PERKEMBANGAN ISLAM DI ASIA TENGGARA

Posted By Muhammad Aziz on Friday, November 20, 2020 | 10:12 PM



       I.            PENDAHULUAN
A.    Latar belakang
Islam merupakan suatu kekuatan sosial politik yang patut diperhitungkan di Asia Tenggara,karena Mencetak sebuah peradaban islam bukanlah suatu hal yang muda sebagai wilayah yang paling banyak pemeluk agama lslamnya.Termasuk wilayah ini adalah pulau- karena hampir seluruh negara yang ada di Asia Tenggara penduduknya, baik mayoritas ataupun minoritas memeluk agama Islam. Misalnya, Islam menjadi agama resmi Negara federasi Malaysia, Kerajaan Brunei Darussalam, negara Indonesia (penduduknya mayoritas atau sekitar 90% beragama Islam), Burma (sebagian kecil penduduknya beragama Islam),Republik Filipina, Kampuchea.Perdagangan adalah salah satu penyebab menjamurnya Islam di Asia tenggara.Asia Tenggara dianggap pulau yang terletak di sebelah timur lndia sampai lautan cina dan mencakup Indonesia ,Malaysia dan Filipina. Khusunya dimasa awal sejarah Islam di Asia Tenggara luarbiasa galau dan rumit.Kegalauan dan kerumitan itu bukan hanya disebabkan kompleksitas disekitar sosok Islam itu sendiri tetapi juga karena pengkajian pengkajian sejarah Islam dengan berbagai aspek di kawasan Asia Tenggara,baik dari kalangan sejarawan asing maupun pribumi .Hingga kini belum mampu merumuskan suatu paradigm historis yang dapat dijadikan pegangan bersama.[1]Sedangkan secara intelektual ,Muslim di Asia Tenggara selalu bersikap terbuka dan reseptif terhadap proses Islamisasi yang berlangsung terus menerus dan merupakan ciri  masyarakaat itu selama berabad abad.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana sejarah perkembangan Islam di Asia Tenggara ?
2.      Bagaimana Proses Islamisasi Islam di Asia Tenggara?
3.      Bagaimana Setting Sejarah Sosial Penyebaran Islam di Asia Tenggara ?
4.      Bagaimana Kondisi Pengetahuan Agama Pada Masa-masa Penyebaran Islam di Asia  Tenggara ?


    II.            PEMBAHASAN

A.            Sejarah perkembangan Islam di Asia Tenggara
Kawasan laut Asia Tenggara, khususnya Selat Malaka, telah memiliki kedudukan yang sangat penting dalam kegiatan pelayaran dan perdagangan internasional. Mulai abad VII dan VIII ( abad I dan II Hijriyah ), para muslim dari Persia dan Arab sudah turut serta dalam kegiatan pelayaran dan perdagangan sampai ke negeri China.Muslim pertama, Sa’ad bin Abi Waqash, adalah seorang mubaligh dan sahabat Nabi Muhammad SAW. Ia adalah pembawa agama Islam sekaligus pendiri masjid di Canton.[2]
Apabila gambaran tentang kedatangan Islam di Asia Tenggara sejak abad VII sampai abad XI banyak berdasarkan berita-berita Cina, bukti-bukti arkeologis mengenai hal yang sama dikuatkan oleh penemuan beberapa nisan yang diperkirakan berasal dari abad XI. Sebagaimana, nisan itu bertuliskan huruf Arab dan nisan yang lain tulisannnya mirip tulisan Jawi ( Arab-Melayu ). Dari bukti arkeologis itu terlihat bahwa Islam telah datang di daerah Campa dan membentuk komunitas muslim sekitar abad XI.
Kedatangan Islam sejak abad VII sampai abad XII di beberapa daerah Asia Tenggara dapat dikatakan baru pada tahab pembentukan komunitas muslim yang mayoritas terdiri dari para pedagang. Abad XIII sampai abad XVI, terutama munculnya kerajaan bercorak Islam, merupakan kelanjutan dari penyebaran Islam. Pada gelombang pertama, penyebaran Islam menghadapi masyarakat kerajaan yang bercorak Hindu-Budha, yang masyarakatnya masih memiliki struktur pemerintahan semacam desa atau kesatuan desa dengan kepercayaan dinamisme dan animisme. Pada gelombang kedua, yang dimulai sejak abad XIII, penyebaran Islam lebih mantab dan luas. Hal ini bisa dilihat pada berdirinya kerajaan Islam pertama di Asia Tenggara pada abad XIII di pesisir Aceh Utara, tepatnya di Lhokseumawe. [3]

