Makalah Mengenai Ibadah

Posted By Muhammad Aziz on Saturday, October 29, 2016 | 12:33 PM

BAB I
PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang
Ibadah terbagi menjadi ibadah hati, lisan, dan anggota badan. Rasa khauf (takut), raja’ (mengharap), mahabbah (cinta), tawakkal (ketergantungan), raghbah (senang), dan rahbah (takut) adalah ibadah qalbiyah (yang berkaitan dengan hati). Sedangkan tasbih, tahlil, takbir, tahmid dan syukur dengan lisan dan hati adalah ibadah lisaniyah qalbiyah (lisan dan hati). Sedangkan shalat, zakat, haji, dan jihad adalah ibadah badaniyah qalbiyah (fisik dan hati). Serta masih banyak lagi macam-macam ibadah yang berkaitan dengan amalan hati, lisan dan badan.Ibadah inilah yang menjadi tujuan penciptaan manusia.
Ibadah mencakup seluruh tingkah laku seorang mukmin jika diniatkan qurbah (mendekatkan diri kepada Allah) atau apa-apa yang membantu qurbah. Bahkan adat kebiasaan (yang mubah) pun bernilai ibadah jika diniatkan sebagai bekal untuk taat kepadaNya. Seperti tidur, makan, minum, jual-beli, bekerja mencari nafkah, nikah dan sebagainya. Berbagai kebiasaan tersebut jika disertai niat baik (benar) maka menjadi bernilai ibadah yang berhak mendapatkan pahala. Karenanya, tidaklah ibadah itu terbatas hanya pada syi'ar-syi'ar yang biasa dikenal.

B.   Rumusan Masalah
1.      Penjelasan Mengenai Ibadah ?
2.      Pengertian Ibadah ?
3.      Macam-macam Ibadah ?
4.      Pentingnya Ibadah dalam pembentukan karakter ?





