BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Ibadah
terbagi menjadi ibadah hati, lisan, dan anggota badan. Rasa khauf (takut),
raja’ (mengharap), mahabbah (cinta), tawakkal (ketergantungan), raghbah
(senang), dan rahbah (takut) adalah ibadah qalbiyah (yang berkaitan dengan
hati). Sedangkan tasbih, tahlil, takbir, tahmid dan syukur dengan lisan dan
hati adalah ibadah lisaniyah qalbiyah (lisan dan hati). Sedangkan shalat,
zakat, haji, dan jihad adalah ibadah badaniyah qalbiyah (fisik dan hati). Serta
masih banyak lagi macam-macam ibadah yang berkaitan dengan amalan hati, lisan
dan badan.Ibadah inilah yang menjadi tujuan penciptaan manusia.
Ibadah
mencakup seluruh tingkah laku seorang mukmin jika diniatkan qurbah (mendekatkan
diri kepada Allah) atau apa-apa yang membantu qurbah. Bahkan adat kebiasaan
(yang mubah) pun bernilai ibadah jika diniatkan sebagai bekal untuk taat
kepadaNya. Seperti tidur, makan, minum, jual-beli, bekerja mencari nafkah,
nikah dan sebagainya. Berbagai kebiasaan tersebut jika disertai niat baik
(benar) maka menjadi bernilai ibadah yang berhak mendapatkan pahala. Karenanya,
tidaklah ibadah itu terbatas hanya pada syi'ar-syi'ar yang biasa dikenal.
B. Rumusan Masalah
1.
Penjelasan Mengenai Ibadah ?
2.
Pengertian Ibadah ?
3.
Macam-macam Ibadah ?
4. Pentingnya Ibadah dalam pembentukan
karakter ?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN IBADAH
Menurut bahasa kata ibadah berarti patuh , tunduk. Ubudyah
artinya tunduk dan merendahkan diri. Menurut Al’azhari, kata ibadah tidak dapat
disebutkan kecuali untuk kepatuhan kepada Allah.
Dalam istilah syara’ pengertian ibadah dijelaskan oleh para
ulama sebagai berikut:
1.
Jurjani mengatakan ;
Ibadah ialah perbuatan yang
dilakukan oleh mukallaf , tidak menurut hawa nafsunya, untuk memuliakan
Tuhanmu.
2.
Menurut ibn katsir :
Himpunan cinta, ketundukan, dan rasa
takut yang sempurna.
3.
Menurut ibn taimiyah :
Didalam kitabnya al-‘ubudiyah ,
memberikan penjelasan yang cukup luas tentang pengertian ibadah. Pada dasarnya
ibadah berarti merendahkan diri (al-dzull). Akan tetapi , ibadah yang
diperintahkan dalam agama itu bukan sekedar ketaatan atau perendahan diri
kepada Allah. Ibadah mengandung pengertian al-dzull dan hubb, dalam
tingkatannya yang paling sempurna patuh kepada seseorang tetapi tidak
mencintainya, tidak disebut ibadah ; cinta tanpa kepatuhanpun bukan ibadah.
Jadi cinta atau patuh saja belum cukup untuk mewujudkan pengertian ibadah.
Seseorang belum dapat dikatakan beribadah kepada Allah kecuali apabila ia
mencintai Allah, lebih dari cintanya kepada apapundan memuliakan-Nya lebih dari
segala yang lain-Nya bahkan ia harus meyakini tidak ada yang berhak atas cinta
dan kepatuhan yang sempurna kecuali Allah.
Ibadah secara
etimologi berarti merendahkan diri serta tunduk.
Di dalam syara', ibadah mempunyai banyak definisi, tetapi makna dan maksudnya satu. Definisi itu antara lain adalah :
Di dalam syara', ibadah mempunyai banyak definisi, tetapi makna dan maksudnya satu. Definisi itu antara lain adalah :
1. Ibadah ialah taat kepada Allah dengan melaksanakan
perintah-Nya melalui lisan para rasulNya.
2. Ibadah adalah merendahkan diri kepada Allah Subhannahu wa Ta'ala yaitu tingkatan tunduk yang paling tinggi disertai dengan rasa mahabbah (kecintaan) yang paling tinggi.