Sejak kerajaan Samudera Pasai tubuh dan berkembang, yaitu sejak abad XIII sampai akhir abad XVI, pelayaran dan perdagagan antara muslim dari Arab, Persia, Irak, India Selatan, dan Sri langka semakin ramai. Mereka bukan hanya mendatangi ibukota Kerajaan Samuderai Pasai, tetapi juga meneruskan pelayaran dan perdagangan di kawasan Asia Tenggara.Penetrasi Islam secara kasar dapat dibagi ke dalam tiga tahap. Tahap pertama dimulai dengan kedatangan Islam yang kemudian diikuti dengan kemerosotan, akhirnya keruntuhan Kerajaan Majapahit dalam kurun abad ke-14 dan ke-15. Sejak datangnya kekuasaan kolonialisasi Belanda Indonesia, Inggris, di Semenanjung Malaya, dan Spanyol di Filipina, sampai awal abad ke – 19. Sedangkan tahap ketiga bermula awal abad ke 20 terjadi liberalisasi kebikjasanaan pemerintah kolonial, terutama Belanda di Indonesia. Dalam tahapan – tahapan ini kita akan melihat proses Islamisasi Asia Tenggara sampai mencapai tingkat seperti sekarang.[4]
B            Proses Islamisasi Islam di Asia Tenggara
Islam masuk ke Asia Tenggara disebarluaskan melalui kegiatan kaum pedagang dan para sufi. Hal ini berbeda dengan daerah Islam di Dunia lainnya yang disebarluaskan melalui penaklulan Arab dan Turki. Islam masuk di Asia Tenggara dengan jalan damai, terbuka dan tanpa pemaksaan sehingga Islam sangat mudah diterima masyarakat Asia Tenggara.Mengenai kedatangan Islam di negara-negara yang ada di Asia Tenggara hampir semuanya didahului oleh interaksi antara masyarakat di wilayah kepulauan dengan para pedagang Arab, India, Bengal, Cina, Gujarat, Iran, Yaman dan Arabia Selatan. Pada abad ke-5 sebelum Masehi Kepulauan Melayu telah menjadi tempat persinggahan para pedagang yang berlayar ke Cina dan mereka telah menjalin hubungan dengan masyarakat sekitar Pesisir. Kondisi semacam inilah yang dimanfaatkan para pedagang Muslim yang singgah untuk menyebarkan Islam pada warga sekitar pesisir.
 