BAB II
PEMBAHASAN

A.    PENGERTIAN IBADAH
 Menurut bahasa  kata ibadah berarti patuh , tunduk. Ubudyah artinya tunduk dan merendahkan diri. Menurut Al’azhari, kata ibadah tidak dapat disebutkan kecuali untuk kepatuhan kepada Allah.
Dalam istilah syara’ pengertian ibadah dijelaskan oleh para ulama sebagai berikut:
1.      Jurjani mengatakan ;
Ibadah ialah perbuatan yang dilakukan oleh mukallaf , tidak menurut hawa nafsunya, untuk memuliakan Tuhanmu.
2.      Menurut ibn katsir :
Himpunan cinta, ketundukan, dan rasa takut yang sempurna.
3.      Menurut ibn taimiyah :
Didalam kitabnya al-‘ubudiyah , memberikan penjelasan yang cukup luas tentang pengertian ibadah. Pada dasarnya ibadah berarti merendahkan diri (al-dzull). Akan tetapi , ibadah yang diperintahkan dalam agama itu bukan sekedar ketaatan atau perendahan diri kepada Allah. Ibadah mengandung pengertian al-dzull dan hubb, dalam tingkatannya yang paling sempurna patuh kepada seseorang tetapi tidak mencintainya, tidak disebut ibadah ; cinta tanpa kepatuhanpun bukan ibadah. Jadi cinta atau patuh saja belum cukup untuk mewujudkan pengertian ibadah. Seseorang belum dapat dikatakan beribadah kepada Allah kecuali apabila ia mencintai Allah, lebih dari cintanya kepada apapundan memuliakan-Nya lebih dari segala yang lain-Nya bahkan ia harus meyakini tidak ada yang berhak atas cinta dan kepatuhan yang sempurna kecuali Allah.
Ibadah secara etimologi berarti merendahkan diri serta tunduk.
Di dalam syara', ibadah mempunyai banyak definisi, tetapi makna dan maksudnya satu. Definisi itu antara lain adalah :
1. Ibadah ialah taat kepada Allah dengan melaksanakan perintah-Nya melalui lisan para rasulNya.
2. Ibadah adalah merendahkan diri kepada Allah Subhannahu wa Ta'ala yaitu tingkatan tunduk yang paling tinggi disertai dengan rasa mahabbah (kecintaan) yang paling tinggi.
3. Ibadah ialah sebutan yang mencakup seluruh apa yang dicintai dan diridhai Allah Subhannahu wa Ta'ala , baik berupa ucapan atau perbuatan, yang zhahir maupun yang batin. Ini adalah definisi ibadah yang paling lengkap.
            Ibadah (mahdhah) ditujukan untuk menjaga keharmonisan hubungan dengan Allah, agar kita memiliki keimanan yang benar, lurus dan kuat, jauh sirik , khurafat, tahayul dan perdukunan serta agar kehidupan kita terjaga dari berbagai hal yang merusak, menyesatkan, mencelakakan, dan mendapatkan ketenangan batin/hati.
Allah menegaskan didalam surah An-Nissa Ayat 48.
إِنَّ اللَّهَ لا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدِ افْتَرَى إِثْمًا عَظِيمًا
 Yang Artinya “sesengguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa sirik, dan mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendakiNya. Barang siapa yang mempersukutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar
B. ESENSI IBADAH
Selama ini banyak orang yang mengartikan ibadah itu rukun Islam yang lima, yaitu mengucapkan dua kalimat syahadat, mengerjakan shalat, mengeluarkan zakat, berpuasa di bulan Ramadhan dan menunaikan ibadah haji bagi yang mampu. Padahal kelima rukun ini hanya merupakan dasar atau sendi menegakkan agama.
Allah telah memberikan agama yang lurus ini kepada kita dalam arti menyuruh kita beribadah kepada-Nya. Tujuannya agar terjalin komunikasi secara rutin antara kita dengan-Nya. Dengan demikian, setan tidak punya kesempatan untuk memperdayai kita.
Setiap saat kita beribadah kepada-Nya. Shalat demi shalat yang kita kerjakan memberikan kehangatan iman yang dapat menjaga diri kita dari penyimpangan dan makin mempererat hubungan kita kepada Allah. Demikian juga ibadah puasa, zakat dan ibadah haji.
Semua ibadah yang kita lakukan tidak lain dalam rangka pencarian kita terhadap cahaya Allah. Jika kita merasa bahwa semangat iman kita melemah dan jiwa dalam kegelapan, maka kita berlindung kepada pancaran sinar-Nya. Cahaya inilah yang dapat mengembalikan keseimbangan iman.
Kekuatan iman anda bisa diibaratkan energi pada sebuah baterai. Ketika sinarnya mulai melemah, baterai itu dapat anda strum kembali dengan sumber listrik yang lebih kuat. Ia akan menjadi panas dan energinya kembali pulih.