3. Ibadah ialah sebutan yang mencakup seluruh apa yang dicintai dan diridhai Allah Subhannahu wa Ta'ala , baik berupa ucapan atau perbuatan, yang zhahir maupun yang batin. Ini adalah definisi ibadah yang paling lengkap.
2. Ibadah adalah merendahkan diri kepada Allah Subhannahu wa Ta'ala yaitu tingkatan tunduk yang paling tinggi disertai dengan rasa mahabbah (kecintaan) yang paling tinggi.
3. Ibadah ialah sebutan yang mencakup seluruh apa yang dicintai dan diridhai Allah Subhannahu wa Ta'ala , baik berupa ucapan atau perbuatan, yang zhahir maupun yang batin. Ini adalah definisi ibadah yang paling lengkap.
Ibadah (mahdhah) ditujukan untuk
menjaga keharmonisan hubungan dengan Allah, agar kita memiliki keimanan yang
benar, lurus dan kuat, jauh sirik , khurafat, tahayul dan perdukunan serta agar
kehidupan kita terjaga dari berbagai hal yang merusak, menyesatkan,
mencelakakan, dan mendapatkan ketenangan batin/hati.
Allah
menegaskan didalam surah An-Nissa Ayat 48.
إِنَّ اللَّهَ لا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ
وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدِ
افْتَرَى إِثْمًا عَظِيمًا
Yang Artinya “sesengguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa
sirik, dan mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa
yang dikehendakiNya. Barang siapa yang mempersukutukan Allah, maka sungguh ia
telah berbuat dosa yang besar
B. ESENSI IBADAH
Selama ini
banyak orang yang mengartikan ibadah itu rukun Islam yang lima, yaitu
mengucapkan dua kalimat syahadat, mengerjakan shalat, mengeluarkan zakat,
berpuasa di bulan Ramadhan dan menunaikan ibadah haji bagi yang mampu. Padahal
kelima rukun ini hanya merupakan dasar atau sendi menegakkan agama.
Allah telah
memberikan agama yang lurus ini kepada kita dalam arti menyuruh kita beribadah
kepada-Nya. Tujuannya agar terjalin komunikasi secara rutin antara kita
dengan-Nya. Dengan demikian, setan tidak punya kesempatan untuk memperdayai
kita.
Setiap saat
kita beribadah kepada-Nya. Shalat demi shalat yang kita kerjakan memberikan
kehangatan iman yang dapat menjaga diri kita dari penyimpangan dan makin
mempererat hubungan kita kepada Allah. Demikian juga ibadah puasa, zakat dan ibadah
haji.
Semua ibadah
yang kita lakukan tidak lain dalam rangka pencarian kita terhadap cahaya Allah.
Jika kita merasa bahwa semangat iman kita melemah dan jiwa dalam kegelapan,
maka kita berlindung kepada pancaran sinar-Nya. Cahaya inilah yang dapat mengembalikan
keseimbangan iman.
Kekuatan iman
anda bisa diibaratkan energi pada sebuah baterai. Ketika sinarnya mulai
melemah, baterai itu dapat anda strum kembali dengan sumber listrik yang lebih
kuat. Ia akan menjadi panas dan energinya kembali pulih.
Islam adalah
Din yang meliputi semua sistem dan semua gerak kehidupan. Saya perlu menggaris
bawahi pengertian ini. Namun, dalam kesempatan ini saya tidak ingin terlibat
dalam perdebatan yang sia-sia dengan mereka yang mengatakan bahwa rukun Islam
itu adalah Islam. Mereka benar, mereka telah mengerjakan shalat, berpuasa dan
menunaikan ibadah haji, yang berarti mereka telah merangkul Allah dalam
taqarrub mereka kepada-Nya. Lakukanlah apa yang mereka atau anda suka. Namun,
ada satu hal yang amat disayangkan, yakni mereka telah meninggalkan gerak dunia
tanpa ada ikatan iman.
Dalam
kesempatan ini saya ingin berbicara tentang satu kewajiban saja, yaitu Shalat.
Agar shalat kita sah dan sempurna dihadapan Allah, tentu harus memenuhi
syarat-syarat yang telah ditetapkan. Salah satunya adalah menutup aurat. Untuk
menutup aurat ini, tentu kita harus memiliki beberapa komponen kehidupan.
