BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Sejarah Islam di Indonesia memiliki keunikan tersendiri,
karena disamping menjadi salah satu faktor pemersatu bangsa juga memberikan
nuansa baru dalam keberislamannya di negara-negara Islam lain, terutama di
Timur Tengah. Islam di Indonesia ternyata mampu berinteraksi dengan budaya
lokal, seperti bentuk masjid dan tata cara yang mengiringi ritual keagamaan.
Masjid di Demak adalah perpaduan dari budaya lokal dengan masjid, begitu pula
upacara sekatenan di Yogyakarta setiap bulan Maulud adalah bagian yang tidak
terpisahkan dari budaya lokal yang terpadu dengan peringatan kelahiran Nabi
Muhammad SAW.Kalau diteliti lebih jauh banyak sekali keunikan dalam
keberislaman di Indonesia. Oleh Azyumardi Azra fenomena tersebut
dikatakan sebagai bentuk
akomodasi Islam di Indonesia. Dia
membagi Islam dalam konteks tradisi besar dan tradisi kecil.Tradisi besar
adalah yang mengandung ajaran-ajaran pokok Islam, seperti syahadat, shalat, dan
puasa.Disamping tradisi besar itu,
terdapat tradisi kecil yang mengiringinya, seperti membawa obor ketika
malam-malam ganjil setelah tanggal 20 Ramadhan untuk mencari Lailatul Qadar.Dinamika inilah yang
terjadi di Indonesia, sehingga warna keislaman lebih bervariasi dibandingkan
ditempat asalnya.
Ketika Islam datang, sebenarnya kepulauan Nusantara sudah
mempunyai peradaban yang bersumber kebudayaan asli pengaruh dari peradaban
Hindu-Budaha dari India, yang penyebaran pengaruhnya tidak merata.Di Jawa telah
mendalam, di Sumatera merupakan lapisan tipis, sedang dipulau-pulau lain belum
terjadi.Walaupun demikikan, Islam dapat cepat menyebar. Hal itu disebabbkan
Islam yang dibawa oleh kaum pedagang maupun para da’i dan ulama’, bagaimanapun
keislaman para da’i dan ulama’ masa awal, mereka semua menyiarkan suatu
rangkaian ajaran dan cara serta gaya hidup yang secara kualitatif lebih maju
dari pada peradaban yang ada. Dalam bidang perenungan teologi monoteisme
dibandingkan teologi politeisme, kehidupan masyarakat tanpa kasta, juga dalam
dalam sufisme Islam lebih maju dan lebih mendasar dari pada mistik pribumi yang
dipengaruhi mistik Hindu-Budha.Demikian pula dalam pengembangan intelektual dan
keseniaan.
Dari sini, pembaca akan diajak untuk memahami tentang
sejarah peradaban Islam di Indonesia
serta perkembangan-perkembangannya, baik dari perkembangan politik, seni
budaya, pendidikan, dan khususnya perkembangan intelektual Islam di Indonesia,
meliputi perkembangan fiqih beserta tokohnya, perkembangan tasawuf dan tarekat,
aspek falsafah Islam, perkembangan tafsir dan al-Qur’an, serta pembaharuan
Islam di Indonesia.
1.2
Rumusan Masalah
1. Bagaimana
datang masuknya Islam di Indonesia?
2. Bagaimana
perkembangan Islam di Indonesia?
3. Bagaimana
corak pengamalan ajaran Islam di Indonesia?
1.3
Tujuan
1. Menjelaskan
bagimana datang dan masuknya Islam di Indonesia.
2. Menjelaskan
perkembangan Islam di Indonesia.
3. Menjelaskan
corak perkembangan ajaran Islam di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Datang dan Masuknya Islam di Indonesia
Di
lihat dari proses masuk dan berkembangnya agama Islam di Indonesia, ada tiga
teori yang berkembang. Teori Gujarat, teori Makkah, dan teori Persia (Ahmad
Mansur, 1996). Ketiga teori tersebut, saling mengemukakan perspektif kapan
masuknya Islam, asal negara, penyebar atau pembawa Islam ke Nusantara.
