan supaya surat-surat
al-Qur’an itu disusun menurut tertib urut tertentu, Rasulullah hanya menetapkan
tertib urut ayat dalam masing-masing surat
2. Perbedaan mengenai bacaan
Asal mula pertikaian bacaan ini adalah karena rasulullah sendiri memang memberikan kelonggaran kepada kabilah-kabilah Islam di jazirah arab untuk membaca dan melafazhkan ayat-ayat al-Qur’an itu menurut dealek/lahjah mereka masing-masing.kelonggaran ini diberikan rasulullah agar mudah bagi mereka untuk membaca dan menghafalkan al-Qur’an.
Orang yang mula-mula mensinyalir dan
menumpahkan perhatiannya kepada keadaan ini ialah seorang sahabat bernama
Huzaifah al-Yamani, ia ikut dalam pertempuran, ketika kaum muslimin menaklukan
Armenia dan Azarbaijan. Ia melihat banyak perbedaan dalam cara-cara membaca
al-Qur’an. Sebagian bacaan itu bercampur dengan kesalahan tetapi masing-masing
mempertahankan dan berpegang pada bacaannya, serta menentang setiap orang yang
menyalahi bacaannya dan bahkan mereka saling mengkafirkan
Huzaifah merasa khawatir melihat kenyataan ini, sebab itu ketika ia kembali ke madinah, ia menghadap khalifah usman dan melaporkan kepadanya apa yang telah dilihat dan didengarnya.mengenai perbedaan qira’at itu.
Usul
hudzaifah ini diterima oleh khalifah ‘Usman, dan selanjutnya khalifah ‘Usman
meminjam mushhaf yang ada pada khafshah, yang telah ditulis pada masa khalifah
abu bakar untuk disalin atau ditulis kembali. Kemudian khalifah ‘Usman
membentuk suatu panitia yang terdiri dari :
1. Zaid ibn tsabit, sebagai ketua
2. Abdullah
ibn Zubair
3. Sa-ad
ibn al-‘Ash
4. Abd
al-Rahman ibn al-Harits ibn Hisyam
Komisi empat orang yang di tetapkan itu mulai melaksanakan tugasnya pada 25 H/ 646 M. setelah panitia menyalin mushhaf ini, maka naskah yang di pinjam dari hafsah di kembalikan padanya, tetap di tangannya hingga ia wafat.kemudian lembaran-lembaran tersebut diambil oleh marwan bin hakam
Terdapat perbedaan di antara ulam
tentang jumlah mushaf yang di tulis pada masa khalifah Utsman kebanyakan ulama
mengatakan menyalin sebanyak menjadi empat mushaf,maka 4 buah diantaranya di
kirim ke Kufah, Syiria, Bashrah, yang satu tetap di madinah di pegang oleh
halifah usman, inilah yang dinamakan mushaf Utsman atau mushhaf imam. Pendapat
lain mengatakan berjumlah 7 buah, yaitu empat buah di atas, dan tiga lagi di
kirim ke Makkah, Yaman, dan Bahrain
Setelah mushhaf-mushhaf
itu di kirim ke berbagai daerah, maka mushhaf-mushaf yang tidak sama di
sarankan oleh khalifah usman untuk membakarnya,hal itu beliau lakukan demi
memotong urat pertikaian, dan agar kaum muslimin berhati-hati dalam membaca
al-Qur’an. Mushhaf itu terbakar dalam masjid Damsyik pada tahun 1310 H.