Terserah, apakah penutup itu dari kain atau lainnya. Yang penting, ada sepotong
bahan pakaian yang dapat menutup aurat. Bahan pakaian ini memerlukan kapas dan
kapas membutuhkan orang yang menanamnya. Untuk menanam, perlu tanah bajakan dan
bibit-bibit unggul. Bibit ini bisa ada pada kita, bisa tidak. Kalau tidak ada,
kita perlu mengimpornya. Untuk membajak tanah, kita memerlukan alat pembajak yang
terbuat dari benda keras.
Demikianlah,
akhirnya kita perlu mencari biji besi digunung untuk dilebur menjadi lempengan
besi. Setelah itu, kita memerlukan seorang pandai besi untuk membuat lempengan
besi ini menjadi alat pembajak. Selanjutnya diperlukan seorang distributor yang
mengirimkan alat ini hingga sampai kepada pemiliknya.
Ketika buah
kapas sudah mengering, kita memerlukan orang untuk memetiknya, membawanya
ketempat pemintalan, memintalnya hingga menjadi bahan pakaian. Setelah itu kita
memerlukan seorang pedagang untuk menjual bahan pakaian tersebut.
Demikianlah,
semua proses ini harus terjadi sebelum kita berdiri dihadapan Allah SWT, dalam
keadaan menutup aurat.
Satu hal lagi,
agar mampu berdiri dalam melaksanakan shalat supaya bisa ruku’ dan sujud dengan
sempurna, maka saya membutuhkan roti atau makanan yang dapat memberikan
kekuatan atau energi bagi tubuh.
Roti yang saya
beli dari warung ini mempunyai cerita panjang dalam proses pembuatannya.
Diawali dari pertanyaan, siapa yang membikin adonan sampai menjadi roti,
kemudian siapa yang membawanya ke toko untuk dijual ?…
Begitulah,
semua yang kita butuhkan dalam pelaksanaan shalat pada dasarnya adalah sejumlah
karya besar yang saling terkait. Namun jika kita selamanya berada di masjid
untuk mengerjakan shalat dan tidak melakukan sesuatu selain itu, siapakah yang
akan mengantarkan sepotong bahan pakaian untuk menutup aurat dan sepotong roti
untuk memberikan energi yang dapat menunjang kehidupan kita ?…
Sesungguhnya
jika sesuatu kewajiban tidak dapat dilaksanakan kecuali dengan terpenuhinya
beberapa syarat, maka syarat-syarat itu menjadi wajib hukumnya.
Itulah yang
dimaksud ibadah dalam Islam, mencakup segala aspek kehidupan.Allah menghendaki
agar manusia ini menjadi hamba-Nya yang selalu beribadah di rumah, di kantor,
di masjid, di jalan dan di semua gerak kehidupan. Islam menganjurkan umatnya
agar memperhatikan etika umum, termasuk etika di jalan raya yang juga merupakan
ibadah.
Dan
sesungguhnya Allah menebarkan pahala ke setiap gerak kehidupan manusia.
Semua amal
perbuatan manusia yang jumlahnya mencapai puluhan ribu, bahkan mungkin lebih,
merupakan amal perbuatan manusia yang tidak masuk dalam rukun Islam, tapi
memperoleh pahala yang cukup besar dari Allah SWT.
Oleh karena
itu, jika kita membatasi amal perbuatan hanya pada rukun Islam yang lima, maka
artinya kita mengharamkan untuk memperoleh 90% pahala yang Allah janjikan
kepada semua aktivitas kehidupan.
Allah SWT,
telah menegaskan didalam surah Adz-Dzaariyat ayat 56,
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ
إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
wamaa khalaqtu aljinna waal-insa illaa liya'buduuni
yang artinya :
“Dan
tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan supaya beribadah”
Maksud ayat
tersebut adalah, untuk menegaskan bahwa semua sistem dan ajaran Allah bernilai
Ibadah. Ajaran ini meliputi semua aspek kehidupan orang-orang mukmin. Dengan
arti lain, setiap perbuatan manusia didunia yang ditujukan mencari ridho Allah
adalah Ibadah.