1. Teori Mekah
Teori Mekah mengatakan bahwa proses
masuknya Islam ke Indonesia adalah langsung dari Mekah atau Arab. Proses ini
berlangsung pada abad pertama Hijriah atau abad ke-7 M. Tokoh yang
memperkenalkan teori ini adalah Haji Abdul Karim Amrullah atau HAMKA, salah
seorang ulama sekaligus sastrawan Indonesia. Hamka mengemukakan pendapatnya ini
pada tahun 1958, saat orasi yang disampaikan pada dies natalis Perguruan Tinggi
Islam Negeri (PTIN) di Yogyakarta. Ia menolak seluruh anggapan para sarjana
Barat yang mengemukakan bahwa Islam datang ke Indonesia tidak langsung dari
Arab. Bahan argumentasi yang dijadikan bahan rujukan HAMKA adalah sumber lokal
Indonesia dan sumber Arab.
Menurutnya, motivasi awal kedatangan orang
Arab tidak dilandasi oleh nilai nilai ekonomi, melainkan didorong oleh motivasi
spirit penyebaran agama Islam. Dalam pandangan Hamka, jalur perdagangan antara
Indonesia dengan Arab telah berlangsung jauh sebelum tarikh masehi.
Dalam hal ini, teori HAMKA merupakan
sanggahan terhadap Teori Gujarat yang banyak kelemahan. Ia malah curiga
terhadap prasangka-prasangka penulis orientalis Barat yang cenderung memojokkan
Islam di Indonesia. Penulis Barat, kata HAMKA, melakukan upaya yang sangat
sistematik untuk menghilangkan keyakinan negeri-negeri Melayu tentang hubungan
rohani yang mesra antara mereka dengan tanah Arab sebagai sumber utama Islam di
Indonesia dalam menimba ilmu agama. Dalam pandangan HAMKA, orang-orang Islam di
Indonesia mendapatkan Islam dari orang- orang pertama (orang Arab), bukan dari
hanya sekadar perdagangan. Pandangan HAMKA ini hampir sama dengan Teori Sufi
yang diungkapkan oleh A.H. Johns yang mengatakan bahwa para musafirlah (kaum
pengembara) yang telah melakukan islamisasi awal di Indonesia. Kaum Sufi
biasanya mengembara dari satu tempat ke tempat lainnya untuk mendirikan
kumpulan atau perguruan tarekat.
2. Teori Gujarat
Teori Gujarat mengatakan bahwa
proses kedatangan Islam ke Indonesia berasal dari Gujarat pada abad ke-7 H atau
abad ke-13 M. Gujarat ini terletak di India bagain barat, berdekaran dengan
Laut Arab. Tokoh yang menyosialisasikan teori ini kebanyakan adalah sarjana
dari Belanda. Sarjana pertama yang mengemukakan teori ini adalah J. Pijnapel
dari Universitas Leiden pada abad ke 19. Menurutnya, orang-orang Arab bermahzab
Syafei telah bermukim di Gujarat dan Malabar sejak awal Hijriyyah (abad ke7
Masehi), namun yang menyebarkan Islam ke Indonesia menurut Pijnapel bukanlah
dari orang Arab langsung, melainkan pedagang Gujarat yang telah memeluk Islam
dan berdagang ke dunia timur, termasuk Indonesia. Dalam perkembangan
selanjutnya, teori Pijnapel ini diamini dan disebarkan oleh seorang orientalis
terkemuka Belanda, Snouck Hurgronje. Menurutnya, Islam telah lebih dulu
berkembang di kota-kota pelabuhan Anak Benua India. Orang-orang Gujarat telah
lebih awal membuka hubungan dagang dengan Indonesia dibanding dengan pedagang
Arab. Dalam pandangan Hurgronje, kedatangan orang Arab terjadi pada masa
berikutnya. Orang-orang Arab yang datang ini kebanyakan adalah keturunan Nabi
Muhammad yang menggunakan gelar “sayid” atau “syarif ” di di depan namanya.
Teori Gujarat kemudian juga
dikembangkan oleh J.P. Moquetta (1912) yang memberikan argumentasi dengan batu
nisan Sultan Malik Al-Saleh yang wafat pada tanggal 17 Dzulhijjah 831 H/1297 M
di Pasai, Aceh. Menurutnya, batu nisan di Pasai dan makam Maulanan Malik
Ibrahim yang wafat tahun 1419 di Gresik, Jawa Timur, memiliki bentuk yang sama
dengan nisan yang terdapat di Kambay, Gujarat. Moquetta akhirnya berkesimpulan
bahwa batu nisan tersebut diimpor dari Gujarat, atau setidaknya dibuat oleh
orang Gujarat atau orang Indonesia yang telah belajar kaligrafi khas Gujarat.
Alasan lainnya adalah kesamaan mahzab Syafei yang di anut masyarakat muslim di
Gujarat dan Indonesia.