Penetrasi Islam di Asia Tenggara dibagi ke dalam tiga tahap, yaitu:
1. Tahap pertama dimulai dengan kedatangan Islam yang kemudian diikuti dengan kemerosotan dan akhirnya keruntuhan Kerajaan Majapahit pada sekitar abad 14-15
2. Tahap ke dua adalah sejak datangnya dan kemudian mapannya kekuasaan kolonialisme Barat sampai awal abad ke 19
3. Tahap ketiga adalah pada permulaan abad 20 terjadi “liberalisasi” sebagai kebijakan pemerintah kolonial
Islam pada umumnya disebarkan secara damai (penetration pacifique). Melalui perantara pedagang-pedagang Muslim dari Dunia Timur. Islamisasi mengalami kendala karena masyarakat-masyarakat yang telah lama dipengaruhi oleh askestisme Hindu-Budha dan sinkretisme penduduk lokal. Selain itu, juga bersaing dengan kehadiran para misionaris Kristen di Barat.Pada perkembangannya Islam mampu menjadi agama mayoritas di Asia Tenggara. Banyak faktor yang menerangkan tentang hal tersebut, antara lain :
Pertama, pedagang Muslim asing yang datang ke Asia Tenggara memperkenalkan Islam guna mendapatkan keunggulan ekonomi dan politik di kalangan masyarakat pribumi. Para pedagang Muslim memperkenalkan ketentuan-ketentuan hukum Islam mengenai perdagangan dan mengambil keuntungan ekonomi secara maksimal sehingga mampu membatasi adanya pilihan terhadap agama-agama lain.
Bangsa Barat datang dengan membawa agama Kristen. Namun Kristen tidak begitu berkembang di Nusantara tapi justru Islam-lah yang berkembang pesat karena penyebaran Islam tidak dihalangi oleh pemerintah colonial dan mereka juga tidak memaksakan agama Kristen kepada penduduk setempat. Kehadiran kolonis merangsang terjadinya proses Islamisasi dan intensifikasi lebih lanjut di kawasan ini. Identifikasi kolonis sebagai penjajah kafir, menjadikan Islam sebagai wadah integrative masyarakat pribumi yang saat itu terbelah oleh berbagai faktor sosial dan cultural dalam menghadapi penjajah Barat. Kepercayaan nenek moyang atau system tradisional lainnya tidak mampu tampil sebagai alternative identifikasi dan mekanisme pertahanan diri di tengah meningkatnya bahaya dan sewenag-wenangan kolonisme Barat, kecuali Jawa yang pernah jadi pusat kekuasaan politik Hindu-Budha yang sudah diinternalisasikan dengan kebudayaan Jawa, maka tidak ada wilayah lain di Asia Tenggara yang mendalam dipenetrasi oleh Hindu-Budha. Ketentuan-ketentuan universal-transendetal Hindu tidak pernah berlaku, di Jawa sekalipun. Sistem adat atau tradisi pribumi yang sangat bersifat lokal, partikularistik dan divisive, sehingga tidak bisa tiharapkan tampil menjadi faktor integrative.
Kedua, adanya kesamaan bentuk Islam yang pertama kali datang ke Indonesia dengan sifat mistik dan sinkretisme kebudayaan nenek moyang setempat. Islam tasawwuf diterima oleh penduduk pribumi sehingga Islam mampu hidup berdampingan secara damai dengan kepercayaan nenek moyang Jawa. Muncul kaum santri, abangan dan priyayi.
Ketiga, teori lain menurut ahli-ahli Kristen. Sifat Islam yang sederhana mengandung unsure-unsur perkauman (tribalisme) yang menyebabkan Islam mudah dan cepat berkembang di kalangan masyarakat yang memiliki system kepercayaan dan tradisi yang tidak canggih. Kesederhanaan Islam cukup dengan membaca dua kalimat shahadah. Tapi Islam bukan sekedar shahadah tetapi banyak mengandung banyak ajaran lain yang menyangkut segala aspek kehidupan. Seperti yang diungkapkan oleh Snouck Hourgonje bahwa Islam tidak sesederhana itu karena perkembangan Islam di Timur Tengah sendiri diwarnai dengan Liberalisme.