C. MACAM-MACAM
IBADAH
Manusia diciptakan agar mereka
mengenal dan menyembah Allah SWT .
Firman Allah
SWT didalam surah Adz-Dzaariyat ayat 56,
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ
إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
wamaa khalaqtu aljinna waal-insa illaa liya'buduuni
yang artinya :
“Dan
tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan supaya beribadah”
Allah Subhannahu wa Ta'ala
memberitahukan, hikmah penciptaan jin dan manusia adalah agar mereka
melaksanakan ibadah kepada Allah Subhannahu wa Ta'ala. Dan Allah Mahakaya,
tidak membutuhkan ibadah mereka, akan tetapi merekalah yang membutuhkannya;
karena ketergantungan mereka kepada Allah, maka mereka menyembahNya sesuai
dengan aturan syari'atNya.
Maka siapa yang menolak beribadah kepada Allah, ia adalah sombong. Siapa yang menyembahNya tetapi dengan selain apa yang disyari'at-kanNya maka ia adalah mubtadi' (pelaku bid'ah). Dan siapa yang hanya menyembahNya dan dengan syari'atNya maka dia adalah muk-min muwahhid (yang mengesakan Allah). .
Maka siapa yang menolak beribadah kepada Allah, ia adalah sombong. Siapa yang menyembahNya tetapi dengan selain apa yang disyari'at-kanNya maka ia adalah mubtadi' (pelaku bid'ah). Dan siapa yang hanya menyembahNya dan dengan syari'atNya maka dia adalah muk-min muwahhid (yang mengesakan Allah). .
Dengan demikian islam telah menjadikan ibadah sebagai
perintah pertama yang harus ditunaikan oleh manusia, hanya diperuntukan bagi
Allah Taala saja. Rukun islam dan seluruh ajarannya yang agung itu sesudah
mengucapkan dua kalimat shahadat adalah mendirikan shalat, puasa ramadhan,
membayar zakat, dan berhaji ke baitul haram, kesemuanya itu merupakan cermin dari
macam-macam ibadah yang dilaksanakan dengan niat semata-mata karena Allah
Taala.
Macam-macam ibadah sebagai mana telah di syariatkan dalam
islam, antara lain :
1. Ibadah yang dilaksanakan seorang
muslim dengan anggota badannya, seperti : shalat dan puasa. Ibadah ini dikenal
dengan sebutan ibadah badaniyah.
2. Ibadah yang dilaksanakan seorang
muslim dengan cara mengeluarkan sebagian harta kekayaannya, seperti : zakat dan
sedekah. Ibadah ini dikenal dengan sebutan ibadah
maliah.
3. Ibadah badaniyah dan ibadah maliah
secara bersamaan, seperti : haji dan umroh.
4. Ibadah yang tercermin dalam
pekerjaan, seperti : shalat, zakat dan haji.
5. Ibadah yang tercermin dalam sikap
meninggalkan dan menahan diri, seperti : puasa.
Namun demikian ibadah yang tercermin dalam sikap
meninggalkan dan menahan diri ini bukan sesuatu yang bersifat negative. Dan
yang menjadikan sikap demikian mempunyai nilai ibadah adalah dikarenakan
seorang muslim melakukan hal itu atas dasar kehendak dan pilihannya dengan
motif (niat) mendekatkan diri kepada Allah Taala. Maka oleh karenanya tindakan
jasmani dan rohani bersifat positif yang mempunyai nilai positif pula dalam
neraca timbangan amal.
Jadi, ibadah mencakup seluruh tingkah laku seorang mukmin
jika diniatkan qurbah (mendekatkan diri kepada Allah) atau apa-apa yang
membantu qurbah. Bahkan adat kebiasaan (yang mubah) pun bernilai ibadah jika
diniatkan sebagai bekal untuk taat kepadaNya. Seperti tidur, makan, minum,
jual-beli, bekerja mencari nafkah, nikah dan sebagainya. Berbagai kebiasaan
tersebut jika disertai niat baik (benar) maka menjadi bernilai ibadah yang
berhak mendapatkan pahala. Karenanya, tidaklah ibadah itu terbatas hanya pada
syi'ar-syi'ar yang biasa dikenal.