Adapun manfaat dari usaha penulisan kembali al-Qur’an, pada masa khalifah ‘Utsman, ialah:
1. Kaum muslimin telah dapat dipersatukan pada mushaf-mushaf yang seragam ejaan tulisannya,
2. Mereka juga dapat dipersatukan pada qiraat yang sama yang tidak menyalahi ejaan tulisan pada mushhaf itu, adapun qiraat yang tidak sesuai dengan ejaan tulisan itu telah dapat dilenyapkan,
3. Kaum muslimin dapat pula disatukan mengenai susunan surat pada mushhaf-mushhaf mereka,
4. Dengan adanya mushhaf-mushhaf yang resmi itu, maka kaum muslimin telah mempunyai standar yang akan menjadi pedoman mereka dalam membaca, menghafal, dan memperbanyak mushhaf al-Qur’an, sehingga penyiaran dan pemeliharaan al-Qur’an itu lebih baik dan lebih terjamin keasliannya
Adapun manfaat dari usaha penulisan kembali al-Qur’an, pada masa khalifah ‘Utsman, ialah:
1. Kaum muslimin telah dapat dipersatukan pada mushaf-mushaf yang seragam ejaan tulisannya,
2. Mereka juga dapat dipersatukan pada qiraat yang sama yang tidak menyalahi ejaan tulisan pada mushhaf itu, adapun qiraat yang tidak sesuai dengan ejaan tulisan itu telah dapat dilenyapkan,
3. Kaum muslimin dapat pula disatukan mengenai susunan surat pada mushhaf-mushhaf mereka,
4. Dengan adanya mushhaf-mushhaf yang resmi itu, maka kaum muslimin telah mempunyai standar yang akan menjadi pedoman mereka dalam membaca, menghafal, dan memperbanyak mushhaf al-Qur’an, sehingga penyiaran dan pemeliharaan al-Qur’an itu lebih baik dan lebih terjamin keasliannya
.
Dengan penyalinan dan penyebaran mushaf inilah, setidaknya khalifah usman telah berhasil meredakan permasalahan yang telah terjadi dikalangan umat muslim itu sendiri, walaupun mushaf-mushaf yang ada belum diberi tanda syakel ataupun tanda titik-titik, tetapi para hufaz yang ada masih tetap berasaskan terhadap hafalan yang dipertahankannya.
Dengan penyalinan dan penyebaran mushaf inilah, setidaknya khalifah usman telah berhasil meredakan permasalahan yang telah terjadi dikalangan umat muslim itu sendiri, walaupun mushaf-mushaf yang ada belum diberi tanda syakel ataupun tanda titik-titik, tetapi para hufaz yang ada masih tetap berasaskan terhadap hafalan yang dipertahankannya.
D.
Pemeliharaan
Al-Qur’an Periode Ali Bin Abi Thalib
Pemeliharaan
Al-Qur’an pada periode khalifah sesudah Usman bin Affan dapat disebut sebagai
periode penyempurnaan, karena mushaf Usmani tidak memakai tanda baca titik dan syakal. Hanya semat-mata didasarkan pada
watak pembawaan orang-orang Arab yang masih murni, sehingga mereka tidak
memerlukan syakal dengan harakat dan pemberian titik.
Ketika
bahasa Arab mulai mengalami erusakan karena banyaknya pencampuran dengan bahasa
non Arab, maka para panguas merasa penting untuk menyempurnakan penulisan
mushaf dengan syakal, titik dan lain-lain yang dapat membantu pembacaan yang
benar. Banyak ulama yang berpendapat bahwa orangpertama yang melakuka
peyempurnaan penulisan adalah Abu Aswad ad-Duwali kemudian dilanjutkan oleh
Nashar bin Ashim dan Al-khalil bin Ahmad, pelatak pertama dasar-dasar kaidah
bahasa Arab atas permintaan Ali bin Abi Thalib. Perbaikan Mushaf Usmani ini
berjalan secara bertahap, sehingga sampai pada bentuk Al-Qur’an seperti yang
kita temui sekarang yang lebih memudahkan bagi seluruh umat Islam.
E.
Pemeliharaan
Al-Qur’an Pasca Sahabat Sampai Sekarang
Setelah masa khalifah, pemeliharaan al-Qur’an terus dilanjutkan dan disempurnakan dengan cara memberi syakal dan memberi titik pada tulisan-tulisan mushaf.
Mushaf yang di tulis pada masa khalifah ‘Ustman masih memakai tulisan kufi, tanpa titik, tanpa syakal, mad, tasyidid dan tanda baca lainnya. Menurut abu Ahmad al-‘Askari (w.382 ) kaum muslimin membaca al-Qur’an dengan salinan mushaf ‘Ustman selama 40 tahun lebih, hingga masa khalifah Abdul Malik bin Marwan. Pada masa ke khalifahan Abdul Malik pada tahun 65 H, beberapa pembesar pemerintahan mengkhawatirkan kemungkinan terjadinya perubahan nash-nash al-Qur’an jika penulisan mushaf di biarkan tanpa syakal dan tanpa titik.