Proses Islamisasi dan intensifikasi ke-Islaman banyak dipengaruhi oleh situasi dan faktor-faktor local yang menyebabkan timbulnya perbedaan-perbedaan dalam tingkat penetrasi Islam di kawasan Asia Tenggara yang berakibat perbedaan pandangan, penghaytan, dan pengamalan Islam oleh penganutnya. Islamisasi dan intensifikasi merupakan proses konversi kepada Islam dan peningkatan kesadaran serta upaya untuk memahami dan mengamalkan Islam sesuai dengan doktrin-doktrin yang sebenarnya, yang bersih dari bid’ah dan percampuran dengan unsure-unsur non Islam lainnya. Proses ini disebut sebagai kembali kepada Al-Quran dan Hadits.[5]
Pembentukan kebudayaan dan tatanan politik Islam di dunia dapat berkembang karena adanya tasawwuf. Proses internasionalisasi Islam tasawwuf tidaklah berjalan sendiri, karena diperlukan adanya keterikatan tasawwuf kepada shari’ah secara sufistik. Adapun menurut Uka Tjandra Sasmita cara atau proses masuknya Islam di Asia Tenggara terbagi menjadi 6 diantaranya:
1. Saluran perdagangan
Pada taraf permulaan, proses masuknya Islam adalah melalui perdagangan. Kesibukan lalu-lintas perdagangan pada abad ke-7 hingga ke-16 membuat pedagangpedagang Muslim (Arab, Persia dan India) turut ambil bagian dalam perdagangan dari negeri-negeri bagian Barat, Tenggara dan Timur Benua Asia. Saluran Islamisasi melaui perdagangan ini sangat menguntungkan karena para raja dan bangsawan turut serta dalam kegiatan perdagangan, bahkan mereka menjadi pemilik kapal dan saham. Mereka berhasil mendirikan masjid dan mendatangkan mullah-mullah dari luar sehingga jumlah mereka menjadi banyak, dan karenanya anak-anak Muslim itu menjadi orang Jawa dan kaya-kaya. Di beberapa tempat penguasa-penguasa Jawa yang menjabat sebagai Bupati Majapahit yang ditempatkan di pesisir Utara Jawa banyak yang masuk Islam, bukan karena hanya faktor politik dalam negeri yang sedang goyah, tetapi karena factor hubungan ekonomi drengan para pedagang Muslim. Perkembangan selanjutnya mereka kemudian mengambil alih perdagangan dan kekuasaan di tempat-tempat tinggalnya.[6]
2. Saluran perkawinan
Dari sudut ekonomi, para pedagang Muslim memiliki status sosial yang lebih baik daripada kebanyakan pribumi, sehingga penduduk pribumi terutama puteri-puteri bangsawan, tertarik untuk menjadi isteri saudagar-saudagar itu. Sebelum dikawin mereka diislamkan terlebih dahulu. Setelah mereka mempunyai keturunan, lingkungan mereka makin luas, akhirnya timbul kampung-kampung, daerah-daerah dan kerajaan Muslim.
Dalam perkembangan berikutnya, ada pula wanita Muslim yang dikawini oleh keturunan bangsawan; tentu saja setelah mereka masuk Islam terlebih dahulu. Jalur perkawinan ini jauh lebih menguntungkan apabila antara saudagar Muslim dengan anak bangsawan atau anak raja dan anak adipati, karena raja dan adipati atau bangsawan itu kemudian turut mempercepat proses Islamisasi. Demikianlah yang terjadi antara Raden Rahmat atau sunan Ampel dengan Nyai Manila, Sunan Gunung Jati dengan puteri Kawunganten, Brawijaya dengan puteri Campa yang mempunyai keturunan Raden Patah (Raja pertama Demak) dan lain-lain.[7]
 