Seluruh rangkaian ibadah ritual yang kita lakukan – apapun
bentuknya –, apakah itu shalat kita yang 5 waktu sehari semalam, puasa kita
dibulan suci ramadlan, atau zakat, infaq, shadaqoh yang kita keluarkan, bahkan
ibadah haji yang seumur hidup satu kali itu, didalam islam, kedudukan ibadah
ibadah makhdloh tersebut tidak lebih hanyalah sebagai Alat (media) yang
hendaknya mampu mengantarkan kita kepada tujuan yang sebenarnya, singkatnya,
ibadah itu bukan tujuan, ibadah itu bukan akhir segalanya.
D. Pentingnya
Ibadah Dalam Pembentukan Karakter
Tentu kita ingin mengetahui bagaimana karakter
para ahli ibadah itu. Ibadah yang dikerjakan oleh manusia akan melahirkan
beberapa karakter yaitu:
Pertama, akidah yang kuat. Akidah melahirkan prinsip-prinsip hidup
yang mulia, dimana ketangguhan seseorang sangat ditentukan oleh prinsip yang
dianutnya. Dengan demikian, problematika hidup yang dinamis akan mampu
diselesaikan dengan bijaksana karena pondasinya kuat dan benar.
Kedua, memiliki kedekatan dengan Allah. Ini adalah balasan yang
setimpal atas jerih payah yang tulus dalam pendekatan pada Allah yang dipuja.
Seorang ahli ibadah tidak akan terlibat dalam kriminalitas karena rasa takut
bisa merusak kedekatannya pada Allah.
Oleh karena itu, bila ada pelaku korup yang mengaku telah
menegakkan shalat atau menunaikan haji atau ritual lainnya, maka itu adalah
indikasi kegagalan menjaga kemurnian ibadahnya. Padahal kemurnian ibadah adalah
prasyarat diterimanya sebuah ibadah (QS. Al-Bayyinah: 5).
Ketiga, zikrullah. Seorang ahli ibadah akan selalu terpaut lisan
dan hatinya dengan Allah. Dalam setiap keadaan selalu ingat Allah, baik suka
atau duka, senang atau susah, lapang atau sempit. Dia tidak akan terlibat dalam
perbuatan yang sia-sia. Waktunya menjadi efektif demi optimalisasi potensi diri
guna menghindari kerugian yang diakibatkan waktu.
Keempat, meninggalkan perbuatan syirik. Syirik adalah menjadikan
sosok selain Allah dalam peran yang seharusnya milik Allah. Ketika seorang
beribadah dilandasi ilmu dan keikhlasan, maka akan muncul suatu rasa yang akan
menafikan kekuatan selain Allah dalam keilahiyahan. Oleh karena itu, seorang
muslim sejati tidak akan pernah percaya ramalan bintang, nasib, karir, jodoh,
atau mendatangi paranormal untuk meningkatkan keberhasilan perniagaan, jabatan,
prestasi, dan kekayaan.
Kelima, rajin membaca, memahami dan mengamalkan Alquran. Di
tengah kesibukan hariannya, seorang ahli ibadah tidak pernah absen membaca
pesan Allah. Perasaan cinta itu hadir sebagai buah keikhlasan pengabdian pada
Allah. Membaca Alquran menjadi agenda yang terjadwalkan, bukan hanya karena ada
kesempatan semata.
Keenam, Istiqomah dalam beribadah. Apabila beribadah telah
menjadi kebutuhan yang dibiasakan, maka akan ada sesuatu yang kurang bila ia
tidak ditunaikan. Membiasakan sesuatu yang baik butuh latihan yang kontiniu,
terus-menerus. Begitu juga beribadah yang pada esensinya adalah untuk menjaga
kesehatan ruhiyah manusia.
Ketujuh, berakhlak terpuji. Ahli ibadah akan memiliki akhlak
yang terpuji, seperti jujur, rendah hati, mandiri, bertanggung jawab, dan
lainnya. Keberadaan sosok muslim akan bisa menyenangkan hati makhluk lain,
bukan hanya manusia. Ia tidak akan serakah terhadap dunia dan tidak takut mati.
Akhlak adalah buah dari pengamalan ibadah yang ditetapkan oleh Allah Swt dengan
benar dan ikhlas.
0 komentar nya:
Post a Comment