Islam adalah Din yang meliputi semua sistem dan semua gerak kehidupan. Saya perlu menggaris bawahi pengertian ini. Namun, dalam kesempatan ini saya tidak ingin terlibat dalam perdebatan yang sia-sia dengan mereka yang mengatakan bahwa rukun Islam itu adalah Islam. Mereka benar, mereka telah mengerjakan shalat, berpuasa dan menunaikan ibadah haji, yang berarti mereka telah merangkul Allah dalam taqarrub mereka kepada-Nya. Lakukanlah apa yang mereka atau anda suka. Namun, ada satu hal yang amat disayangkan, yakni mereka telah meninggalkan gerak dunia tanpa ada ikatan iman.
Dalam kesempatan ini saya ingin berbicara tentang satu kewajiban saja, yaitu Shalat. Agar shalat kita sah dan sempurna dihadapan Allah, tentu harus memenuhi syarat-syarat yang telah ditetapkan. Salah satunya adalah menutup aurat. Untuk menutup aurat ini, tentu kita harus memiliki beberapa komponen kehidupan. Terserah, apakah penutup itu dari kain atau lainnya. Yang penting, ada sepotong bahan pakaian yang dapat menutup aurat. Bahan pakaian ini memerlukan kapas dan kapas membutuhkan orang yang menanamnya. Untuk menanam, perlu tanah bajakan dan bibit-bibit unggul. Bibit ini bisa ada pada kita, bisa tidak. Kalau tidak ada, kita perlu mengimpornya. Untuk membajak tanah, kita memerlukan alat pembajak yang terbuat dari benda keras.
Demikianlah, akhirnya kita perlu mencari biji besi digunung untuk dilebur menjadi lempengan besi. Setelah itu, kita memerlukan seorang pandai besi untuk membuat lempengan besi ini menjadi alat pembajak. Selanjutnya diperlukan seorang distributor yang mengirimkan alat ini hingga sampai kepada pemiliknya.
Ketika buah kapas sudah mengering, kita memerlukan orang untuk memetiknya, membawanya ketempat pemintalan, memintalnya hingga menjadi bahan pakaian. Setelah itu kita memerlukan seorang pedagang untuk menjual bahan pakaian tersebut.
Demikianlah, semua proses ini harus terjadi sebelum kita berdiri dihadapan Allah SWT, dalam keadaan menutup aurat.
Satu hal lagi, agar mampu berdiri dalam melaksanakan shalat supaya bisa ruku’ dan sujud dengan sempurna, maka saya membutuhkan roti atau makanan yang dapat memberikan kekuatan atau energi bagi tubuh.
Roti yang saya beli dari warung ini mempunyai cerita panjang dalam proses pembuatannya. Diawali dari pertanyaan, siapa yang membikin adonan sampai menjadi roti, kemudian siapa yang membawanya ke toko untuk dijual ?…
Begitulah, semua yang kita butuhkan dalam pelaksanaan shalat pada dasarnya adalah sejumlah karya besar yang saling terkait. Namun jika kita selamanya berada di masjid untuk mengerjakan shalat dan tidak melakukan sesuatu selain itu, siapakah yang akan mengantarkan sepotong bahan pakaian untuk menutup aurat dan sepotong roti untuk memberikan energi yang dapat menunjang kehidupan kita ?…
Sesungguhnya jika sesuatu kewajiban tidak dapat dilaksanakan kecuali dengan terpenuhinya beberapa syarat, maka syarat-syarat itu menjadi wajib hukumnya.
Itulah yang dimaksud ibadah dalam Islam, mencakup segala aspek kehidupan.Allah menghendaki agar manusia ini menjadi hamba-Nya yang selalu beribadah di rumah, di kantor, di masjid, di jalan dan di semua gerak kehidupan. Islam menganjurkan umatnya agar memperhatikan etika umum, termasuk etika di jalan raya yang juga merupakan ibadah.
Dan sesungguhnya Allah menebarkan pahala ke setiap gerak kehidupan manusia.
Semua amal perbuatan manusia yang jumlahnya mencapai puluhan ribu, bahkan mungkin lebih, merupakan amal perbuatan manusia yang tidak masuk dalam rukun Islam, tapi memperoleh pahala yang cukup besar dari Allah SWT.
Oleh karena itu, jika kita membatasi amal perbuatan hanya pada rukun Islam yang lima, maka artinya kita mengharamkan untuk memperoleh 90% pahala yang Allah janjikan kepada semua aktivitas kehidupan.
Allah SWT, telah menegaskan didalam surah Adz-Dzaariyat ayat 56,
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
wamaa khalaqtu aljinna waal-insa illaa liya'buduuni
yang artinya :
“Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan supaya beribadah”
Maksud ayat tersebut adalah, untuk menegaskan bahwa semua sistem dan ajaran Allah bernilai Ibadah. Ajaran ini meliputi semua aspek kehidupan orang-orang mukmin. Dengan arti lain, setiap perbuatan manusia didunia yang ditujukan mencari ridho Allah adalah Ibadah.