3. Saluran Tasawuf
Pengajar-pengajar tasawuf atau para sufi mengajarkan teosofi yang bercampur dengana jaran yang sudah dikenal luas oleh masyarakat Indonesia. Mereka mahir dalam soal magis dan mempunyai kekuatan-kekuatan menyembuhkan. Diantara mereka juga ada yang mengawini puteri-puteri bangsawab setempat. Dengan tasawuf, “bentuk” Islam yang diajarkan kepada penduduk pribumi mempunyai persamaan dengan alam pikiran mereka yang sebelumnya menganut agama Hindu, sehingga agama baru itu mudah dimengerti dan diterima. Diantara ahli-ahli tasawuf yang memberikan ajaran yang mengandung persamaan dengan alam pikiran Indonesia pra-Islam itu adalah Hamzah Fansuri di Aceh, Syekh Lemah Abang, dan Sunan Panggung di Jawa. Ajaran mistik seperti ini masih dikembangkan di abad ke-19 M bahkan di abad ke-20 M ini.[8]
4. Saluran prendidikan
Islamisasi juga dilakukan melalui pendidikan, baik pesantren maupun pondok yang diselenggarakan oleh guru-guru agama, kiai-kiai dan ulama. Di pesantren atau pondok itu, calon ulama, guru agama dan kiai mendapat pendidikan agama. Setelah keluar dari pesantren, mereka pulang ke kampung masing-masing atau berdakwak ketempat tertentu mengajarkan Islam. Misalnya, pesantren yang didirikan oleh Raden rahmat di Ampel Denta Surabaya, dan Sunan Giri di Giri. Kleuaran pesantren ini banyak yang diundang ke Maluku untuk mengajarkan Agama Islam.
5. Saluran kesenian
Saluran Islamisasi melaui kesenian yang paling terkenal adalah pertunjukan wayang. Dikatakan, Sunan Kalijaga adalah tokoh yang paling mahir dalam mementaskan wayang. Dia tidak pernah meminta upah pertunjukan, tetapi ia meminta para penonton untuk mengikutinya mengucapkan kalimat syahadat. Sebagian besar cerita wayang masih dipetik dari cerita Mahabarata dan Ramayana, tetapi dalam serita itu di sisipkan ajaran nama-nama pahlawan Islam. Kesenian-kesenian lainnya juga dijadikan alat Islamisasi, seperti sastra (hikayat, babad dan sebagainya), seni bangunan dan seni ukir.
6. Saluran politik
Di Maluku dan Sulawesi selatan, kebanyakan rakyat masuk Islam setelah rajanya memeluk Islam terlebih dahulu. Pengaruh politik raja sangat membantu tersebarnya Islam di daerah ini. Di samping itu, baik di Sumatera dan Jawa maupun di Indonesia Bagian Timur, demi kepentingan politik, kerajaan-kerajaan Islam memerangi kerajaan-kerajaan non Islam. Kemenangan kerajaan Islam secara politis banyak menarik penduduk kerajaan bukan Islam itu masuk Islam[9].Untuk lebih memperjelas bagaimana proses masuknya agama Islam di Asia Tenggara ini, ada 3 teori diharapkan dapat membantu memperjelas tentang penerimaan Islam yang sebenarnya:[10]
a. Menekankan peran kaum pedagang yang telah melembagakan diri mereka di beberapa wilayah pesisir lndonesia, dan wilayah Asia Tenggara yang lain yang kemudian melakukan asimilasi dengan jalan menikah dengan beberapa keluarga penguasa local yang telah menyumbangkan peran diplomatik, dan pengalaman lnternasional terhadap perusahaan perdagangan para penguasa pesisir. Kelompok pertama yang memeluk agama lslam adalah dari penguasa lokal yang berusaha menarik simpati lalu-lintas Muslim dan menjadi persekutuan dalam bersaing menghadapi pedagang-pedagang Hindu dari Jawa. Beberapa tokoh di wilayah pesisir tersebut menjadikan konversi ke agama lslam untuk melegitimasi perlawanan mereka terhadap otoritas Majapahit dan untuk melepaskan diri dari pemerintahan beberapa lmperium wilayah tengah Jawa.
b. Menekankan peran kaum misionari dari Gujarat, Bengal dan Arabia. Kedatangan para sufi bukan hanya sebagai guru tetapi sekaligus juga sebagai pedagang dan politisi yang memasuki lingkungan istana para penguasa, perkampungan kaum pedagang, dan memasuki perkampungan di wilayah pedalaman. Mereka mampu mengkomunikasikan visi agama mereka dalam bentuknya, yang sesuai dengan keyakinan yang telah berkembang di wilayah Asia Tenggara. Dengan demikian dimungkinkan bahwa masuknya Islam ke Asia Tenggara agaknya tidak lepas dengan kultur daerah setempat.
c. Lebih menekankan makna lslam bagi masyarakat umum dari pada bagi kalangan elite pemerintah. Islam telah menyumbang sebuah landasan ldeologis bagi kebajikan lndividual, bagi solidaritas kaum tani dan komunitas pedagang, dan bagi lntegrasi kelompok parochial yang lebih kecil menjadi masyarakat yang lebih besar (Lapidus, 1999:720-721). Agaknya ketiga teori tersebut bisa jadi semuanya berlaku, sekalipun dalam kondisi yang berbeda antara satu daerah dengan yang lainnya. Tidak terdapat proses tunggal atau sumber tunggal bagi penyebaran lslam di Asia Tenggara, namun para pedagang dan kaum sufi pengembara, pengaruh para murid, dan penyebaran berbagai sekolah agaknya merupakan faktor penyebaran lslam yang sangat penting.