3. Teori Persia
Teori Persia mengatakan bahwa proses
kedatangan Islam ke Indonesia berasal dari daerah Persia atau Parsi (kini
Iran). Pencetus dari teori ini adalah Hoesein Djajadiningrat, sejarawan asal
Banten. Dalam memberikan argumentasinya, Hoesein lebih menitikberatkan
analisisnya pada kesamaan budaya dan tradisi yang berkembang antara masyarakat
Parsi dan Indonesia.
Tradisi tersebut antara lain:
tradisi merayakan 10 Muharram atau Asyuro sebagai hari suci kaum Syiah atas
kematian Husein bin Ali, cucu Nabi Muhammad, seperti yang berkembang dalam
tradisi tabut di Pariaman di Sumatera Barat. Istilah “tabut” (keranda) diambil
dari bahasa Arab yang ditranslasi melalui bahasa Parsi. Tradisi lain adalah
ajaran mistik yang banyak kesamaan, misalnya antara ajaran Syekh Siti Jenar
dari Jawa Tengah dengan ajaran sufi Al-Hallaj dari Persia. Bukan kebetulan,
keduanya mati dihukum oleh penguasa setempat karena ajaran-ajarannya dinilai
bertentangan dengan ketauhidan Islam (murtad) dan membahayakan stabilitas
politik dan sosial. Alasan lain yang dikemukakan Hoesein yang sejalan dengan
teori Moquetta, yaitu ada kesamaan seni kaligrafi pahat pada batu-batu nisan
yang dipakai di kuburan Islam awal di Indonesia. Kesamaan lain adalah bahwa
umat Islam Indonesia menganut mahzab Syafei, sama seperti kebanyak muslim di
Iran.
2.2
Perkembangan Islam di Indonesia
Tersebarnya
Islam keindonesia adalah melalui salura-saluran sebagai berikut:
- Perdagangan,
ang mempergunakan saran pelayaran.
- Dakwah,
yang dilakukan oleh mubalig yang berdatangan bersama parapedagang.
- Perkawinan,
yaitu perkawinan antara pedagang Muslim, Mubalig dengan anak bangsawan
Indonesia.
- Pendidikan,
setelah kedudukan para pedagang menetap, mereka menguasai kekuatan ekonomi
dibandar-bandar seperti Gresik. Selain menjadi pusat-pusat pendidikan, yang disebut pesantren, di
Jawa juga merupakan markas penggemblengan kader-kader politik. Misalnya,
Raden Fatah, Raja Islam pertama Demak, adalah santri pesantren Ampel
Denta; Sunan Gunung Jati, Sultan Cirebon pertama adalah didikan pesantren
Gunung Jati dengan syaikh Dzatu Kahfi; Maulana Hasanuddin yang diasuh
ayahnya Sunan Gunung Jati yang kelak menjadi Sultan Banten pertama.
- Tasawuf dan Tarekat, sudah diterangkan
pula bahwa bersamaan dengan pedagang, datang pula para ulama, da’I, dan
sufi pengembara. Kemudian mereka diangkat menjadi penasihat dan atau
pejabat agama di kerajaan. Seperti
di Aceh ada Syaikh Hamzah Fansuri, Syamsuddin Sumatrani, Nurudin
ar-Raniri, Abd. Rauf Singkel. Demikian pula kerajaan-kerajaan di Jawa
mempunyai penasuhat yang mempunyai gelar wali, yang terkenal adalah Wali
Songo.Para sufi menyebarkan Islam dengan dua cara:
a. Dengan
membentuk kader Mubalig, agar mampu mengajarkan serta menyebarkan agama Islam
didaerah asalnya
b. Melalui
karya-karya tulis tersebar dan dan dibaca berbagai tempat. Di abad ke-17, Aceh
adalah pusat perkembangan karya-karya keagamaan yang ditulis para ulama dan
para sufi.
6. Kesenian, saluran yang banyak
sekali dipakai untuk penyebaran Islam terutama di Jawa adalah seni. Wali Songo,
terutama Sunan Kali Jaga, juga mempergunakan banyak cabang seni untuk
Islamisasi, seni arsitektur, gamelan, wayang, nyanyian, dan seni busana.
Penyebaran
Islam secara kasar dapat dibgi dalam tiga tahap:
Pertama,
dimulai dengan kedatangan Islam, yang diikuti oleh kemorosotan kemudian
keruntuhan Majapahit pada abad ke-14 sampai ke-15.