C.    MACAM-MACAM IBADAH

Manusia diciptakan agar mereka mengenal dan menyembah Allah SWT .
Firman Allah SWT didalam surah Adz-Dzaariyat ayat 56,
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
wamaa khalaqtu aljinna waal-insa illaa liya'buduuni
yang artinya :
“Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan supaya beribadah”
Allah Subhannahu wa Ta'ala memberitahukan, hikmah penciptaan jin dan manusia adalah agar mereka melaksanakan ibadah kepada Allah Subhannahu wa Ta'ala. Dan Allah Mahakaya, tidak membutuhkan ibadah mereka, akan tetapi merekalah yang membutuhkannya; karena ketergantungan mereka kepada Allah, maka mereka menyembahNya sesuai dengan aturan syari'atNya.

Maka siapa yang menolak beribadah kepada Allah, ia adalah sombong. Siapa yang menyembahNya tetapi dengan selain apa yang disyari'at-kanNya maka ia adalah mubtadi' (pelaku bid'ah). Dan siapa yang hanya menyembahNya dan dengan syari'atNya  maka dia adalah muk-min muwahhid (yang mengesakan Allah). .


Dengan demikian islam telah menjadikan ibadah sebagai perintah pertama yang harus ditunaikan oleh manusia, hanya diperuntukan bagi Allah Taala saja. Rukun islam dan seluruh ajarannya yang agung itu sesudah mengucapkan dua kalimat shahadat adalah mendirikan shalat, puasa ramadhan, membayar zakat, dan berhaji ke baitul haram, kesemuanya itu merupakan cermin dari macam-macam ibadah yang dilaksanakan dengan niat semata-mata karena Allah Taala.
Macam-macam ibadah sebagai mana telah di syariatkan dalam islam, antara lain :
1.      Ibadah yang dilaksanakan seorang muslim dengan anggota badannya, seperti : shalat dan puasa. Ibadah ini dikenal dengan sebutan ibadah badaniyah.
2.      Ibadah yang dilaksanakan seorang muslim dengan cara mengeluarkan sebagian harta kekayaannya, seperti : zakat dan sedekah. Ibadah ini dikenal dengan sebutan ibadah maliah.
3.      Ibadah badaniyah dan ibadah maliah secara bersamaan, seperti : haji dan umroh.
4.      Ibadah yang tercermin dalam pekerjaan, seperti : shalat, zakat dan haji.
5.      Ibadah yang tercermin dalam sikap meninggalkan dan menahan diri, seperti : puasa.

Namun demikian ibadah yang tercermin dalam sikap meninggalkan dan menahan diri ini bukan sesuatu yang bersifat negative. Dan yang menjadikan sikap demikian mempunyai nilai ibadah adalah dikarenakan seorang muslim melakukan hal itu atas dasar kehendak dan pilihannya dengan motif (niat) mendekatkan diri kepada Allah Taala. Maka oleh karenanya tindakan jasmani dan rohani bersifat positif yang mempunyai nilai positif pula dalam neraca timbangan amal.

Jadi, ibadah mencakup seluruh tingkah laku seorang mukmin jika diniatkan qurbah (mendekatkan diri kepada Allah) atau apa-apa yang membantu qurbah. Bahkan adat kebiasaan (yang mubah) pun bernilai ibadah jika diniatkan sebagai bekal untuk taat kepadaNya. Seperti tidur, makan, minum, jual-beli, bekerja mencari nafkah, nikah dan sebagainya. Berbagai kebiasaan tersebut jika disertai niat baik (benar) maka menjadi bernilai ibadah yang berhak mendapatkan pahala. Karenanya, tidaklah ibadah itu terbatas hanya pada syi'ar-syi'ar yang biasa dikenal.