C         Setting Sejarah Sosial Penyebaran Islam di Asia Tenggara
Kondisi sosial yang unik karena di dalamnya terkandung kultur yang beraneka warna adat budayanya. Bahkan, pada saat ini pun, kepercayaan nenek moyang atau sistem tradisional lainnya, seperti adat, masih kuat bertahan. Apa yang diambil masyarakat setempat dari sistem kepercayaan ini terutama unsur-unsur mistik dan metafisik. Demikian pula sistem adat dan tradisi pribumi sangat bersifat lokal, partikularistik dan divisif. Semua kenyataan ini membuat Islam yang bersifat universal itu lebih cepat diterima sebagai faktor integratif, identifikasi, dan mekanisme pertahanan diri dalam menghadapi penjajah. Penyebaran Islam di kawasan Asia Tenggara merangkum 11 negara (states) yaitu Indonesia, Malaysia, Muangthai, Singapura, Filipina, Brunei Darussalam, Burma (Myanmar), Vietnam, Laos, Kamboja, dan Timor Leste. Dalam negara-negara tersebut terdapat lebih dari 378 etnis dan suku bangsa, 5 agama besar di dunia, beberapa bahasa ibu dan bahasa pengantar [11]
Di dalam struktur kota semacam ini ( kota pelabuhan yang merupakan pusat Islam yang dinamis), dimana ulama’ borjuis bermukim, terdapat ketergantungan timbal balik antara kegiatan perdagangan (merkantil) dengan pembangunan dan pemeliharaan lembaga-lembaga pendidikan Islam. Lembaga ini sangat penting bagi bertahannya karakter kota Islam dan juga bagi penyebaran Islam ke pedalaman dan pedesaan.
 D        Kondisi Pengetahuan Agama Pada Masa-masa Penyebaran Islam di Asia  Tenggara
Berdasarkan dari teori bahwa Islam pada dasarnya adalah urban ( perkotaan ) dan bahwa peradapan Islam pada hakikatnya adalah urban, Johns menyatakan bahwa Islamisasi Nusantara bermula dari kota – kota pelabuhan yang ada. ( perlu diketahui, kata “Nusantara” pada makalah ini bermaksud untuk menyebut seluruh wilayah Asia Tenggara) Di perkotaan itu sendiri, Islam adalah fenomena istana. Istana kerajaan menjadi pusat pengembangan intelektual Islam atas perlindungan peresmi, yang kemudian memunculkan tokoh-tokoh ulama  intelektual. Mereka mempunyai jaringan keilmuan yang luas baik dalam maupun luar negeri sehingga menunjang pengembangan Islam dan gagasan-gagasan mereka sendiri. Jaringan keilmuan semacam ini kemudian semakin diperkuat dan diperkaya terutama sejak abad ke-17 oleh tarekat-tarekat tasawuf yang berkembang luas di Nusantara. Karakter pengorganisasian yang inheren dalam jaringan semacam ini memberikan momentum yang terus menerus bagi pengembangan Islam.[12]
Sebagaimana telah diuraikan di atas, pada term penyebaran Islam di Asia Tenggara yang tidak terlepas dari kaum pedagang Muslim. Hingga kontrol ekonomi pun di monopoli oleh mereka. Disamping itu pengaruh ajaran Islam sendiripun telah mempengaruhi berbagai aspek kehidupan Masyarakat Asia Tenggara. Islam mentransformasikan budaya masyarakat yang telah di-Islamkan di kawasan ini, secara bertahap. Islam dan etos yang lahir darinya muncul sebagai dasar kebudayaan.[13]
Namun dari masyarakat yang telah di-Islamkan dengan sedikit muatan lokal. Islamisasi dari kawasan Asia Tenggara ini membawa persamaan di bidang pendidikan. Pendidikan tidak lagi menjadi hak istimewa kaum bangsawan. Tradisi pendidikan Islam melibatkan seluruh lapisan masyarakat. Setiap Muslim diharapkan mampu membaca al Qur’an dan memahami asas-asas Islam secara rasional dan dan dengan belajar huruf Arab diperkenalkan dan digunakan di seluruh wilayah dari Aceh hingga Mindanao. Bahasabahasa lokal diperluasnya dengan kosa-kata dan gaya bahasa Arab. Bahasa Melayu secara khusus dipergunakan sebagai bahasa sehari-hari di Asia Tenggara dan menjadi media pengajaran agama. Bahasa Melayu juga punya peran yang penting bagi pemersatu seluruh wilayah itu.Sejumlah karya bermutu di bidang teologi, hukum, sastra dan sejarah, segera bermunculan. Banyak daerah di wilayah ini seperti Pasai, Malaka dan Aceh juga Pattani muncul sebagai pusat pengajaran agama yang menjadi daya tarik para pelajar dari sejumlah penjuru wilayah ini.[14]
System pendidikan Islam kemudian segera di rancang. Dalam banyak batas, Masjid atau Surau menjadi lembaga pusat pengajaran. Namun beberapa lembaga seperti pesantren di Jawa dan pondok di Semenanjung Melaya segera berdiri. Hubungan dengan pusat-pusat pendidikan di Dunia Islam segera di bina. Tradisi pengajaran Paripatetis yang mendahului kedatangan Islam di wilayah ini tetap berlangsung. Ibadah Haji ke Tanah Suci di selenggarakan, dan ikatan emosional, spritual, psikologis, dan intelektual dengan kaum Muslim Timur Tengah segera terjalin. Lebih dari itu arus imigrasi masyarakat Arab ke wilayah ini semakin deras.
Di bawah bimbingan para ulama Arab dan dukungan negara, wilayah ini melahirkan ulama-ulama pribumi yang segera mengambil kepemimpinan lslam di wilayah ini. Semua perkembangan bisa dikatakan karena lslam, kemudian melahirkan pandangan hidup kaum Muslim yang unik di wilayah ini. Sambil tetap memberi penekanan pada keunggulan lslam, pandangan hidup ini juga memungkinkan unsur-unsur local masuk dalam pemikiran para ulama pribumi.[15]