Kedua, sejak
datang dan mapannya kekuaaan colonial Belanda di Indonesia sampai abad ke-19.
Ketiga, bermula
pada awal abad ke-20 dengan terjadinya “liberalisasi” kebijaksanaan pemerintah
colonial Belanda di Indonesia.
A.
Sumatera
Daerah pertama dari kepulauan Indonesia yang dimasuki Islam adalah pantai barat pulau Sumatra dan
daerah Pasai yang terletak di Aceh utara . Hal ini
mudah diterima akal, karena wilayah Sumatera bagian Utara letaknya di tepi
Selat Malaka, tempat lalu lintas kapal-kapal dagang dari India ke Cina.
Para pedagang dari India, yakni bangsa Arab, Persi dan Gujarat, yang juga
para mubalig Islam, banyak yang menetap di bandar-bandar sepanjang Sumatera
Utara. Mereka menikah dengan wanita-wanita pribumi yang sebelumnya telah
di-Islamkan, sehingga terbentuklah keluarga-keluarga muslim. Selanjutnya mereka
mensyiarkan Islam dengan cara yang bijaksana, baik dengan lisan maupun sikap
dan perbuatan, terhadap sanak famili, para tetangga, dan masyarakat sekitarnya.
Sikap dan perbuatan mereka yang baik, kepandaian yang lebih tinggi, kebersihan
jasmani dan rohani, sifat kedermawanan serta sifat-sifat terpuji lainnya yang
mereka miliki menyebabkan para penduduk hormat dan tertarik pada Islam, dan
tertarik masuk Islam.
Hingga akhirnya berdiri kerajaan Islam pertama, yaitu Samudra Pasai.
Kerajaan ni berdiri pada tahun 1261 M, di pesisir timur Laut Aceh Lhokseumawe
(Aceh Utara), rajanya bernama Marah Silu, bergelar Sultan Al-Malik As-Saleh.
Seiring dengan kemajuan kerajaan Samudra Pasai yang sangat pesat,
pengembangan agama Islam pun mendapat perhatian dan dukungan penuh. Para ulama
dan mubalignya menyebar ke seluruh Nusantara, ke pedalaman Sumatera, peisir
barat dan utara Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Ternate, Tidore, dan pulau-pulau
lain di kepulauan Maluku. Itulah sebabnya di kemudian hari Samudra Pasai
terkenal dengan sebutan Serambi Mekah.
B. Jawa
Benih-benih
kedatangan Islam ke tanah Jawa sebenarnya sudah dimulai pada abad pertama
Hijriyah atau abad ke 7 M. Hal ini dituturkan oleh Prof. Dr. Buya Hamka dalam
bukunya Sejarah Umat Islam, bahwa pada tahun 674 M sampai tahun 675 M. sahabat
Nabi, Muawiyah bin Abi Sufyan pernah singgah di tanah Jawa (Kerajaan Kalingga)
menyamar sebagai pedagang. Bisa jadi Muawiyah saat itu baru penjajagan saja,
tapi proses dakwah selanjutnya dilakukan oleh para da’i yang berasal dari
Malaka atau kerajaan Pasai sendiri. Sebab saat itu lalu lintas atau jalur
hubungan antara Malaka dan Pasai disatu pihak dengan Jawa dipihak lain sudah
begitu pesat.
Namun, penemuan nisan makam Siti Fatimah binti Maimun di daerah
Leran/Gresik yang wafat tahun 1101 M dapatlah dijadikan tonggak awal kedatangan
Islam di Jawa.
Hingga pertengahan abad ke-13, bukti-bukti kepurbakalaan maupun
berita-berita asing tentang masuknya Islam di Jawa sangatlah sedikit. Baru
sejak akhir abad ke-13 M hingga abad-abad berikutnya, terutama sejak Majapahit
mencapai puncak kejayaannya, bukti-bukti proses pengembangan Islam ditemukan
lebih banyak lagi. Dan untuk masa-masa selanjutnya pengembangan Islam di tanah
Jawa dilakukan oleh para ulama dan mubalig yang kemudian terkenal dengan
sebutan Wali Sanga (sembilan wali).
C. Sulawesi
Pulau
Sulawesi sejak abad ke-15 M sudah didatangi oleh para pedagang muslim dari
Sumatera, Malaka dan Jawa. Menurut berita Tom Pires, pada awal abad ke-16 di
Sulawesi banyak terdapat kerajaan-kerajaan kecil yang sebagian penduduknya
masih memeluk kepercayaan Animisme dan Dinamisme. Di antara kerajaan-kerajaan
itu yang paling besar dan terkenal adalah kerajaan Gowa Tallo, Bone, Wajo, dan
Sopang.