Seluruh rangkaian ibadah ritual yang kita lakukan – apapun bentuknya –, apakah itu shalat kita yang 5 waktu sehari semalam, puasa kita dibulan suci ramadlan, atau zakat, infaq, shadaqoh yang kita keluarkan, bahkan ibadah haji yang seumur hidup satu kali itu, didalam islam, kedudukan ibadah ibadah makhdloh tersebut tidak lebih hanyalah sebagai Alat (media) yang hendaknya mampu mengantarkan kita kepada tujuan yang sebenarnya, singkatnya, ibadah itu bukan tujuan, ibadah itu bukan akhir segalanya.
D. Pentingnya Ibadah Dalam Pembentukan Karakter
Tentu kita ingin mengetahui bagaimana karakter para ahli ibadah itu. Ibadah yang dikerjakan oleh manusia akan melahirkan beberapa karakter yaitu:
Pertama, akidah yang kuat. Akidah melahirkan prinsip-prinsip hidup yang mulia, dimana ketangguhan seseorang sangat ditentukan oleh prinsip yang dianutnya. Dengan demikian, problematika hidup yang dinamis akan mampu diselesaikan dengan bijaksana karena pondasinya kuat dan benar.
Kedua, memiliki kedekatan dengan Allah. Ini adalah balasan yang setimpal atas jerih payah yang tulus dalam pendekatan pada Allah yang dipuja. Seorang ahli ibadah tidak akan terlibat dalam kriminalitas karena rasa takut bisa merusak kedekatannya pada Allah.
Oleh karena itu, bila ada pelaku korup yang mengaku telah menegakkan shalat atau menunaikan haji atau ritual lainnya, maka itu adalah indikasi kegagalan menjaga kemurnian ibadahnya. Padahal kemurnian ibadah adalah prasyarat diterimanya sebuah ibadah (QS. Al-Bayyinah: 5).
Ketiga, zikrullah. Seorang ahli ibadah akan selalu terpaut lisan dan hatinya dengan Allah. Dalam setiap keadaan selalu ingat Allah, baik suka atau duka, senang atau susah, lapang atau sempit. Dia tidak akan terlibat dalam perbuatan yang sia-sia. Waktunya menjadi efektif demi optimalisasi potensi diri guna menghindari kerugian yang diakibatkan waktu.
Keempat, meninggalkan perbuatan syirik. Syirik adalah menjadikan sosok selain Allah dalam peran yang seharusnya milik Allah. Ketika seorang beribadah dilandasi ilmu dan keikhlasan, maka akan muncul suatu rasa yang akan menafikan kekuatan selain Allah dalam keilahiyahan. Oleh karena itu, seorang muslim sejati tidak akan pernah percaya ramalan bintang, nasib, karir, jodoh, atau mendatangi paranormal untuk meningkatkan keberhasilan perniagaan, jabatan, prestasi, dan kekayaan.
Kelima, rajin membaca, memahami dan mengamalkan Alquran. Di tengah kesibukan hariannya, seorang ahli ibadah tidak pernah absen membaca pesan Allah. Perasaan cinta itu hadir sebagai buah keikhlasan pengabdian pada Allah. Membaca Alquran menjadi agenda yang terjadwalkan, bukan hanya karena ada kesempatan semata.
Keenam, Istiqomah dalam beribadah. Apabila beribadah telah menjadi kebutuhan yang dibiasakan, maka akan ada sesuatu yang kurang bila ia tidak ditunaikan. Membiasakan sesuatu yang baik butuh latihan yang kontiniu, terus-menerus. Begitu juga beribadah yang pada esensinya adalah untuk menjaga kesehatan ruhiyah manusia.
Ketujuh, berakhlak terpuji. Ahli ibadah akan memiliki akhlak yang terpuji, seperti jujur, rendah hati, mandiri, bertanggung jawab, dan lainnya. Keberadaan sosok muslim akan bisa menyenangkan hati makhluk lain, bukan hanya manusia. Ia tidak akan serakah terhadap dunia dan tidak takut mati. Akhlak adalah buah dari pengamalan ibadah yang ditetapkan oleh Allah Swt dengan benar dan ikhlas.










Blog, Updated at: 12:33 PM

0 komentar nya:

Post a Comment