 III.            PENUTUP

A         Kesimpulan
Sejarah telah membuktikan bahwa Islam sebagai agama universal mempunyai mekanisme yang khas di dalam dirinya, yang mampu mengakomodasikan setiap perkembangan yang ada tanpa harus mengorbankan eksistensinya sebagai agama wahyu. Proses Islamisasi yang dinamis mampu diterima oleh mayoritas penduduk Asia Tenggara. Islam di kawasan ini menyesuaikan dengan latar belakang budaya masyarakatnya. Proses yang berliku-liku menyebabkan perbedaan dalam tingkat penetrasi Islam di wilayah Asia Tenggara. Hal ini juga menimbulkan perbedaan di dalam penghayatan, pengamalan Islam di kalangan penganutnya. Tapi, satu hal lagi yang pasti, dinamika Islamisasi dan intensifikasi keislaman itu tidak pernah berhenti sampai sekarang dalam berbagai bentuk perwujudannya. Didukung minat pemuda-pemudi Islam dengan selalu haus pada ilmu pengetahuan yang terus meneliti tentang agamanya melalui lembaga pendidikan Islam atau media lainnya.

B          Penutup
Demikian makalah ini kami susun, mohon maaf atas segala kesalahan dan kekurangan,dalam  pembuatan materi yang kami sajikan. Semoga makalah ini bermanfaat dan menjadikan sebagai tambahan ilmu bagi semua pembaca, Amin ya robbal’alamin.















DAFTAR PUSTAKA


Azyumardi Azra (1994), Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII, Bandung : Mizan.
Hasim, Muhammad Yusoff. (1989). Kesultanan Melayu Melaka; Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka Kementrian Pelajaran
Mahdini , (2002), Islam dan Kebudayaan Melayu, Pekanbaru: Daulat Riau.
Siti Maryam dkk Sejarah Peradaban Islam,( Lkis, 2004)
Hamka, Sejarah Umat Islam, (Jakarta: Pustaka Hidayah), 2001
Taufik Abdillah, Sejarah Umat Islam Indonesia, (Jakarta : MUI)
Badri Yatim, sejarah peradaban islam, (jakarata: PT Raja Grafindo Persada)
Ajid Thohir, Perkembangan Peradaban Di Kawasan Dunia Islam, (Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada. 2004)
Ira M Lapidus, 1999 The Cambridge History of Islam ( new york : cambridge university
Blog, Updated at: 10:12 PM

0 komentar nya:

Post a Comment