Pada tahun 1562 – 1565 M, di bawah pimpinan Raja Tumaparisi Kolama,
Kerajaan Gowa Tallo berhasil menaklukkan daerah Selayar, Bulukumba, Maros,
Mandar dan Luwu.
Kerajaan
Gowa ini mengadakan hubungan baik dengan kerajaan Ternate dibawah pimpinan
Sultan Babullah yang telah menerima Islam lebih dahulu Pada masa
itu, di Gowa Tallo telah terdapat kelompok-kelompok masyarakat muslim dalam
jumlah yang cukup besar. Kemudian atas jasa Dato Ribandang dan Dato Sulaemana,
penyebaran dan pengembangan Islam menjadi lebih intensif dan mendapat kemajuan
yang pesat. Pada tanggal 22 September 1605 Raja Gowa yang bernama Karaeng
Tonigallo masuk Islam yang kemudian bergelar Sultan Alaudin. dan diikuti oleh perdana menteri
atau Wazir besarnya, Karaeng Matopa.
Setelah resmi menjadi kerajaan bercorak Islam, Gowa melakukan perluasan
kekuasaannya. Daerah Wajo dan Sopeng berhasil ditaklukan dan di-Islamkan.
Demikian juga Bone, berhasil ditaklukan pada tahun 1611 M.
D. Kalimantan
Sebelum
Islam masuk ke Kalimantan, di Kalimantan Selatan terdapat kerajaan-kerajaan
Hindu yang berpusat di Negara Dipa, Daha, dan Kahuripan yang terletak di hulu
sungai Nagara dan Amuntai Kimi. Kerajaan-kerajaan ini sudah menjalin hubungan
dengan Majapahit, bahkan salah seorang raja Majapahit menikah dengan Putri
Tunjung Buih. Hal tersebut tercatat dalam Kitab “Negara Kertagama” karya Empu
Prapanca.
Islam masuk ke Kalimantan atau yang
lebih dikenal dengan Borneo melalui tiga jalur. Jalur pertama melalui Malaka
yang dikenal sebagai kerajaan Islam setelah Perlak dan Pasai. Jatuhnya Malaka
ke tangan Portugis kian membuat dakwah semakin menyebar sebab para muballig dan
komunitas muslim kebanyakan mendiamai pesisir barat Kalimantan.
Jalur kedua, Islam datang
disebarkan oleh para muballig dari tanah Jawa. Ekspedisi dakwah ke Kalimantan
ini mencapai puncaknya saat kerajaan Demak berdiri. Demak mengirimkan banyak
Muballig ke negeri ini. Para da’i tersebut berusaha mencetak kader-kader yang
akan melanjutkan misi dakwah ini. Maka lahirlah ulama besar, salah satunya
adalah Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari.
Jalur ketiga para da’i datang dari
Sulawesi (Makasar) terutama da’i yang terkenal saat itu adalah Datuk Ri Bandang
dan Tuan Tunggang Parangan.
a. Kalimantan Selatan
Masuknya
Islam di Kalimantan Selatan adalah diawali dengan adanya krisis kepemimpinan
dipenghujung waktu berakhirnya kerajaan Daha Hindu. Saat itu Raden Samudra yang
ditunjuk sebagai putra mahkota oleh kakeknya, Raja Sukarama minta bantuan
kepada kerajaan Demak di Jawa dalam peperangan melawan pamannya sendiri, Raden
Tumenggung Sultan Demak (Sultan Trenggono) menyetujuinya, asal Raden Samudra
kelak bersedia masuk Islam. Dalam peperangan itu Raden Samudra mendapat
kemenangan. Maka sesuai dengan janjinya ia masuk Islam beserta kerabat keraton
dan penduduk Banjar. Saat itulah tahun (1526 M) berdiri pertama kali kerajaan
Islam Banjar dengan rajanya Raden Samudra dengan gelar Sultan Suryanullah atau
Suriansyah. Raja-raja Banjar berikutnya adalah Sultan Rahmatullah (putra Sultan
Suryanullah), Sultan Hidayatullah (putra Sultan Rahmatullah dan Marhum
Panambahan atau Sultan Musta’in Billah. Wilayah yang dikuasainya meliputi daerah
Sambas, Batang Lawai, Sukadana, Kota Waringin, Sampit Medawi, dan Sambangan.
b. Kalimantan Timur
Berdasarkan hikayat Kutai, pada masa pemerintahan Raja Mahkota, datanglah
dua orang ulama besar bernama Dato Ribandang dan Tuanku Tunggang Parangan. sehingga raja Kutai (raja Mahkota)
tunduk kepada Islam diikuti oleh para pangeran, para menteri, panglima dan
hulubalang. Untuk kegiatan dakwah ini dibangunlah sebuah masjid.