Perbaikan bentuk penulisan tidak terjadi sekaligus, tetapi secara berangsur-angsur dari generasi ke generasi hingga mencapai puncak kejayaannya pada akhir abad ke-3H. orang pertama dalam penggunaan titik-titik dalam penulisan al-Qur’an disebutkan nama tiga orang tokoh, Abu Aswad ad-Duali dialah yang paling terkenal, Yahya bin Ya’mar dan Nashr bin
‘Ashim
al-Laitsi
1) Abu Aswad Ad-Duali
Di kenal karena dialah
orang yang pertama kali meletakkan kaidah tatabahasa Arab atas perintah Ali bin
Abi Thalib ra , Abu Aswad pernah mendengar orang membaca firman Allah: ( اَنَّ اللهَ
بَرِيْئٌ مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ وَرَسُوْلُهُ) artinya: “bahwa Allah dan rasul-Nya
memutuskan hubungan dengan kaum musyrikin”. Orang lain lagi membacanya ( اَنَّ اللهَ
بَرِيْئٌ مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ وَرَسُوْلِهِ) artinya: “bahwa Allah memutuskan
hubungan dari kaum musyrikin dan dari Rasul-Nya”. Akirnya sejak itu ia mulai
berfikir dan bekerja giat untuk membuat tanda baca dan titik-titik, tetapi
Abd.Chalik dalam bukunya ‘Ulum AL-qur’an mengatakan yang memerintah Abu Aswad
ad-Duali adalah Zaid ibn Abihi pada masa pemerintahan daulah umayah. Namun ada
pula ulama’ mengatakan Abu Aswad ad-Duali membuat tanda-tanda bacaan berupa
titik-titik itu atas dasar perintah khalifah Abdul Malik bin Marwan.
Sulit memang bagi penulis makalah untuk menentukan dari berbagaiØ riwayat yang berbeda, siapa yang memerintahkan Abu Aswad Ad-Duali untuk membuat tanda-tanda bacaan berupa titik-titik, tapi tidak ada keraguan bahwa abu Aswad ad-Duali adalah orang yang pertama yang melihat adanya keperluan yang amat besar
Sulit memang bagi penulis makalah untuk menentukan dari berbagaiØ riwayat yang berbeda, siapa yang memerintahkan Abu Aswad Ad-Duali untuk membuat tanda-tanda bacaan berupa titik-titik, tapi tidak ada keraguan bahwa abu Aswad ad-Duali adalah orang yang pertama yang melihat adanya keperluan yang amat besar
.
2) Yahya ibn Ya’mar
2) Yahya ibn Ya’mar
Kisah peranan Yahya ibn
Ya’mar mencapai kemashurannya ketika ibn khalkan mengatakan; ibn sirin memiliki
mushaf yang huruf-hurufnya sudah bertitik yang di letakkan oleh Yahya ibn
Ya’mar, pada waktu itu di kota muruw. ibn Siri meninggal dunia tahun 110 H.
Walaupun sampai sa’at ini tidak ada bukti bahwa orang pertama yangØ meletakkan tanda baca mushaf itu adalah yahya sehingga hal tersebut tidak mudah kita terima kebenarannya.
3) Nashr bin Ashim al-Laitsih
Walaupun sampai sa’at ini tidak ada bukti bahwa orang pertama yangØ meletakkan tanda baca mushaf itu adalah yahya sehingga hal tersebut tidak mudah kita terima kebenarannya.
3) Nashr bin Ashim al-Laitsih
Tidaklah mustakhil
kalau pekerjaannya meletakkan dasar tanda-tanda baca al-Qur’an merupakan
kelanjutan dari pekerjaan 2 orang gurunya Abdul Aswad dan Yahya. Kemudian
al-hajjaj ibn yusuf al-Tsaqafi meminta kepada nashr supaya ia memberi titik
kepada huruf-huruf yang serupa bentuknya, tetapi berwujud garis pendek,
diletakkanya di atas atau dibawah huruf-huruf itu.
Walaupun tidak dapat dipastikan, apakah Abu Aswad ad-Duali ataukah Yahya bin Ya’mar / Nashr bin Ashim yang merupakan orang pertama meletakkan tanda baca pada mushaf, namun tak ada alasan untuk mengingkarinya bahwa mereka bertiga berupaya untuk memperbaiki cara penulisan mushaf dan memudahkan baca’an bagi kaum muslimin.