Kedua ulama itu datang ke Kutai setelah orang-orang Makasar masuk Islam.
Proses penyebaran Islam di Kutai dan sekitarnya diperkirakan terjadi pada tahun
1575 M. raja
Mahkota berusaha menyebarkan Islam ke daerah-daerah sampai ke pedalaman
Kalimantan Timur sampai daerah Muara Kaman, dilanjutkan oleh Putranya, Aji Di
Langgar dan para penggantinya.
E. Maluku.
Kepulauan Maluku terkenal di dunia
sebagai penghasil rempah-rempah, sehingga menjadi daya tarik para pedagang
asing, tak terkecuali para pedagang muslim baik dari Sumatra, Jawa, Malaka atau
dari manca negara. Hal ini menyebabkan cepatnya perkembangan dakwah Islam di
kepulauan ini.Islam masuk ke Maluku sekitar pertengahan abad ke 15 atau sekitar
tahun 1440 dibawa oleh para pedagang muslim dari Pasai, Malaka dan Jawa
(terutama para da’i yang dididik oleh para Wali Sanga di Jawa). Tahun 1460 M, Vongi
Tidore, raja Ternate masuk Islam. Namun menurut H.J De Graaft (sejarawan
Belanda) bahwa raja Ternate yang benar-benar muslim adalah Zaenal Abidin
(1486-1500 M). Setelah itu Islam berkembang ke kerajaan-kerajaan yang ada di
Maluku. Tetapi diantara sekian banyak kerajaan Islam yang paling menonjol
adalah dua kerajaan , yaitu Ternate dan Tidore.
Raja-raja
Maluku yang masuk Islam seperti :
a. Raja Ternate yang bergelar Sultan Mahrum (1465-1486).
b. Setelah beliau wafat digantikan oleh Sultan Zaenal Abidin yang sangat besar
jasanya dalam menyiarkan Islam di kepulauan Maluku, Irian bahkan sampai ke
Filipina.
c. Raja Tidore yang kemudian bergelar Sultan Jamaluddin.
d. Raja Jailolo yang berganti nama dengan Sultan Hasanuddin.
e. Pada tahun 1520 Raja Bacan masuk Islam dan bergelar Zaenal Abidin.
Selain Islam masuk dan berkembang di
Maluku, Islam juga masuk ke Irian yang disiarkan oleh raja-raja Islam di
Maluku, para pedagang dan para muballig yang juga berasal dari Maluku.
Daerah-daerah di Irian Jaya yang dimasuki Islam adalah : Miso, Jalawati, Pulau
Waigio dan Pulau Gebi.
2.3
Corak Pengamalan Ajaran Islam di Indonesia
A.
Islam Sebagai Pengamalan atau praktek
Islam sebagai pengamalan adalah budaya manusia, bukan aturan Allah, namun
respon manusia dalam menjalankan aturan Allah yang tertera dalam din dan
syari’at. Wahyu merupakan nilai luhur atau pesan moral bila tidak
dioperasionalkan dalam menciptakan sistem sebagai instrumen untuk
mengimplementasikan nilai maksud, maka tidak akan berfungsi membangun peradaban
dan memecahkan masalah kehidupan. Manusia memperoleh pengethuan agama melalui
periwayatan berkesinambungan dari orang-orang terpercaya dan tidak mungkin
berdusta 9at-tawatur). Kebenaran pengetahuan agama dapat pula diperoleh melalui
bukti-bukti historis, argumen-argumen rasional dan pengalaman pribadi.
Ajaran agama
merupakan pandangan hidup bagi pemeluknya. Maksudnya, manakala seseorang
memeluk agama tertentu, maka dia akan menjadikan ajaran agama tersebut sebagai
panduan dalam berpikir, berperasaan, dan berperilaku. Jika dia menyatakan
dirinya sebagai Muslim, maka ajaran Islam-lah yang dijadikan
panduan/patokan/ukuran baik-buruk kehidupannya. Kita mungkin mengenal panduan
berperilaku, misalnya mencela Tuhan agama lain adalah perbuatan buruk menurut
ajaran Islam, karenanya Muslim dilarang melakukannya dan kitapun tidak
melakukannya. Berarti kita berbuat sesuai dengan panduan, sesuai dengan ajaran
agama Islam. Kalau ada seorang Muslim yang mencela Tuhan agama lain maka dia
berbuat yang tidak sesuai dengan ajaran agamanya. Antara Sadar dengan Tidak
Bila hal ini dilakukan dengan kesadaran, artinya dia sudah tahu tapi tetap saja
mencela, maka Muslim tersebut tidak menjadikan ajaran Islam sebagai pandangan
hidupnya. Dan ini merupakan dosa yang paling besar dalam Islam. Sebab seorang
yang tidak menjadikan Islam sebagai pandangan hidup maka dirinya termasuk
kategori kafir (artinya: menolak). Demikian pula dalam ajaran agama manapun,
kalau ada pemeluk agama yang tidak menggunakan agamanya sebagai pandangan
hidup, maka dapat dikatakan mereka itu telah “kafir” dari agamanya
masing-masing. Tentu saja, istilah kafir itu hanya digunakan oleh Muslim untuk
menyebut selainnya. Sedangkan agama selain Islam memiliki istilah tersendiri
sebagai padanan kata “kafir”. Namun bila dilakukan dengan tanpa kesadaran,
misalnya karena dirinya tidak tahu bahwa hal yang tersebut dilarang dalam
Islam, maka perbuatan mencelanya tadi termasuk perbuatan pelanggaran.
Pelanggaran tersebut akan mendapatkan dosa, namun tidak sebesar dosa kafir.
Panduan Berpikir dan Berperasaan Akan halnya dengan panduan berpikir dan
berperasaan? Sama halnya dengan penjelasan sebelumnya, seorang Muslim hendaknya
berperasaan sesuai dengan ajaran agamanya, yakni yang bersumber dari Al-Qur’an
dan As-Sunnah. Apabila Islam menilai berjilbab itu baik, bahkan merupakan suatu
kewajiban, maka setiap Muslim harus belajar menyukainya. Kita harus belajar
menundukkan perasaan, yang tadinya mungkin tidak suka, merasa gerah, malu saat
wanitanya mengenakan jilbab, semua itu dirubah sedikit demi sedikit menjadi
mencintai jilbab sampai-sampai malu kalau wanitanya tidak mengenakan jilbab.
Apabila ada wanita tidak berjilbab atau bahkan buka-bukaan, maka kita harus
merasa risih dan berusaha mengingatkannya agar segera menutup aurot (bagian tubuh
yang harus ditutupi)nya. Inilah yang disebut penghayatan. Seseorang yang merasa
senang ketika sesuatu telah sesuai dengan ajaran agamanya disebut telah
menghayati agamanya.
B. Bentuk pengamalan ajaran Islam
Islam diciptakan bukan untuk sekedar menjadi teori
melainkan untuk diaplikasikan. Pengamalan Islam harus pula dilakukan secara
“II” (Ikhlas & Istiqamah). Contoh pengamalan Islam sebagai agama misalnya :
negara yang penduduknya sebagian besar muslim seharusnya menjadi negara yang
bebas korupsi karena Islam mengajarkan tentang kejujuran dan amanah.
Salah satu
pengamalan ajaran Islam yang paling dasar adalah kesadaran tentang kerapian dan
kebersihan. Islam mengajarkan bahwa kebersihan adalah sebagian dari iman.
Bersih dapat dilihat dari hal-hal yang paling pribadi seperti kamar, kamar
mandi, dan bagian rumah kita yang lain. Kata kunci untuk menjaga kerapihan
sesungguhnya sederhana yaitu tertib menyimpan kembali segala sesuatu pada
tempatnya.
C.
Mengamalkan Ajaran Islam Dalam Masyarakat
Agama Islam mendorong
kehidupan masyarakat untuk menjadi “orang
berilmu yang mengajarkan ilmunya (‘aaliman), atau belajar (muta’alliman), atau menjadi pendengar (mustami’an), dan tidak boleh menjadi kelompok
keempat (rabi’an), yang tidak ada aplikasi ilmu dalam kehidupan
bermasyarakat, serta lalai di dalam menyerap informasi, atau enggan mendengar.