Dalam perkembangan selanjutnya al-Khalil ibn Ahmad (w. 170 H ), Ahli nahwu yang mashur mengadakan perobahan-perobahan terhadap ciptaan abu al- Aswad dan nashr itu. Ia orang pertama yang menciptakan syakel dan titik yang menjadi dasar bagi apa yang dilihat pada mushaf sekarang ini :
a) Sebagai harkat dipakainya huruf-huruf yang menjadi sumber bunyi bagi harkat-harkat itu.
b) Sebagai titik-titik huruf, seperti apa yang dilihat pada mushaf sekarang ini,
c) Diciptakannya tanda-tanda tasydidi, mad, sukun Isymam dan lain-lainnya.
Para ahli tulisan indah turut memberikan sumbangan ide menghias mushaf dan memperelok tulisannya, pada masa pemerintahan khalifah al-Walid bin Abdul Malik pada tahun 86- 96 H/705-714 M. Ia menunjuk Khalid bin Ubay sebagai penulis mushaf, ia yang menghias mihrab rasulullah SAW dimasjid madinah dengan tulisan-tulisan indah. Sejak sa’at itu hingga abad Ke-4 H para penulis indah giat menulis mushaf dengan huruf kufi.Yang kemudian lambat laun tergeser oleh huruf naskh yang indah pada permulaan abad ke 5 H, Termasuk penggunaan titik dan bunyi suara sebagaimana yang kita kenal sekarang ini.
BAB
III
PENUTUP
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Al-Quran
adalah firman atau wahyu yang berasal dari Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW
dengan perantara melalui malaikat jibril sebagai pedoman serta petunjuk seluruh
umat manusia semua masa, bangsa dan lokasi. Alquran adalah kitab Allah SWT yang
terakhir setelah kitab taurat, zabur dan injil yang diturunkan melalui para
rasul
Allah
SWT menurunkan Al-Qur'an dengan perantaraan malaikat jibril sebagai pengentar
wahyu yang disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW di gua hiro pada tanggal 17
ramadhan ketika Nabi Muhammad berusia / berumur 41 tahun yaitu surat al alaq
ayat 1 sampai ayat 5. Sedangkan terakhir alqu'an turun yakni pada tanggal 9
zulhijjah tahun 10 hijriah yakni surah almaidah ayat 3.
Alquran
turun tidak secara sekaligus, namun sedikit demi sedikit baik beberapa ayat,
langsung satu surat, potongan ayat, dan sebagainya. Turunnya ayat dan surat
disesuaikan dengan kejadian yang ada atau sesuai dengan keperluan. Selain itu
dengan turun sedikit demi sedikit, Nabi Muhammad SAW akan lebih mudah menghafal
serta meneguhkan hati orang yang menerimanya. Lama al-quran diturunkan ke bumi
adalah kurang lebih sekitar 22 tahun 2 bulan dan 22 hari
. Pokok Ajaran Dalam Isi Kandungan AlQuran
1. Tauhid - Keimanan terhadap Allah SWT
2. Ibadah - Pengabdian terhadap Allah SWT
3. Akhlak - Sikap & perilaku terhadap Allah SWT, sesama manusia dan makhluk lain
4. Hukum - Mengatur manusia
5. Hubungan Masyarakat - Mengatur tata cara kehidupan manusia
6. Janji Dan Ancaman - Reward dan punishment bagi manusia
7. Sejarah - Teledan dari kejadian di masa lampau
1. Tauhid - Keimanan terhadap Allah SWT
2. Ibadah - Pengabdian terhadap Allah SWT
3. Akhlak - Sikap & perilaku terhadap Allah SWT, sesama manusia dan makhluk lain
4. Hukum - Mengatur manusia
5. Hubungan Masyarakat - Mengatur tata cara kehidupan manusia
6. Janji Dan Ancaman - Reward dan punishment bagi manusia
7. Sejarah - Teledan dari kejadian di masa lampau
3.2 Saran
Demikianlah
makalah yang dapat kami susun dan kami sangat menyadari makalah ini jauh dari
kesempurnaan, maka kritik dan saran yang membangun demi perbaikan dan
pengembangan, sangat kami harapkan dan semoga ini dapat menambah pengetahuan
kita dan bermanfa’at. Amin
DAFTAR
PUSTAKA
H.S, Nasrul,dkk. 2011. Pendidikan
Agama Islam untuk Perguruan Tinggi Umum.Padang: UNP press
0 komentar nya:
Post a Comment