Pendidikan dan menuntut ilmu
adalah satu kewajiban asasi anak manusia. Dengan ilmu, seseorang akan menjadi
ikhlas, cerdas, pintar, berakhlak, beradat dan beramal shaleh, yang menciptakan
hasanah pada diri, kerluarga, serta di tengah nagari dan masyarakatnya.
Salah satu bentuk
peningkatan pengamalan agama, memacu bidang pendidikan, atau upaya intensif
membentuk sumber daya manusia pintar,
cekatan, berilmu, mampu, kreatif dan produktif, yang kait
berkait dengan peningkatan kemampuan masyarakat dari sisi ekonomi, pemanfaatan
lahan dan sumber daya tersedia, serta mendorong partisipasi anak nagari,
menjelmakan kebaikan untuk diri, kerluarga, kemaslahatan, dan kemajuan generasi
bangsa pada umumnya.
Tujuan ini mungkin diraih
dengan program pendidikan melalui proses pembelajaran terpadu, terintegrasi
antara konsep dan aplikasi, disertai peningkatan kesadaran seluruh masyarakat.
Pekerjaan ini perlu semangat
(spirit) dan kearifan (political will) dalam pengalokasian
sumber-sumber pendukung guna menguatkan jaringan pengertian (networking)
dalam tatanan bermasyarakat di Kabupaten Agam, baik antara individu kelompok
keluarga, ataupun antara ranah dan rantau.
Pengalaman dengan berbagai
catatan, tentang potensi yang ada, serta tantangan menerjemahkan situasi
kondisi di tengah kompetisi global tanpa sekat (borderless), sangat
berguna untuk menetapkan kebijakan.
Bimbingan agama (syarak)
menyatakan, “menuntut ilmu wajib, bagi setiap lelaki dan perempuan
muslim” (Al-Hadist). Pesan Rasul SAW mengingatkan, “ingin berhasil di
dunia, dengan ilmu, meraih akhirat dengan ilmu, dan ingin kedua-duanya dengan
ilmu” (Al-Hadist).
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Islam
datang ke Indonesia ketika pengaruh Hindu dan Buddha masih kuat. Kala itu,
Majapahit masih menguasai sebagian besar wilayah yang kini termasuk wilayah
Indonesia. Masyarakat Indonesia berkenalan dengan agama dan kebudayaan Islam
melalui jalur perdagangan, sama seperti ketika berkenalan dengan agama Hindu
dan Buddha. Melalui aktifitas niaga, masyarakat Indonesia yang sudah mengenal
Hindu-Buddha lambat laun mengenal ajaran Islam. Persebaran Islam ini pertama
kali terjadi pada masyarakat pesisir laut yang lebih terbuka terhadap budaya
asing. Setelah itu, barulah Islam menyebar ke daerah pedalaman dan pegunungan
melalui aktifitas ekonomi, pendidikan, dan politik.
Proses masuknya agama Islam ke
Indonesia tidak berlangsung secara revolusioner, cepat, dan tunggal, melainkan
berevolusi, lambat-laun, dan sangat beragam. Dan dalam perkembangan selanjutnya
bermunculan banyak kerajaan-kerajaan islam di Indonesia seperti samudera pasai
dan kerajaan-kerajaan islam lainnya.
3.2 Saran
Kami sebagai pembuat makalah
bukanlah makhluk yang sempurna. Apabila ada kalimat yang tidak berkenan pada
tempatnya. Kami berharap kritik dan saran dari Bapak pembimbing dan rekan
mahasiswa/i sekalian yang bersifat membangun agar kami bisa membuat makalah
yang lebih baik pada waktu yang akan datang.
DAFTAR
PUSTAKA
Tim dosen PAI UNP.2009.Pendidikan Agama Islam Untuk Perguruan
Tinggi Umum. Padang: Unp Pres.
Husnan, Djaelan, dkk. 2009. Islam Integral
Membangun Kepribadian Islami. Jakarta: Universitas Negeri Jakarta.
http://safirasafitriaulia.blogspot.com/2010/11/takwa-pengamalan-ajaran-islam-secara.html
http://safirasafitriaulia.blogspot.com/2010/11/takwa-pengamalan-ajaran-islam-secara.html
http://pendis.kemenag.go.id/index.php?a=artikel&id2=pendisdanpembangunan#.Up8Xr2dSm00
wah artikelnya sangat bermanfaat, kita jadi tau tentang perkembangan islam di indonesia,
ReplyDeleteagar lebih tau lagi mamir ke Muslimlife ID
semoga berkah